Pelaku Judol Akali Sistem Digerebek, Ketua RT Ngaku Warga Tak Tahu

- Ketua RT tidak diajak oleh polisi saat penggerebekan
- Warga tak tahu ada aktivitas judol di wilayahnya dan tidak tahu siapa yang lapor polisi
- Warga bungkam terkait penggrebekan judol di wilayahnya
Bantul, IDN Times - Sebuah rumah di Padukuhan Plumbon RT 11, Kalurahan Banguntapan, Kapanewon Banguntapan, Kabupaten Bantul, digerebek jajaran Polda DIY beberapa waktu lalu. Dari lokasi, penyidik mengamankan lima orang yang diduga terlibat judi online atau judol, masing-masing RDS (32), NF (25), EN (31), DA (22), dan PA (24).
Ketua RT 11 Padukuhan Plumbon, Sutrisno, mengaku tidak mengetahui proses penggerebekan di salah satu rumah warganya. Saat kejadian, tidak ada permintaan dari penyidik untuk menyaksikan penggerebekan yang belakangan diketahui terkait kasus judi online.
"Saya ndak tahu kapan penggerebekan itu terjadi. Saya juga tidak bisa menjelaskan saat penggerebekan itu berlangsung saya sedang di mana dan lagi apa," ujarnya kepada awak media, Senin (11/8/2025).
1. Ketua RT tidak diajak oleh polisi saat penggerebekan

Meski tak mengetahui pasti kapan penggerebekan berlangsung, Sutrisno mendapat kabar dari warga bahwa ada polisi datang dan mengamankan lima orang dari rumah yang berjarak sekitar 130 meter dari kediamannya. Namun, informasi yang ia terima masih simpang siur.
"Jadi informasinya tidak jelas sehingga saya tidak menyampaikannya. Kalau kabar itu bisa dipertanggungjawabkan, maka akan saya sampaikan," tuturnya. "Saat penggerebekan saya juga tidak diajak pihak kepolisian," tambahnya.
Sutrisno mengaku, sekitar sepekan lalu, ada warga yang menunjukkan video di YouTube berisi rilis atau konferensi pers Polda DIY terkait pengungkapan kasus judi online di dekat rumahnya.
"Dulu tempat itu (lokasi kejadian) bukan untuk judol. Tapi untuk apanya, itu juga enggak jelas. Informasinya seperti itu, tapi kok berkembang dan akhirnya mengarah ke judi online," ucapnya.
2. Tidak tahu siapa yang lapor polisi

Terlepas dari itu, Sutrisno mengaku hingga kini tidak mengetahui siapa yang melaporkan adanya aktivitas judi online kepada Polda DIY. Ia menegaskan, selama ini warga juga tidak mengetahui jika di lokasi tersebut ada kegiatan judol. Meski begitu, ia mengimbau warganya untuk mencari rezeki dengan cara halal dan tidak terlibat dalam praktik tersebut.
"Apalagi pinjaman online. Kebanyakan kan buntungnya lebih banyak daripada untungnya. Itu juga kasihan keluarga. Apalagi sekarang kita tahu kondisi ekonomi masyarakat Indonesia sedang sulit," pesannya.
Saat ditanya apakah pernah bertemu para pelaku judol, Sutrisno mengaku tidak mengenalnya. Pasalnya, di depan lokasi kejadian terdapat kos-kosan laki-laki, sehingga ia tidak mengetahui wajah para pelaku.
"Saya enggak tahu mereka (para pelaku) itu siapa," jelasnya.
3. Warga bungkam terkait penggrebekan judol di wilayahnya

Sejumlah warga memilih bungkam dan enggan berkomentar terkait penggerebekan pelaku judi online di wilayah mereka.
"Saya tidak tahu, silakan tanya saja sama Pak RT," ujar salah satu warga yang enggan disebutkan namanya.
Warga lain yang rumahnya dekat dengan lokasi kejadian juga mengaku tidak mengetahui penggerebekan yang dilakukan Polda DIY.
"Saat penggerebekan saya tidak di rumah. Yang digerebek itu kos-kosan laki-laki, sehingga saya tidak tahu kegiatannya apa saja," ungkap warga tersebut yang juga meminta namanya tidak disebutkan.
4. Polda DIY tangkap 5 pelaku

Polda DIY membongkar praktik judi online (judol) terorganisir di sebuah rumah kawasan Banguntapan, Bantul, Kamis (10/7/2025). Dalam penggerebekan itu, lima pelaku ditangkap saat mengoperasikan empat unit komputer dengan masing-masing 10 akun judol. RDS, otak komplotan ini, mencari situs judol berpromo dan memberikan modal kepada empat pelaku lain.
“RDS ini bosnya, dia yang menyiapkan link atau situs, kemudian menyuruh empat orang karyawannya untuk memasang,” kata Slamet saat rilis kasus di Mapolda DIY, Kamis (31/7/2025).
Polisi mengungkap para pelaku memanfaatkan celah promo situs judi untuk meraup keuntungan dari setiap pembukaan akun atau situs baru. Aksi ini sudah berlangsung setahun, dengan RDS meraup sekitar Rp50 juta per bulan, sementara empat anggotanya menerima Rp1,5 juta per pekan. Dari lokasi, polisi menyita barang bukti berupa tangkapan layar situs perjudian, lima ponsel, empat komputer, dan satu plastik berisi SIM bekas.
Kelima pelaku kini berstatus tersangka dan dijerat Pasal 45 Ayat 3 Jo Pasal 27 Ayat 2 UU Nomor 1 Tahun 2024 serta Pasal 303 KUHP dengan ancaman maksimal 10 tahun penjara dan denda hingga Rp10 miliar.
“Untuk pidananya yakni pidana penjara paling lama sepuluh tahun dan/atau denda paling banyak Rp10 miliar,” ujar Slamet.