BPN DIY Sebut Serifikat Milik Mbah Tupon Status Quo Setelah Diblokir

- Sertifikat tanah Mbah Tupon berstatus quo setelah pemblokiran internal oleh Kantor Wilayah BPN DIY.
- Blokir internal diinisiasi Kantor Pertanahan Bantul dengan durasi maksimal 30 hari
- Status quo akan bertahan hingga selesai proses penyelidikan terkait dugaan praktik mafia tanah yang menimpa Mbah Tupon.
Yogyakarta, IDN Times - Kantor Wilayah (Kanwil) Badan Pertanahan Negara (BPN) DIY menyebut sertifikat tanah Mbah Tupon yang berganti kepemilikan secara janggal, saat ini berstatus quo setelah dilakukan pemblokiran internal.
"Sementara ya status quo dulu, nggak bisa dilakukan itu termasuk peralihan haknya juga, terus pelelangan, juga kita status quo-kan," kata Kepala Kanwil BPN DIY, Dony Erwan Brilianto, Selasa (29/4/2025).
Status quo dapat diartikan untuk menjaga kondisi tanah seperti sebelum sengketa terjadi. Perubahan, penjualan, atau pembangunan pada tanah tersebut tidak diperkenankan hingga sengketa tuntas.
1. BPN Bantul ajukan pemblokiran

Dony menuturkan, blokir internal diinisiasi Kantor Pertanahan Bantul mengacu regulasi Kementerian ATR/BPN, yang kemudian diusulkan untuk mendapat rekomendasi dari Kanwil BPN DIY.
Blokir internal ini juga berbeda dengan pemblokiran yang diajukan perorangan, di mana durasi maksimal hanya 30 hari dan tidak bisa diperpanjang kembali.
"Kemarin kan dari Bantul memberikan surat ke kami, terus kami melakukan pertimbangan, hari ini kami lakukan pertimbangan ke Bantul dan mungkin (blokir internal) bisa dilakukan hari ini juga di jam kerja," jelas Dony.
2. Ikut perjuangkan hak Mbah Tupon

Status quo akan bertahan sampai selesai proses penyelidikan terkait dugaan praktik mafia tanah yang menimpa Mbah Tupon dan dilaporkan ke Polda DIY selesai diusut.
"Kami tetep berjuang untuk haknya Pak Tupon untuk bisa dipulihkan. Tapi nanti mungkin masih menunggu penyelidikan dari Polda," ucap Dony.
3. Isi akta diduga tak dibacakan-dijelaskan

Dalam kasus Mbah Tupon, Dony menduga ada prosedur yang dilangkahi pada proses peralihan hak oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT).
Sesuai prosedur, PPAT semestinya membacakan dan menjelaskan isi akta sebelum diteken para pihak bersangkutan. Paraf dan tanda tangan peralihan hak dibubuhkan setelah dipastikan tidak ada pihak yang keberatan.
"Meskipun membacakannya dalam Bahasa Indonesia terus diterangkan dengan bahasa Jawa juga nggak apa-apa. Secara prosedur juga menggunakan dua saksi, terus penjual dan pembeli," terang Dony.