Kasus Kekerasan Seksual, Guru Besar UGM Dipecat dari Posisi Dosen

- UGM memberhentikan Edy Meiyanto dari jabatan dosen sebagai sanksi atas kasus kekerasan seksual yang terbukti dilakukannya.
- Komite Pemeriksa Satgas UGM menyatakan Edy terbukti melakukan kekerasan seksual, melanggar regulasi UGM, dan kode etik dosen.
- Edy juga dicopot dari jabatan Ketua Cancer Chemoprevention Research Center (CCRC) Fakultas Farmasi berdasarkan Keputusan Dekan Farmasi UGM pada Juli 2024.
Sleman, IDN Times - Universitas Gadjah Mada (UGM) menyatakan telah memberhentikan tetap Edy Meiyanto, guru besar Fakultas Farmasi kampus tersebut dari posisi dosen.
Pemberhentian ini merupakan sanksi atas kasus kekerasan seksual yang menjerat Edy, sebagaimana awalnya dilaporkan oleh pimpinan Fakultas Farmasi UGM kepada Satgas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) UGM.
1. Sanksi sesuai aturan kepegawaian kampus

Sekretaris Universitas UGM, Andi Sandi Antonius, menuturkan sanksi dijatuhkan menyusul temuan, catatan, dan bukti-bukti dalam proses pemeriksaan, Komite Pemeriksa bentukan Satgas UGM yang menyatakan Edy terbukti telah melakukan kekerasan seksual.
"Pimpinan Universitas Gadjah Mada juga sudah menjatuhkan sanksi kepada Pelaku berupa pemberhentian tetap dari jabatan sebagai dosen. Penjatuhan sanksi ini dilaksanakan sesuai dengan peraturan kepegawaian yang berlaku," kata Andi Sandi dalam keterangan yang diterima, Minggu (6/4/2025).
Menurut Andi Sandi, Komite Pemeriksa menyimpulkan bahwa Edy sebagai terlapor terbukti melakukan tindakan kekerasan seksual yang melanggar Pasal 3 ayat (2) Huruf l Peraturan Rektor UGM No. 1 Tahun 2023 dan Pasal 3 ayat (2) Huruf m Peraturan Rektor UGM No. 1 Tahun 2023.
Andi Sandi menambahkan, Edy selaku terlapor juga terbukti sudah melanggar kode etik dosen. Adapun hasil putusan penjatuhan sanksi didasarkan pada Keputusan Rektor UGM nomor 95/UN1.P/KPT/HUKOR/2025 tentang Sanksi terhadap Dosen Fakultas Farmasi, tertanggal 20 Januari 2025 lalu.
2. Copot jabatan lain dari terlapor

Selain itu, Andi Sandi menekankan jika universitas dan fakultas sudah membebaskan Edy dari kegiatan tridharma perguruan tinggi, serta jabatan sebagai Ketua Cancer Chemoprevention Research Center (CCRC) Fakultas Farmasi berdasarkan pada Keputusan Dekan Farmasi UGM pada 12 Juli 2024.
Andi menegaskan, apa yang dilakukan universitas dan fakultas itu merupakan langkah awal dalam mengutamakan kepentingan para korban dari Edy.
"Keputusan Dekan Farmasi ini ditetapkan jauh sebelum proses pemeriksaan selesai dan dijatuhkan sanksi kepada yang bersangkutan, untuk kepentingan para korban dan untuk memberikan jaminan ruang aman bagi seluruh sivitas akademika di fakultas," tutur Andi.
Melalui Satgas PPKS, UGM terus memberikan pelayanan, perlindungan, pemulihan, dan pemberdayaan kepada korban sesuai dengan kebutuhan para masing-masing.
3. Kasus kekerasan seksual gubes farmasi UGM

Sebelumnya diberitakan, Guru Besar Fakultas Farmasi UGM, Edy Meiyanto dinyatakan terbukti melakukan kekerasan seksual yang dilakukannya sepanjang 2023-2024 lalu. Sekretaris Universitas UGM, Andi Sandi Antonius mengatakan, terkuaknya kasus ini bermula dari laporan dugaan kekerasan seksual oleh Edy yang muncul awal 2024 silam.
"Jadi memang dugaan itu disampaikan oleh pimpinan fakultas (Farmasi). Pimpinan fakultas yang menyampaikan ke kami," kata Andi saat dihubungi, Jumat (4/4/2025).
Andi tak merinci soal korban Edy, tapi dia bilang ada 13 orang yang dimintai keterangan Satgas PPKS. Belasan orang itu terdiri dari saksi serta korban.
"Apakah ini seluruhnya mahasiswa atau pun ada juga tendik dosen, kami tidak melihat detail itu," imbuhnya.
4. Kekerasan seksual di luar lingkungan kampus

Hasil pemeriksaan internal mengungkap tindak kekerasan seksual oleh Edy terjadi di luar lingkungan kampus selama 2023-2024.
Padahal, regulasi UGM mengatur bahwa seluruh aktivitas perkuliahan harus dilakukan di lingkungan kampus dan Edy tidak mengindahkannya.
"Dilihat dari ininya (modus) ada diskusi, ada juga bimbingan, ada juga pertemuan di luar untuk membahas kegiatan-kegiatan ataupun lomba yang sedang diikuti," kata Andi Sandi.
Serangkaian proses investigasi Satgas PPKS akhirnya memastikan Edy terbukti melakukan kekerasan seksual. Dia telah melangkahi Pasal 3 ayat 2 Peraturan Rektor UGM Nomor 1 tentang PPKS. Hasil investigasi berujung rekomendasi untuk segera menskorsing atau membebastugaskan Edy dari sejumlah jabatannya.
Tak cukup sampai di situ, lanjut Andi, rektorat kini juga sedang mengurus pemberhentian tetap atau pemecatan Edy sebagai ASN. Pasalnya, menurut Andy, pertengahan Maret 2025 kemarin Mendikti Saintek memutuskan untuk mendelegasikan langsung kepada rektor UGM urusan pemberhentian tetap Edy.
"Dan keputusan rektornya itu menyebutkan yang bersangkutkan untuk dikenai sanksi sedang sampai berat," tutur Andi Sandi.
"Oleh karena itu, kami ini setelah waktu liburan Idul Fitri ini, kita akan menetapkan keputusan itu," sambungnya.
Sementara Kemendikti Saintek nantinya juga akan menentukan status guru besar Edy imbas kemunculan kasus ini.