Sejarah Grand Inna Malioboro, Hotel Pertama di Jogja

Charlie Chaplin pernah menginap di sini

Intinya Sih...

  • Hotel Grand Inna Malioboro berdiri sejak 1911 dan dulunya bernama Grand Hotel de Djokja.
  • Hotel ini mengalami renovasi pada tahun 1929 dan berganti nama menjadi Hotel Asahi saat Jepang berkuasa.
  • Pada tahun 1950, hotel ini berganti nama menjadi Hotel Merdeka dan baru menggunakan nama Hotel Grand Inna Malioboro sejak 2017.

Saat kamu memasuki Jalan Malioboro di sisi Utara, kamu pasti akan melihat bangunan megah dengan warna serba putih yang lokasinya tepat berada di belakang Halte Trans Jogja Malioboro 1. Itu adalah bangunan Hotel Grand Inna Malioboro yang sebelumnya bernama Hotel Inna Garuda.

Hotel ini merupakan salah satu hotel pertama dan tertua di Yogyakarta. Bangunannya sudah berdiri sejak 1911 dan jadi salah satu saksi bisu berbagai peristiwa sejarah di Yogyakarta. Penasaran dengan sejarah Hotel Grand Inna Malioboro? Yuk, simak pemaparan lengkapnya berikut ini!

1. Ada sejak 1911 dengan nama Grand Hotel de Djokja

Sejarah Grand Inna Malioboro, Hotel Pertama di JogjaMalioboro (unsplash.com/Agto Nugroho)

Dilansir laman kebudayaan.kemdikbud.go.id, disebutkan dalam majalah De Indische Mercuur tanggal 17 Oktober 1911 menyebutkan, pembangunan hotel ini dimulai pada hari Minggu pagi, 10 September 1911. Sementara, laman resmi Dinas Kebudayaan DIY menyebutkan bahwa hotel ini dibangun sejak tahun 1908.

Hotel tersebut awalnya dinamai Grand Hotel de Djokja. Pemiliknya adalah sebuah perusahaan umum, Naamlooze Vennootschap. Kala itu jabatan direktur diisi oleh J.Jansen.

2. Hotel yang memadukan antara gaya Eropa dan tradisional Jawa

Sejarah Grand Inna Malioboro, Hotel Pertama di JogjaGrand Inna Malioboro. (Instagram.com/grandinnamalioboro)

Sejak dulu, hotel ini sudah terkenal mewah dan jadi favorit tamu-tamu asal Belanda saat berkunjung ke Yogyakarta. Bahkan, surat kabar De Express pernah mengabarkan kemegahan Grand Hotel de Djokja di edisi 18 September 1912. Hotel tersebut bahkan kerap disebut dalam berbagai buku atau panduan perjalanan ke Yogyakarta, salah satunya yakni buku Van Stockum’s Traveller Handbook for Dutch East Indies yang terbit tahun 1930.

Dirancang oleh arsitek bernama Harmsen dan Pagge, hotel ini terdiri dari bangunan utama dengan bagian samping kanan dan kirinya yang terdapat lima paviliun di mana gaya secara keseluruhannya sama dengan Oranje Hotel Surabaya, yakni bergaya Eropa dengan tetap memiliki sentuhan tradisional Jawa.

Mengutip laman resmi Dinas Kebudayaan DIY, perpaduan ini bisa dilihat dari bangunan yang tinggi dan pemakaian jendela-jendela besar yang merupakan ciri khas bangunan Eropa. Sedangkan unsur tradisionalnya berada di sisi atap karena mengusung model limasan yang gunanya untuk mengurangi volume air yang diterima pada bagian atap. Desainnya juga memperhatikan orientasi sinar matahari timur-barat dan menggunakan galeri keliling untuk melindungi dari tampias hujan.

Namun pada tahun 1929, hotel ini mengalami renovasi. Bukan hanya bagian paviliun yang diganti dengan bangunan bertingkat, tapi juga gaya bangunan Grand Hotel de Djokja hampir secara keseluruhan. Ciri khas bangunan pada masa ini adalah gaya arsitektur modern dengan didominasi bentuk ruang yang kaku, lugas, dominan warna putih, volume bangunan berbentuk kubus, dan sebagainya.

Baca Juga: Sejarah Hotel Tugu Jogja, Dulu Berjaya, Kini Terlupa

3. Sempat jadi kantor penerbitan koran di era jajahan Jepang

Sejarah Grand Inna Malioboro, Hotel Pertama di JogjaSejarah Hotel Grand Inna Malioboro (kebudayaan.kemdikbud.go.id)

Saat Jepang berkuasa, tepatnya pada tahun 1942, hotel ini berganti nama menjadi Hotel Asahi yang artinya Matahari Terbit. Bukan lagi milik Belanda dan jadi penginapan, melainkan lokasi dari penerbitan koran Sinar Matahari yang berada di bawah kepemilikan CV Marba.

Sedangkan usai proklamasi, pengelolaan hotel jatuh pada Indonesia. Kemudian pada November 1946 pemerintah Indonesia membentuk Badan Pusat Hotel Negara (BHPN) yang kemudian berubah nama menjadi Badan Hotel Negara dan Tourisme (HONET) sejak 1 Juli 1947. Nah, HONET tersebut bertugas meneruskan pengelolaan hotel-hotel di Indonesia, termasuk hotel yang berada di Yogyakarta, Surakarta, sampai Purwokerto.

Bahkan seluruh hotel berganti nama menjadi Hotel Merdeka, termasuk pada Grand Hotel de Djokja sejak tahun 1950 dan diumumkan oleh pengelolanya yakni N.V. Grand Hotel de Djokja) di media massa, yaitu harian Algemeen Indisch dagblad de Preangerbode pada 13 Januari 1951.

Sedangkan penggunaan nama Hotel Grand Inna Malioboro dimulai sejak 15 Maret 2017. Hal ini ditandai sejak PT NATOUR yang merupakan pengelola hotel sejak 1975 yang bergabung dengan PT Hotel Indonesia Internasional sehingga menjadi PT HOTEL INDONESIA NATOUR.

4. Jadi saksi bisu sejarah di Yogyakarta

Sejarah Grand Inna Malioboro, Hotel Pertama di Jogjacuplikan film Chaplin (dok. Trailer Chan/Chaplin)

Usianya yang telah lebih dari seabad membuat gedung Hotel Grand Inna menjadi saksi bisu sejarah yang terjadi di Yogyakarta. Salah satunya adalah hotel ini pernah diinapi oleh komedian paling terkenal sepanjang masa, Charlie Chaplin, pada tahun 1932 sebagai bagian kunjungannya ke sejumlah kota di Hindia Belanda.

Di tahun 1946, Ketika ibu kota Republik Indonesia dipindah ke Yogyakarta, bangunan hotel menjadi kompleks kantor untuk kabinet pemerintahan. Salah satunya adalah kamar 991 yang sejak Desember 1945-Maret 1946 digunakan sebagai kantor Markas Besar Oemoem (MBO) Tentara Keamanan Rakyat Pimpinan Panglima Besar Jenderal Sudirman.

Selanjutnya di tahun 1949, tepatnya saat peristiwa Serangan Umum 1 Maret 1949, hotel ini menjadi salah satu sasaran penyerbuan oleh Sub Wehrkreise (SWK) 103 karena menjadi tempat menginap perwira-perwira tentara Belanda.

Hotel Grand Inna ditetapkan sebagai cagar budaya melalui Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Nomor PM.89/PW.007/MKP/2011 sekaligus sebagai Cagar Budaya Peringkat Nasional melalui Keputusan Mendikbudristek Nomor 52/M/2023. Kini hotel tersebut juga dikenal sebagai hotel bintang empat yang jadi jujukan wisatawan karena lokasinya yang sangat strategis di jantung Kota Yogyakarta plus fasilitasnya yang lengkap. Kalau kamu, sudah pernah menginap di sini belum?

Baca Juga: Sejarah Gedung Pos Besar Jogja, Sejak Awal Jadi Kantor Surat Menyurat

Topik:

  • Paulus Risang

Berita Terkini Lainnya