TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Pakar UGM: New Normal Harus Penuhi Indikator Kesehatan dan Sosiologis

Juga perlu ada panduan penerapan yang jelas

Prof Erwan Agus Purwanto. Dok: fisipol.ugm.ac.id

Sleman, IDN Times - Pemerintah tidak bisa serta merta menerapkan kebijakan new normal di tengah pandemik COVID-19. Pakar Kebijakan Publik Universitas Gadjah Mada (UGM), Prof Erwan Agus Purwanto menjelaskan, kebijakan new normal baru bisa diterapkan ketika beberapa indikator, baik kesehatan maupun sosiologis sudah terpenuhi.

Menurut Prof Erwan, Indonesia memiliki daerah yang sangat luas, selain itu kondisi penduduknya juga beragam. Untuk itu, perlu adanya sosialisasi secara masif agar kebijakan new normal tidak menimbulkan dampak yang malah merugikan.

Baca Juga: Pemda DIY Perpanjang Masa Tanggap Darurat COVID-19 Hingga 30 Juni

1. Indikator kesehatan harus terpenuhi

(Ilustrasi virus corona) IDN Times/Arief Rahmat

Menurut Prof Erwan, hal utama yang harus dipertimbangkan sebelum kebijakan new normal diterapkan adalah terpenuhinya indikator kesehatan. Indikator kesehatan yang dimaksud di sini yakni ketika rasio penularan COVID-19 sudah di bawah 1, selama 14 hari berturut-turut. Selain itu, kurva kasus juga sudah harus mendatar.

"Kalau dari sisi kesehatan ada parameter, salah satunya rasio penularan di bawah 1. Artinya 1 orang ya kalau bisa tidak menularkan selama 14 hari berturut-turut dan juga kurva sudah mendatar, itu kata ahli epidemiologi. Kita harus tanya ke ahli epidemiologi apakah syarat itu mutlak," ungkapnya pada Rabu (27/5).

2. Pemerintah harus buat panduan yang jelas

IDN Times/Tunggul Damarjati

Prof Erwan menyebutkan, hal lain yang harus dilakukan oleh pemerintah sebelum penerapan new normal adalah membuat panduan yang benar-benar mendetail. Perlu ada semacam buku saku yang bisa diakses oleh masyarakat luas secara mudah.

Tidak hanya itu, masing-masing lembaga jika akan menerapkan normal baru juga harus memiliki penanggung jawab yang bisa melakukan pengawasan terhadap terlaksananya protokol COVID-19. Seperti halnya di sebuah universitas, paling tidak di setiap fakultas memiliki sebuah unit penanganan COVID-19.

"Kalau ingin menerapkan harus ada lembaga di masing-masing sektor yang bertanggung jawab. Seperti di mal, perguruan tinggi, tempat umum, kantor. Kalau tidak ada siapa yang memastikan itu akan berjalan. Sehingga ini akan ada inovasi kelembagaan yang baru," terangnya.

3. Masyarakat harus disosialisasikan mengenai norma baru

Personel Satpol PP saat melakukan patroli ke pasar tradisional. Dok: istimewa

Dari sisi sosiologis, ada hal yang perlu disiapkan, yang mana masyarakat perlu diberikan sosialisasi mengenai adanya norma baru. Norma baru tersebut salah satunya meliputi kepantasan saat bersin di depan umum maupun memakai masker saat keluar rumah.

"Jadi ada tambahan norma baru, kalau misalnya sopan santun, ini sopan santun baru. Biasanya kalau orang keluar harus pakai baju yang pantas, sekarang kepantasan yang baru orang keluar pakai masker, bersin harus ditutup. Secara sosiologis harus mengenalkan ke masyarakat tentang kepantasan baru, norma yang baru. Bagaimana berperilaku di depan umum," jelasnya.

Baca Juga: New Normal di Bantul Masih Menunggu Kebijakan Pemda DIY

Berita Terkini Lainnya