TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Waduh, 3.445 Balita di Sleman Masuk Kategori Pendek

Salah satu penyebab terdapat anggota keluarga yang merokok

ilustrasi bayi (unsplash.com/Chiến Phạm)

Sleman, IDN Times - Sebanyak 3.445 atau 6,9 2 persen balita di bawah usia lima tahun di Sleman masuk kategori stunting atau kondisi gagal tumbuh akibat kekurangan gizi kronis. Hal ini mengakibatkan perkembangan anak lebih pendek dibanding usianya.

Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman, Cahya Purnama menyampaikan angka tersebut berdasarkan hasil pengukuran status gizi balita pada tahun 2021 dari sasaran balita sebesar 59.275 bayi dengan jumlah balita yang diukur antropometri sebanyak 49.765 atau 83,96  persen.

"Didapatkan prevalensi angka stunting pada balita sebesar 6.92 persen atau 3.445 anak, sedangkan prevalensi stunting baduta di bawah dua tahun  sebesar 6,16 persen atau 1.158 anak," ungkapnya pada Selasa (16/11/2021).

1. Dibanding tahun sebelumnya angka stunting tahun ini berkurang

Jumpa pers penanganan stunting di Kabupaten Sleman. IDN Times/Siti Umaiyah

Cahya menjelaskan dibandingkan dengan prevalensi stunting pada tahun 2020, angka ini mengalami penurunan. Di mana tahun sebelum terdapat 7,24 persen atau 4.014 anak yang masuk dalam kategori stunting.

Meski mengalami penurunan, angka stunting di Sleman masih menjadi pekerjaan yang harus diselesaikan. 

Baca Juga: Sempat Anjlok, Harga Telur di Sleman Berangsur Normal

2. Penyebab terbanyak adalah terdapat anggota keluarga yang merokok

ilustrasi merokok (IDN Times/Arief Rahmat)

Beberapa penyebab tingginya angka stunting lantaran balita tidak memiliki Jaminan Kesehatan, anggota rumah tangga balita masih merokok, ibu balita sewaktu hamil mengalami kurang energi kronis, balita belum imunisasi lengkap.

"Sebanyak 1.232 atau 35.76 persen balita tidak memiliki Jaminan Kesehatan, empat balita tidak ada akses air bersih, 45 balita tidak mempunyai jamban sehat, 42 balita belum melakukan imunisasi lengkap, 2.009 atau sebanyak 58,31 persen anggota rumah tangga balita masih merokok, 51 balita pernah mengalami cacingan, 594 ibu balita sewaktu hamil mengalami kurang energi kronis, dan 199 balita stunting mempunyai penyakit penyerta," papar Cahya.

3. Lakukan intervensi dengan menggandeng beberapa instansi

ANTARA FOTO/Maulana Surya

Cara Dinas Kesehatan Sleman menurunkan angka stunting adalah melakukan intervensi di masa seribu hari pertama kehidupan (HPK) bayi dengan melakukan berbagai program bersama. Seperti Pandu Teman, yaitu pelayanan antenatal terpadu menuju triple eliminasi yang melibatkan semua institusi, Program Getar Thala, yaitu gerakan tanggulangi anemia remaja dan thalasemia, Pecah Ranting disebut juga sebagai Pencegahan pada rawan stunting, program Gambang Stunting merupakan gerakan ajak menimbang cegah dan atasi stunting.

"Kita tidak bekerja sendiri tapi bekerja sama dengan dinas lain, mencari di mana tertinggi stunting. Misal bekerja sama dengan dinas sosial mencari data warga miskin di Sleman dan Posyandu yang ada warga tidak mampu. Ada warung yang supply bantuan untuk orang tidak mampu. Kerja sama dinas pendidikan dengan Paud untuk tumbuh kembang anak," katanya.

Berita Terkini Lainnya