Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

PUKAT: Praktik Jual Beli Seragam Sekolah Bisa Dijerat Pasal Korupsi

Ilustrasi toko seragam sekolah. (IDN Times/Anggun Puspitoningrum)

Sleman, IDN Times - Pusat Kajian Anti Korupsi Universitas Gajah Mada (Pukat UGM) menilai pihak sekolah pelaku praktik jual-beli seragam bisa dikenai Undang-undang (UU) tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

 

1. Kena pasal pemberantasan tipikor

Penjualan seragam sekolah di Toko HA Kadir Jalan Kauman Semarang meningkat seiring pemberlakuan pembelajaran tatap muka (PTM) 100 persen. (IDN Times/Anggun Puspitoningrum)

Peneliti Pukat UGM Zainur Rohman mengatakan, pihak sekolah yang terbukti menjalankan praktik jual-beli seragam disertai penggelembungan atau mark up dan dengan niatan menguntungkan diri bisa terancam Pasal 12 huruf e UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

"Kalau Pasal 2 dan 3 Tipikor tidak bisa, karena di situ gak ada unsur merugikan keuangan negara. Yang bisa digunakan itu Pasal 12 huruf e UU Nomor 20 Tahun 2001," kata Zaenur, Senin (26/9/2022).

 

2. Unsur pemerasan

ilustrasi transaksi. (IDN Times/Aditya Pratama)

Penggelembungan harga, lanjut Zaenur, kian menguatkan unsur dugaan pidana pemerasan lantaran ada upaya meraup keuntungan diri sendiri atau untuk pihak tertentu.

Mengacu pada PP nomor 17 Tahun 2010 tentang pengelolaan, penyelenggaraan pendidikan, serta Permendikud nomor 45 Tahun 2014 tentang pakaian seragam sekolah bagi peserta didik jenjang pendidikan dasar dan menengah, Zaenur memastikan adanya unsur melawan hukum dari pihak sekolah.

Ia menerangkan, aturan berlaku melarang pegawai negeri atau penyelenggara negara menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum. Atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya, memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran dengan potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri.

"Bahasanya pemerasan dalam jabatan. Di situ kalau ada pegawai negeri dengan maksud menguntungkan diri dapat dikatakan melawan hukum karena dia bertentangan dengan PP dan Permindikbud," imbuhnya.

Pihak yang dirugikan dalam hal ini orangtua atau wali murid atau lembaga pemerhati pendidikan bisa melapor ke kepolisian.

"Namun harus dapat dibuktikan dulu, di sini harus ada unsur pemaksaan (sebelum mengambil langkah hukum)," ucap Zaenur menambahkan.

3. Dinas harus jatuhkan sanksi

IDN Times/Hana Adi Perdana

Dari sisi administrasi, Zaenur meminta Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) DIY maupun kabupaten/kota bersikap tegas melihat adanya temuan ini. Setelah ada proses pembuktian, pemerintah semestinya menjatuhkan sanksi kepada sekolah yang terbukti melakukan upaya pemerasan berkedok jual-beli seragam.

"Disdik (Dinas Pendidikan) harus berikan sanksi kepada sekolah. Pertama, jelas harus memberikan perintah menghentikan jual beli seragam di sekolah. Kemudian memberikan sanksi guru atau kepala sekolah yang terlibat. Ketiga, beri penjelasan masyarakat bahwa tidak ada ketentuan jual beli seragam di sekolah," pungkasnya.

Ombudsman Republik Indonesia (ORI) DIY sebelumnya melaporkan temuan modus baru praktik jual-beli seragam yang melibatkan salah satu oknum satuan pendidikan. Sekolah diduga bersekongkol mengundang pihak toko seragam untuk presentasi pakaian sekolah di depan wali murid.

Temuan Ombudsman berdasarkan bukti berupa kertas kuitansi menunjukkan adanya selisih harga jual dari toko dan sekolah dengan biaya di pasaran. Nominal tertera di kuitansi untuk lima setel seragam dihargai Rp1,175 juta. Selisihnya mencapai Rp300 ribu hingga Rp500 ribu dari pasaran.

Dengan nominal keuntungan itu, jika dikalikan jumlah siswa baru dengan asumsi minimal 100 murid setiap satu dari 350 sekolah se-DIY, maka totalnya mencapai Rp10,5 miliar. Sementara total keuntungan per satu sekolah diperkirakan sampai Rp30 juta.

Ombudsman DIY juga menduga sekolah menjadikan Paguyuban Orang Tua siswa (POT) sebagai boneka demi kelancaran praktik jual-beli seragam ini. Padahal, fungsi dan peran paguyuban ini tak tertera dalam peraturan karena sudah dijalankan oleh komite sekolah.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Tunggul Damarjati
EditorTunggul Damarjati
Follow Us