6 Bangunan Bersejarah di Yogyakarta Bernuansa Kolonial

Kekuasaan kolonial Belanda memiliki sejarah panjang di Indonesia. Maka dari itu, gak heran bila kita dapat menemukan banyak bangunan peninggalan Belanda di berbagai daerah, termasuk di Yogyakarta.
Bangunan-bangunan ini sudah berdiri ratusan tahun, dan ditetapkan sebagai cagar budaya sekaligus daya tarik wisata. Yuk, intip deretan bangunan bersejarah di Yogyakarta yang membawa kita ke zaman kolonial!
1. Museum Benteng Vredeburg

Museum Benteng Vredeburg adalah salah satu bangunan bersejarah, sekaligus menjadi saksi bisu era kolonial di Yogyakarta. Benteng yang berlokasi di Kawasan Nol Kilometer (Nol KM) ini, sekarang telah dijadikan sebagai cagar budaya dan tempat wisata yang banyak dikunjungi wisatawan.
Benteng Vredeburg dibangun pada masa Pemerintahan Belanda di 1760 dan memiliki luas sekitar 2.100 m2. Menurut catatan sejarah, mulanya benteng ini dibangun sebagai pertahanan untuk menghalau musuh. Hal ini dapat dilihat dari bentuk bangunannya yang memiliki menara pengawas di setiap sudut bentengnya. Selain itu, terdapat pula parti yang mengelilingi benteng ini.
Namun, Benteng Vredeburg sudah mengalami banyak perubahan fungsi, terhitung sejak 1760-1830. Meskipun awalnya benteng ini berfungsi sebagai benteng pertahanan, namun benteng ini kemudian digunakan sebagai markas militer Belanda dan Jepang sampai 1945. Selanjutnya pada 1945-1977, benteng ini dialih fungsikan sebagai Mabes Militer RI.
Pada akhirnya di 1977, pihak militer menyerahkan Benteng Vredeburg kepada Permerintah Indonesia dan kemudian benteng ini digunakan sebagai Pusat Informasi dan Pengembangan Budaya Nusantara.
2. Museum Dharma Wiratama

Museum Dharma Wiratama adalah salah satu tempat bersejarah yang kental akan suasana kolonial. Museum ini merupakan warisan Belanda yang menyimpan banyak sejarah perjuangan bangsa Indonesia, terutama TNI AD dalam perjuangannya merebut kemerdekaan Indonesia.
Museum Dharma Wiratama berada di Jalan Jenderal Sudirman Nomor 47 Yogyakarta. Museum ini memiliki bentuk bangunan yang menarik lantaran bentuknya yang berbeda dengan gedung-gedung lainnya.
Melansir dari situs resmi Dinas Pariwisata Kota Yogyakarta, fungsi bangunan ini mengalami perubahan sesuai zaman yang terus berkembang. Berikut fungsi Museum Dharma Wiratama sesuai dengan perubahan zaman:
- Era Kolonialisme Belanda: Gedung ini merupakan rumah dinas untuk para pejabat administrasi perkebunan tebu Belanda di daerah DIY dan Jawa Tengah (Jateng).
- Era kolonialisme Jepang: Gedung ini dijadikan sebagai markas komando oleh Syudokan atau tentara Jepang wilayah DIY.
- Era Perang Kemerdekaan: Panglima Besar Jenderal Soedirman dan Letjend Oerip Soemohardjo menggunakan gedung ini sebagai markas penyusunan strategi TKR (Tentara Keamanan Rakyat).
- Era Orde Baru – Sekarang: Museum ini kemudian dialih fungsikan sebagai wisata museum TNI AD.
3. Gedung Bank Indonesia Yogyakarta

Gedung Bank Indonesia masuk dalam daftar bangunan kuno bergaya Eropa klasik dari peninggalan zaman kolonial Belanda yang berada Yogyakarta. Bangunan ini terdiri atas dua tingkat dan satu basement. Saat memasuki gedung ini, wisatawan akan melihat beragam arsitektur yang menunjukkan ciri khas bangunan Eropa. Selain itu, Gedung Bank Indonesia juga telah ditetapkan sebagai Cagar Budaya melalui Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata RI No. PM.07/PW.007/MKP/2010.
Gedung ini pertama kali dibuka pada 1 April 1879. Saat dibuka, Gedung Bank Indonesia menjadi kantor cabang dengan nama De Javasche Bank. Kantor ini kemudian mengalami perkembangan yang pesat saat dipimpin oleh G Vessering pada 1906. Saat itu, De Javasche Bank juga membuka beberapa kantor cabang lainnya yang tersebar di Indonesia.
Kemudian, pada 9 Maret 1942, kegiatan operasional De Javasche Bank sempat terhenti. Namun, pada awal kemerdekaan Indonesia, tepatnya pada 30 Desember 1948, kantor cabang Yogyakarta mulai beroperasi kembali. Tak lama setelahnya, kantor ini kembali ditutup pada 30 Juni 1949 bersamaan dengan Agresi Belanda ke-2. Baru akhirnya, pada 22 Maret 1950 De Javasche Bank kembali beroperasi.
Mengutip dari laman Balai Pelestarian Cagar Budaya Provinsi DIY, De Javasche Bank kemudian berubah nama menjadi Bank Indonesia sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 11/1953 pada 1 Juli 1953. Dengan demikian, seluruh kantor cabang De Javasche Bank berubah menjadi kantor cabang Bank Indonesia, termasuk di antaranya kantor cabang Yogyakarta.
4. Plengkung Gading

Plengkung Gading adalah peninggalan bersejarah yang berada di sekitar Keraton Yogyakarta. Dinamakan Plengkungan Gading karena memiliki bentuk seperti pintu gerbang yang melengkung.
Plengkungan Gading menjadi gerbang yang harus wisatawan lewati saat hendak masuk atau keluar dari kawasan Jeron Beteng di sekitar Keraton Yogyakarta. Dulunya Plengkung Gading berfungsi sebagai salah satu dari lima gerbang masuk wilayah Kraton Jogja.
Tak hanya berada di sisi selatan, ada empat plengkung lainnya yang memiliki nama dan terletak di masing-masing tempat yaitu:
- Plengkung Jagasura di barat
- Plengkung Tarunasura di utara
- Plengkung Jagabaya di barat daya
- Plengkung Madyasura di timur.
Selain itu, bangunan yang didominasi warna putih tersebut juga terkenal akan mitosnya yang dikatakan dapat menetralkan ilmu hitam. Konon katanya, orang yang memiliki ilmu hitam akan kehilangan kesaktian jika melewati bangunan tersebut.
5. Wisata Kota Tua

Berbeda dengan kawasan Kota Tua yang berada di daerah lainnya, Kota Tua Yogyakarta ini tidaklah terpusat dan terbagi atas beberapa loji. Loji pertama disebut sebagai loji kebon atau yang saat ini dikenal dengan Gedung Agung. Gedung ini dulunya pernah digunakan untuk istana kepresidenan saat Yogyakarta menjadi Ibukota Republik Indonesia.
Tak hanya itu, masih ada beberapa gedung peninggalan Belanda yang tersebar di berbagai lokasi. Gedung-gedung bersejarah tersebut antara lain:
- Gedung SMA 3 yang dahulu merupakan Gedung AMS (Algemene Middelbare School)
- Gedung SMA 5 yang dahulu merupakan Gedung Normalschool
- Gedung SMU BOPKRI 1 yang dahulu merupakan Gedung Christeijke MULO dan Akademi Militer.
Kemudian, masih ada banyak bangunan tua bersejarah peninggalan Belanda lain yang tak kalah unik yang bisa wisatawan kunnungi saat berada di Kota Tua Yogyakarta, yakni Gedung Asuransi Jiwasraya dan Gedung Bimo yang saat ini berfungsi sebagai gedung pertemuan.
Kawasan Kota Tua dengan beragam gedung-gedung eksotisnya itu seakan-akan menjadi warna dalam mempercantik wajah Kota Gudeg itu. Selain itu, kawasan Kota Tua Yogyakarta ini juga menjadi bukti nyata bahwa nusantara pernah menjadi wilayah jajahan Belanda.
6. Museum Keraton Yogyakarta

Keraton Yogyakarta adalah istana Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat yang memiliki bangunan yang luas dan terkenal dengan alun-alun utara dan alun-alun selatan yang kerap dikunjungi oleh wisatawan dan orang lokal. Meskipun banyak dikunjungi wisatawan, namun Keraton Yogyakarta ini masih menjadi tempat tinggal keluarga kesultanan lho!
Berdasarkan catatan sejarah menunjukan, Kraton Yogyakarta sudah ada dan dibangun sejak masa pemerintahan Sultan Hamengku Buwana I pada 7 Oktober 1756. Kemudian, tempat ini disempurnakan oleh para sultan berikutnya.
Sementara itu, Keraton Yogyakarta baru dibuka untuk masyarakat umum pada masa pemerintahan Sultan HB IX. Saat berada di sini, wisatawan disuguhkan dengan kemegahan dan kewibawaan para raja dan keluarganya saat memegang pemerintahan dari masa ke masa.
Selain itu, ada banyak koleksi mulai dari kain batik, lukisan Raden Saleh, gamelan pusaka, hingga koleksi pribadi Sri Sultan Hamengku Buwana IX. Museum Keraton terbagi menjadi:
- Museum Sri Sultan Hamengku Buwono IX
- Museum Kristal
- Museum Batik
- Museum Pameran Lukisan dan Foto.
Itulah beberapa bangunan bersejarah yang memiliki nuansa kolonial yang bisa kamu kunjungi saat berada di Yogyakarta. Kamu sudah pernah datang ke mana nih?