Ojol Mengaku Auditor OJK Tipu Mahasiswi Jogja yang Terjerat Pinjol

- Penipuan daring berkedok auditor OJK
- Pelaku jaring korban via live medsos
- Pakai data pribadi korban buat tarik pinjaman puluhan juta rupiah
Sleman, IDN Times - Kepolisian Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) mengungkap dugaan aksi penipuan secara daring bermodus mengaku-ngaku sebagai auditor Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Dalam aksinya, pelaku berinisial AS (38) asal Kota Surabaya, Jawa Timur ini mengaku mampu membantu menghapuskan utang pinjaman online (pinjol) kepada setiap korbannya.
"Berdasarkan pengakuan dari pelaku sudah lebih dari 100 korban untuk yang modus sebagai auditor OJK tadi untuk menghapus utang dari pinjol," kata Dirreskrimsus Polda DIY Kombes Pol Wirdhanto Hadicaksono.
1. Menjaring korban dari live medsos

Wirdhanto menuturkan, pelaku dalam aksinya menjaring para korbannya dengan memantau sebuah siaran siaran langsung atau live media sosial yang membahas cara menghapus utang pinjol.
Salah satu korban terjaring adalah TA, seorang mahasiswi asal Kota Yogyakarta, yang memiliki utang pinjol dari sejumlah aplikasi legal.
Awal mula korban masuk ke dalam radar pelaku adalah ketika ia menanyakan materi konten secara lebih detail lewat kolom komentar live TikTok.
"Nah ketika korban itu terlihat di live TikTok akhirnya pelaku bisa mengambil sinyal tersebut melihat bahwa ini sepertinya adalah korban yang memang membutuhkan penjelasan lebih dalam," jelas Wirdhanto.
Pelaku selanjutnya mengontak korban via fitur pesan langsung dan berlanjut ke aplikasi WhatsApp. Di titik ini, AS mulai mengaku-ngaku berprofesi sebagai auditor OJK.
TA mulai terperdaya dan bersedia mengikuti setiap arahan pelaku. Korban makin antusias setelah muncul iming-iming bonus IPhone 15 jika mau mendengarkan instruksi pelaku. Selanjutnya, korban diarahkan untuk mengunduh beberapa aplikasi, macam Kredit Pintar, Home Credit serta SPayLater.
Kata Wirdhanto, pelaku memiliki banyak nomor kontak serta akun email yang disediakan untuk setiap korbannya sebagai persyaratan mendaftar aplikasi-aplikasi tadi.
2. Pakai data pribadi korban buat tarik pinjaman puluhan juta rupiah
Kanit I Subdit V/Siber Ditreskrimsus Polda DIY AKP Ardiansyah Rolindo Saputra menambahkan, pelaku kepada korban memang hanya meminta data pribadi berupa KTP, alamat email dan foto selfie. Akan tetapi, tanpa sepengetahuan korban, data-data itu dipakai sebagai syarat pinjaman ke aplikasi pinjol.
Namun, lantaran sudah tak bisa lagi menggunakan data pribadinya, TA memakai KTP milik sang ibu dan menyerahkannya kepada pelaku. Kata Rolindo, pelaku kemudian berhasil menarik duit Rp1,6 juta dan Rp33,6 juta dari dua aplikasi berbeda yang dikirim ke rekening korban.
Menurut Rolindo, saat itu pelaku berdalih bahwa itu adalah uang dari perusahaan dan ia meminta agar duit tersebut ditransfer ke rekeningnya.
TA turut diarahkan agar meminjam Rp1,5 juta via SPayLater untuk membeli barang yang dikirim kepada pelaku. Sehingga, total kerugian yang dialami korban mencapai sekitar Rp36,6 juta.
"Korban dengan ketidaktahuan dan kepolosannya ngikut-ngikut aja, namanya dia udah tergambar utangnya bakal lunas, terus dijanjikan dapat langsung IPhone," kata Rolindo.
3. Tak pernah mendapat notifikasi pinjaman, mendadak didatangi DC

Di satu sisi korban juga tak mendapat notifikasi soal pinjaman yang dilakukan oleh pelaku. Pasalnya, alamat email yang digunakan pada aplikasi sudah diganti dengan milik pelaku.
Korban baru mengetahui dirinya memiliki sejumlah tunggakan ketika ia didatangi oleh para penagih utang alias debt collector (DC).
"Jadi makanya orang itu (aplikator) tidak bisa menghubungi si korban kan karena emailnya diganti. Korban udah merasa aman, nggak ada pinjol segala macam yang ngehubungin lagi. Padahal, tunggakan tetap harus dibayar, tiba-tiba DC yang datang," kata Rolindo.
Rolindo menyebut modus yang dipakai pelaku kurang lebih sama sewaktu menyasar ratusan korban lainnya. Sementara korban TA akhirnya melaporkan peristiwa ini ke Polda DIY.
Tim Subdit Siber Ditreskrimsus selanjutnya melakukan langkah-langkah penyelidikan, termasuk forensik digital maupun laboratoris untuk melakukan identifikasi pelaku.
Polisi pun akhirnya berhasil mengamankan sosok AS yang ternyata bukan berprofesi sebagai auditor OJK, melainkan seorang pengemudi ojek online alias ojol.
Dari kasus ini, polisi menyita serangkaian barang bukti berupa 1 unit handphone, 1 unit tablet, 1 buah kartu SIM, 32 akun Gmail, 7 akun TikTok dan 1 buah rekening.
Polisi menetapkan AS sebagai tersangka. Dia dijerat Pasal 45A ayat 1 Jo pasal 28 ayat 1 UU No 1/2024 tentang perubahan kedua atas UU No 11/2008 tentang Informasi dan transaksi elektronik dan/atau pasal 378 KUHP. Ancaman hukumannya yakni pidana penjara maksimal 6 tahun dan/atau denda paling banyak Rp1 miliar.