Hasil Sensus Pertanian BPS Penting untuk Ambil Kebijakan

Yogyakarta, IDN Times - Sensus Pertanian berlangsung setiap 10 tahun sekali dan sedang dilaksanakan di DIY. Tahun ini, sensus tersebut dilakukan pada 1 Juni–31 Juli 2023. Sensus Pertanian 2023 disambut sangat baik oleh Wakil Gubernur DIY, KGPAA Paku Alam X, mengingat pentingnya database pertanian untuk menentukan banyak kebijakan.
1. Data penting untuk pengambilan kebijakan

Sri Paduka mengatakan, meskipun wilayah DIY terbilang kecil dan cukup padat penduduk, namun DIY berupaya untuk menjaga kelangsungan pertanian. Pertanian menurutnya, cukup banyak mempengaruhi pertumbuhan ekonomi di DIY.
Permakanan menjadi salah satu yang paling berkaitan erat dengan pertanian. Berangkat dari pertanian, hal ini dapat juga berpengaruh pada kemiskinan maupun inflasi di DIY. Oleh karena itu, Sri Paduka mengatakan perlu data-data yang akurat terkait dengan pertanian tersebut untuk memastikan berbagai kebijakan.
“DIY berupaya menjaga lahan pertanian yang memang terbatas. Juga berupaya menggali potensi untuk bisa berinovasi pada pertanian hidroponik dan sebagainya untuk menyiasati keterbatasan lahan. Maka data dari sensus pertanian ini menjadi penting untuk bisa kami menyusun strategi kebijakan,” ujar Sri Paduka.
Sri Paduka juga menghimbau masyarakat untuk mendukung sensus pertanian ini agar berjalan lancar dan tepat waktu. Dukungan masyarakat menjadi hal paling pokok, mengingat yang sedang dilakukan pemerintah ini didasari kepentingan untuk mengakomodasi kebutuhan kesejahteraan masyarakat.
2. Sensus menyasar perkotaan dan pedesaan

Usai bertemu Sri Paduka, Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) DIY, Herum, menjelaskan sensus yang sudah berjalan sekitar 2 minggu ini menurutnya berjalan dengan baik. Meskipun hasil sementara belum bisa dilihat, namun secara dashboard pemantauan telah berjalan dengan baik.
Herum menambahkan, meskipun jangka waktu sensus pertanian ini selama 2 bulan, khusus untuk Kota Yogyakarta hanya 1 bulan saja waktu yang diberikan. Hal ini karena lahan pertanian di wilayah ini berbeda dengan di kabupaten. Lahan pertanian di kota Yogyakarta yang tercatat hanya 50 hektare saja memunculkan tradisi urban farming. Hal ini juga termasuk dalam sasaran Sensus Pertanian.
“Kami menyasar perkotaan maupun pedesaan, cuma memang metodenya yang berbeda. Kalau di perkotaan lebih ke snowball, jadi petugas kami menanyakan baik aparat setempat seperti ketua RT juga tokoh yang bisa memberikan informasi terkait kegiatan pertanian. Kemudian secara snowball akan wawancara rumah tangga yang mengusahakan pertanian. Untuk yang di kabupaten sistemnya door to door jadi setiap petugas akan mendatangi sesuai dengan wilayah kerja yang sudah ditentukan,” jelasnya.
Herum mengatakan, urban farming adalah salah satu output yang dilakukan dan menjadi salah satu tujuan data yang akan diperoleh. Melalui sensus pertanian, akan terlihat pola dan struktur pertanian di DIY seperti apa.
3. Sensus akan menyajikan data yang lebih legal

Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan DIY, Sugeng Purwanto, mengatakan legal formal terkait dengan ekspose data ada berada di tangan BPS. Sensus pertanian akan menghasilkan data resmi dari pusat untuk kepentingan daerah. Selama ini, DIY memang memegang data sektor sebagai untuk dasar perencanaan, namun hal ini tidak cukup, dan wajib dilengkapi dengan data yang lebih global lagi untuk menentukan kebijakan lebih lanjut.
“Adanya sensus pertanian tahun ini akan menyajikan data-data yang lebih legal untuk dijadikan bahan kebijakan, bahan evaluasi, meskipun kami tidak menafikan bahwa data sektor itu juga sangat penting. Terkadang kan ada satu indikator kalau di BPS ini kan sifatnya boleh generalis tapi kan ada data-data yang sifatnya lex specialis karena lokus tempatnya, potensinya, serta masyarakat, masih diperlukan,” jelas Sugeng.
Data legal yang diekspos oleh BPS ini berawal dari data sektor. Setelahnya, dikomunikasikan dengan BPS melalui mekanisme yang sudah ditentukan. Ia mengakui sangat terbantu dengan data dari sensus pertanian dari BPS untuk menindaklanjuti pertanian di DIY.