TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Kunci Perdamaian Palestina-Israel, Pengamat UGM: Taati Perjanjian

Upaya perdamaian kerap temui jalan buntu

Ilustrasi - Seorang pria Palestina berdoa ketika polisi Israel berkumpul selama bentrokan di kompleks Masjid Al-Aqsa, Jumat (7/5/2021). (ANTARA FOTO/REUTERS/Ammar Awad)

Sleman, IDN Times - Konflik antara Palestina dengan Israel kembali memanas. Ketegangan semakin meningkat pascakerusuhan yang terjadi di Masjid Al-Aqsa, Jumat (7/5/2021) malam.

Ketika itu, polisi Israel membubarkan warga Palestina yang tengah melaksanakan salat tarawih. Kemudian, pada Senin (10/5/2021) faksi Hamas di Jalur Gaza menembakkan roket ke arah Tel Aviv dan sejumlah wilayah Israel lainnya sebagai respons atas tindakan Israel di Yerusalem.

Lalu, bagaimana sebenarnya langkah untuk mendamaikan kedua belah pihak? Berikut hal yang bisa dilakukan menurut Dr. Siti Mutiah Setiawati, Pengamat Politik Timur Tengah dan juga Dosen Departemen Hubungan Internasional Universitas Gadjah Mada (UGM).

Baca Juga: Jadi Perhatian Dunia, Begini Awal Konflik Israel-Palestina

1. Harus dipastikan tidak ada pelanggaran konvensi HAM

Warga menggunakan gerobak keledai untuk mengungsi dari konflik bersenjata Israel dan milisi Palestina di kawasan utara Jalur Gaza, Palestina, Jumat (14/5/2021). (ANTARA FOTO/REUTERS/Mohammed Salem/foc.)

Siti mengatakan kunci menciptakan ketenteraman dan perdamaian antara Palestina-Israel cukuplah sederhana, yakni dengan memastikan tidak ada pelanggaran terhadap 10 konvensi HAM. Menurutnya, tidak harus 10, cukup konsep-konsep berpolitik seperti hak untuk berserikat dan berkumpul, hak untuk mendapatkan kehidupan yang layak, dan hak untuk beragama sesuai dengan keyakinannya.

“Itu kan hak dasar dari manusia, kalau tiga saja itu dilanggar tidak akan ketenteraman, di negara manapun, tidak hanya di Israel. Tidak boleh rasis, tapi di negara modern mereka masih seperti itu. Mana bisa kemudian ada ketenteraman," ungkapnya pada Selasa (18/5/2021).

2. Semua dituntut menaati komitmen

Sejumlah anak-anak di Palestina melihat kondisi kerusakan dekat gedung menara yang terkena serangan udara Israel, di tengah gencarnya konflik Israel-Palestina, di Kota Gaza, Rabu (12/5/2021). (ANTARA REUTERS / Mohammed Salem/aww.)

Siti mengatakan, di masa modern ini, semua dituntut untuk menaati komitmen. Perdamaian itu sebenarnya sudah dilakukan sejak 1947, kemudian pada 1967 ada peran Arab-Israel dan PBB mengeluarkan resolusi untuk mendamaikan, namun tidak ditaati. Ada konferensi Madrid untuk menyelesaikan, karena Palestine Liberation Organisation (PLO)  tidak disertakan, maka tidak berhasil.

“Jadi, dari berbagai proses perundingan Arab-Israel untuk apa kalau karena syarat keberhasilan perundingan, yaitu ada jaminan keamanan bagi kedua belah pihak, ini setelah berunding tanah Palestina kembali diserang," katanya.

Lantas apa kuncinya? Menurutnya, harusnya kedua belah bisa taat pada perundingan. Dia menjelaskan, seharusnya PBB juga tegas terhadap pihak yang melanggar dalam konflik Arab Palestina-Israel.

"Resolusi Dewan Keamanan 242 dan 338 dilanggar Israel diam saja, mestinya PBB datang menengahi menyuruh orang Yahudi pergi dari wilayah pendudukan. Sebagai mediator kan harus netral," imbuhnya.

Baca Juga: Sejarah Hamas, Militan Pembela Palestina yang Jadi Musuh Israel

Berita Terkini Lainnya