Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Guru Besar UGM Sebut Kebijakan Blokir Rekening sebagai Brute Force

ilustrasi rekening bank
ilustrasi rekening bank (freepik.com/rawpixel.com)
Intinya sih...
  • Banyak faktor rekening nganggur, seperti promo, demonstrasi layanan bank, dan lupa membuka rekening
  • PPATK bisa bekerja sama dengan instansi lain untuk deteksi penyalahgunaan rekening
  • Pemerintah perlu memperbaiki sistem kebijakan dan melakukan evaluasi terstruktur
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Sleman, IDN Times - Kebijakan pemblokiran rekening “menganggur” oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dinilai sebagai “brute-force” atau kebijakan yang sifatnya coba-coba dan kurang memertimbangkan banyak aspek.

Hal tersebut disampaikan Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisipol), Universitas Gadjah Mada, Prof. Dr. Wahyudi Kumorotomo. Menurutnya, bukan pertama kali pemerintah mengeluarkan sejumlah kebijakan yang kurang matang. “Sudah sekian kali rakyat menyaksikan bahwa kebijakan yang diambil oleh rezim pemerintah sekarang ini kurang profesional yang jika dibiarkan berulang-kali terjadi akan berpotensi semakin menggerus legitimasi Presiden,” katanya, Rabu (6/8/2025).

1. Ada banyak faktor rekening nganggur

Ilustrasi ATM (Unsplash.com/Jake Allen)
Ilustrasi ATM (Unsplash.com/Jake Allen)

Wahyudi beralasan dari jutaan rekening yang diblokir PPATK tentunya ada berbagai alasan yang mengakibatkan rekening menjadi pasif atau tidak ada aktivitas dalam tiga bulan terakhir. Sebagai contoh, kata Wahyudi, seperti mendapatkan promo, pembukaan rekening untuk demonstrasi layanan bank, untuk penyaluran bantuan sosial, atau sebagian nasabah lupa bahwa pernah membuka rekening di bank tertentu. Faktor-faktor tersebutlah yang luput dipertimbangkan pemerintah.

“Risiko penyalahgunaan rekening menganggur untuk hasil judi online atau pencucian uang memang ada. Tapi tindakan pemblokiran tanpa melihat alasan mengapa rekening itu menganggur juga bukan tindakan bijaksana,” kata Wahyudi.

2. PPATK bisa bekerja sama dengan instansi lain

Ilustrasi rekening ATM (freepik.com/Dragana_Gordic)
Ilustrasi rekening ATM (freepik.com/Dragana_Gordic)

Menurut Wahyudi pemerintah kurang bisa menerapkan prosedur RIA (Regulatory Impact Assessment) sehingga dampak negatif dari sebuah kebijakan tidak diantisipasi sejak dini. Akibatnya, masyarakat kembali menjadi korban dari kebijakan pemerintah.

Jika ingin mendeteksi atau mencegah penyalahgunaan rekening untuk tindakan ilegal, kata Wahyudi, PPATK bisa bekerja sama dengan instansi yang mengawasi aktivitas keuangan, seperti Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan perbankan. Perlu ada pencatatan dan kategorisasi rekening berdasarkan riwayat rekening tersebut sejak pembukaan hingga beberapa bulan terakhir. Analisis tersebut akan memberikan gambaran apakah pemblokiran rekening memang diperlukan atau tidak.

“Teknologi untuk mengidentifikasi rekening-rekening itu semestinya sudah tersedia, dan informasi nasabah dari perbankan semestinya sudah sangat lengkap untuk melacak rekening menganggur tersebut,” kata Wahyudi.

3. Pemerintah perlu memperbaiki sistem kebijakan

ilustrasi buku rekening (pexels.com/Nataliya Vaitkevich)
ilustrasi buku rekening (pexels.com/Nataliya Vaitkevich)

Wahyudi menambahkan meski jutaan rekening sudah dipulihkan, tetap harus ada evaluasi yang perlu dilakukan. Kebijakan seharusnya diimplementasikan secara terstruktur dan tidak terburu-buru. Pemilik nasabah juga memiliki hak keterbukaan informasi atas rekeningnya sendiri.

Ia menyarankan agar pemerintah perlu memperbaiki sistem kebijakan yang akan dilakukan, tidak hanya pada kasus pemblokiran rekening saja. Pertimbangan matang akan mengarahkan pada implementasi kebijakan yang baik dengan mitigasi resiko, sehingga tidak perlu melakukan “blanket-policy” atau kebijakan tidak transparan.

“Tindakan tanpa pertimbangan justru akan menghasilkan inefisiensi dan penurunan kredibilitas dan visibilitas pemerintah di mata masyarakat.”

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Febriana Sintasari
EditorFebriana Sintasari
Follow Us