Dorong Lansia Berdaya, Pemkot Jogja Targetkan 15 Sekolah Lansia di 2026

- Pemerintah Kota Yogyakarta berencana menambah sembilan titik sekolah lansia baru, dengan kurikulum standar S1 hingga S3.
- Sekolah lansia bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup lansia, menjaga kemandirian, dan memperpanjang usia harapan hidup.
- Program sekolah lansia membuka kesempatan bagi masyarakat, perguruan tinggi, dan dunia usaha untuk berkontribusi dalam kegiatan pendampingan.
Yogyakarta, IDN Times - Warga lanjut usia (lansia) di Kota Yogyakarta terus didorong untuk tetap berdaya dan mandiri. Hal ini dilakukan melalui program Sekolah Lansia yang dikembangkan oleh Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Kota Yogyakarta.
Kepala DP3AP2KB Kota Yogyakarta, Retnaningtyas, menyebut saat ini sudah ada enam Sekolah Lansia yang beroperasi di sejumlah wilayah kota. Pemerintah pun menargetkan jumlahnya bertambah menjadi 15 titik pada 2026.
“Saat ini ada enam sekolah lansia di Kota Yogyakarta. Tiga di antaranya berada di Purbayan, lalu masing-masing satu titik di Suryodiningratan, Gedongkiwo, dan Rejowinangun,” jelas Retnaningtyas pada Selasa (25/11/2025), dilansir laman resmi Pemkot Yogyakarta.
1. Mulai S1 hingga S3

Retnaningtyas menyebutkan, pada tahun mendatang Pemerintah Kota berencana menambah sembilan titik sekolah lansia baru. Sebagian besar akan berstatus standar 1, sementara dua lainnya ditingkatkan menjadi standar 2. Penjenjangan yang diterapkan tidak berkaitan dengan tingkat akademik, melainkan perbedaan kurikulum pembinaan di setiap level.
Kurikulum sekolah lansia disusun bersama Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi serta BKKBN, yang kemudian dibagi ke dalam tiga standar: S1, S2, dan S3.
“Standar 1 itu lebih dasar, sifatnya ringan dan menyenangkan. Kegiatannya banyak untuk hiburan seperti bernyanyi, tepuk tangan, dan pembekalan kesehatan. Tidak ada PR juga, nanti enggak ada yang mau masuk,” jelas Retnaningtyas.
Setelah menyelesaikan pembelajaran pada standar S1, peserta dapat naik ke S2 dan S3 yang berisi kegiatan lanjutan. Durasi setiap jenjang dijalankan sekitar 10 hingga 12 bulan.
“S1 itu penguatan untuk diri sendiri, bagaimana mandiri dan tidak bergantung. Untuk S2 meningkat bisa berperan di level keluarga dan S3 itu fokus pada kemandirian, lansia berdaya guna,” jelas Retnaningtyas.
2. Untuk meningkatkan kualitas hidup lansia

Setiap sekolah lansia rata-rata memiliki 50 peserta. Dengan enam sekolah yang sudah berjalan, jumlah peserta mencapai sekitar 300 orang. “Meskipun belum mencakup semua lansia, kami terus menambah titik. Tahun depan menjadi 15 sekolah lansia yang dibiayai APBD. Tetapi jika ada masyarakat atau kampus yang ingin membuka dengan swadaya, itu sangat boleh. Bahkan beberapa universitas seperti UII dan UGM/UNY juga terlibat,” lanjutnya.
Retnaningtyas menekankan bahwa program ini tidak ditujukan untuk mengejar aspek ekonomi, melainkan menjaga kemandirian, meningkatkan kualitas hidup, dan memperpanjang usia harapan hidup lansia.
“Kita tidak menargetkan lansia harus produktif atau menghasilkan. Yang penting mereka tetap mandiri, bisa beraktivitas sendiri, tidak menjadi beban keluarga. Ada yang usianya 90-an tahun masih datang ke sekolah lansia, itu sudah keren,” katanya.
Selain hiburan dan pembekalan kesehatan, para peserta juga mengikuti aktivitas kreatif untuk mencegah kepikunan, misalnya membuat kerajinan sederhana. “Kalau mereka bisa membuat kerajinan atau menambah pemasukan itu bagus, tapi bukan target utama. Yang utama adalah mereka tetap sehat, tidak ndeprok (bed rest), dan bisa mengurus diri sendiri,” tuturnya.
3. Buka kolaborasi dalam pendampingan

Retnaningtyas menyampaikan bahwa program sekolah lansia membuka kesempatan bagi masyarakat, perguruan tinggi, maupun dunia usaha untuk berkontribusi dalam kegiatan pendampingan. “Kami sangat terbuka kesempatan bagi masyarakat, komunitas atau pengusaha yang ingin membentuk sekolah lansia secara swadaya,” katanya.
Ia berharap sekolah lansia dapat menjangkau lebih banyak peserta sehingga lansia mendapat dukungan untuk hidup lebih sehat, mandiri, aktif, dan bahagia melalui pembelajaran yang terstruktur dan melibatkan keluarga.



















