Mengenal Wedhus Gembel, Awan Panas yang Jadi Momok dari Merapi

Seberapa besar bahaya yang ditimbulkan awan panas?

Sleman, IDN Times - Pada awal Januari 2021, Gunung Merapi mulai memasuki fase erupsi baru 2021. Erupsi tersebut ditandai dengan munculnya lava pijar pada 4 Januari 2021, dan dilanjutkan dengan keluarnya awan panas guguran atau yang disebut wedhus gembel pada 7 Januari 2021.

Lalu, seperti apa wedhus gembel itu? Kenapa masyarakat di sekitar lereng Merapi menamai awan panas sebagai wedhus gembel?

Merujuk pada artikel Badan Geologi, Kementerian Energi dan Sumberdaya Mineral (ESDM), istilah wedhus gembel ini sudah lama digunakan oleh warga Merapi, bahkan berabad-abad lamanya. Alasan penamaan wedhus gembel ini lantaran visual awan panas seperti domba-domba yang sedang menyusuri lereng gunung.

Baca Juga: 5 Fakta Sejarah Gunung Merapi, Usianya Sudah 400 Ribu Tahun!

1. Awan panas dibedakan menjadi dua

Mengenal Wedhus Gembel, Awan Panas yang Jadi Momok dari MerapiDok: BPPTKG

Wedhus gembel ini memiliki nama ilmiah pyroclastic density flow, yang merupakan zat padat (debu vulkanik dengan ukuran mulai dari ash sampai lapili), dan fase gas (CO2, sulfur, klor, uap air dan lainnya) yang bercampur udara. 

Jika dilihat dari karakteristiknya, awan panas ini dibedakan menjadi dua macam. Yakni awan panas letusan dan awan panas guguran. Untuk awan panas letusan sendiri muncul akibat hancuran magma oleh suatu letusan, di mana partikel-partikel terlempar secara vertikal dan horizontal. Kekuatan penghancuran material magma saat letusan ditentukan oleh kandungan gas vulkanik dalam magma.

Sedangkan untuk awanpanas guguran terjadi akibat runtuhnya kubah lava bersuhu sekitar 500-600 derajat Celsius oleh tekanan magma dan pengaruh gravitasi. Lantaran terbentuk terutama karena pembongkaran kubah lava yang sudah ada sebelumnya oleh proses gravitasi, fragmen penyusun awan panasnya relatif besar. Demikian pula kekuatan luncurnya terutama hanya oleh beratnya sendiri sehingga jangkauan atau jarak luncurnya tidak begitu besar.

Untuk kecenderungan arah luncuran massa awan panas, hal ini ditentukan oleh arah aliran-aliran hulu sungai di lereng gunung api yang berada di bawah posisi kubah lava yang terluncurkan. Material beratnya akan meluncur di dalam alur sungai, sedangkan awan yang kelihatan bergulung-gulung akan menyelimuti aliran masa awan panas dan melebar ke tepian alur hulu sungai di kiri kanan dari alur tersebut.

2. Tipe awan panas Merapi adalah awan panas guguran

Mengenal Wedhus Gembel, Awan Panas yang Jadi Momok dari MerapiAwanpanas guguran Gunung Merapi. Dok: BPPTKG

Awan panas yang terjadi di Gunung Merapi umumnya termasuk dalam awan panas guguran. Gaya berat kubah lava atau bagian dari kubah lava yang runtuh menentukan laju dari awan panas. Ketika volume kubah lava yang runtuh semakin besar, maka akan semakin cepat dan jauh pula jangkauan awan panas.

Pada umumnya kubah lava yang terbentuk di puncak berbentuk memanjang menjulur ke arah lerengnya. Orientasi dari kubah lava ini yang menentukan arah awan panas yang akan terjadi. Namun demikian kubah lava di puncak Merapi tidak tunggal dalam arti ada banyak kubah lava yang tidak runtuh dan kemudian menjadi bagian dari morfologi puncak gunung Merapi.

Kestabilan kubah lava sangat tergantung dari keadaan dasar kawah di mana suatu kubah terbentuk. Namun, jika dibandingkan dengan kubah lava yang sudah dulu terbentuk, seringkali kubah lava baru, kondisinya lebih tidak stabil.

3. Seberapa bahayakah awanpanas?

Mengenal Wedhus Gembel, Awan Panas yang Jadi Momok dari MerapiAwanpanas guguran Gunung Merapi. Dok: BPPTKG

Kepala Pusat Studi Bencana (PSBA) UGM, Dr. Agung Harijoko menjelaskan, potensi bahaya yang diakibatkan oleh adanya awan panas ini sangat besar. Merujuk pada kejadian erupsi 2010, awan panas Merapi memiliki suhu kurang lebih di atas 400 derajat Celsius. Jika ini mengenai pemukiman warga, maka akan sangat berbahaya karena memiliki kecepatan dan kekuatan tinggi.

Agung menjelaskan, sebenarnya bukan hanya awan panasnya saja yang berbahaya, namun juga suhu di sekitar awan panas yang juga tidak aman.

"Udaranya saja sudah tidak aman bagi pernapasan manusia. Karena paru-paru kita juga tidak kuat menghirup udara panas," terangnya.

Agung menjelaskan, hal lain yang perlu diperhatikan jika ada kejadian awan panas adalah aktivitas di sekitar sungai yang berhulu di Gunung Merapi. Menurutnya, awan panas tersebut bisa juga mengalir menuju sungai-sungai, sehingga potensi bahaya yang ditimbulkan juga besar.

"Saat ini paling banyak sungai kita hati-hati, terutama sungai yang dilewati oleh aliran awan panas, walaupun sekarang masih kecil-kecil," jelasnya.

4. Sejarah letusan besar Merapi

Mengenal Wedhus Gembel, Awan Panas yang Jadi Momok dari MerapiRumah warga Lereng Merapi yang ludes akibat Erupsi Gunung Merapi 2010. Dok: istimewa

Melansir situs resmi Kementerian ESDM, letusan besar Gunung Merapi tercatat pada tahun tahun 1006, 1786, 1822, 1872, dan 1930. Pada tahun 2010, bukan hanya harta benda, ratusan penduduk yang berada di sekitar Gunung Merapi pun menjadi korban.

Berdasarkan catatan Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, Gunung Merapi mulai aktif pada tahun 1006. Di mana pada letusan pertama tersebut menyebabkan seluruh pulau Jawa tertutup abu. Sementara, di tahun 1930, sebanyak 1.370 orang di 13 desa di sekitar Merapi jadi korban keganasan wedhus gembel.

Jika dirata-rata, Gunung Merapi ini memiliki siklus letusan terpendek yang terjadi setiap antara 2-5 tahun dan siklus menengah setiap 5-7 tahun. Untuk letusan terpanjang sendiri sempat terjadi selama lebih dari 30 tahun, yakni di masa awal keberadaannya sebagai gunung api. Memasuki abad ke-16, siklus terpanjang Merapi dicapai selama 71 tahun ketika jeda ketika meletus pada tahun 1587 dan meletus kembali di 1658.

Pada umumnya, setiap letusan Gunung Merapi selalu diawali dengan gejala yang jelas. Gejala tersebut pada umumnya peningkatan aktivitas Merapi berawal dari adanya gempa bumi vulkanik-dalam, lalu disusul dengan munculnya gempa vulkanik-dangkal sebagai realisasi migrasinya fluida ke arah permukaan.

Ketika kubah lava mulai terbentuk, gempa fase banyak mulai terjadi dan diikuti dengan semakin besarnya jumlah gempa guguran akibat meningkatnya guguran lava. Dalam kondisi demikian, tubuh Merapi mulai terdesak dan mengembang yang dimonitor dengan pengamatan deformasi.

Baca Juga: Ini Bahaya Erupsi Efusif Merapi Versi Kepala Pusat Studi Bencana UGM 

Topik:

  • Paulus Risang

Berita Terkini Lainnya