TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Petani Millennial Karang Kalasan, Contoh Anak Muda yang Bangga Bertani

Petani perlu regenerasi

Petani millennial Karang Kalasan. (IDN Times/Siti Umaiyah)

Sleman, IDN Times - Sejak dibentuk, petani millennial Karang Kalasan, Tirtomartani, Kalasan, Sleman, yang terdiri dari 35 orang mulai aktif melakukan budidaya tanaman pertanian.

Ketua Petani Millennial Karang Kalasan, Diky Setiawan menjelaskan, pembentukan petani millennial ini tidak lain dilatarbelakangi mulai menyusutnya lahan pertanian serta semakin sedikitnya jumlah petani di era saat ini.

Diky yang baru berusia 19 tahun ini memaparkan, anggota petani millennial Karang Kalasan rata-rata berusia di bawah 30 tahun. Tak hanya laki-laki, perempuan pun juga tergabung dalam keanggotaan.

Baca Juga: Varietas Cabai Rawit dari Petani Kalasan, Lebih Besar dan Pedas

1. Petani millennial mengelola lahan 650 meter

Panen cabai Prima Agrihorti di Kalasan. IDN Times/Siti Umaiyah

Diky menjelaskan, pada awal pembentukan petani millennial ini, dirinya bersama anggota yang lain sudah sempat menanam beberapa tanaman. Mulai dari pare, kacang panjang serta cabai.

Dia menjelaskan, beberapa saat terakhir pihaknya juga sempat memanen cabai yang di lahan seluas 650 meter dengan hasil jual Rp17 ribu per kilogram.

"Pertama kali panen sekitar 10 kg, 1.020 bibit cabai, dengan luas lahan 650 meter. Waktu itu senang sekali, karena sudah mendapatkan hasil yang melimpah dan kondisinya baik. Cuma ada beberapa yang kena serangga," ungkapnya pada Selasa (21/7/2020).

2. Belajar cara mengatasi hama

Petani millennial Karang Kalasan. IDN Times/Siti Umaiyah

Menurut Diky, dirinya bersama dengan anggota lainnya cenderung memilih pertanian dengan sistem organik. Yang mana pupuk yang digunakan hanya berasal dari kotoran sapi maupun ayam.

Diky menjelaskan, dengan terjun sebagai petani muda, dirinya belajar banyak mengenai cara mengatasi hama serta pembibitan mandiri.

"Awalnya mungkin malu, anak muda disuruh bertani di sawah, panas. Namun lama-lama kita berpikir, kalau tidak ada yang meneruskan bertani, siapa yang akan menghasilkan produk pertanian di masa yang akan datang. Kalau sekarang mungkin sudah tidak malu," paparnya.

Baca Juga: Sebelum Kemarau, Petani Sleman dan Bantul Didorong Segera Tanam Padi 

Berita Terkini Lainnya