TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Kepala Pusat Studi Hukum UII Jabarkan Alasan Pilkada Harus Ditunda 

Keselamatan rakyat adalah hukum tertinggi

Miniatur proses pencoblosan. IDN Times/Siti Umaiyah

Sleman, IDN Times - Kepala Pusat Studi Hukum (PSH) Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (UII), Anang Zubaidy, menilai pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak yang akan dilakukan pada 9 Desember 2020 sudah sepatutnya ditunda. Hal ini lantaran situasi di Indonesia masih masuk dalam kondisi darurat COVID-19.

Anang  menjelaskan, penundaan pelaksanaan Pilkada sebenarnya tidak akan mengganggu pelayanan publik di pemerintahan daerah. Menurutnya, bagi daerah yang sudah berakhir masa jabatan kepala daerahnya bisa dilakukan penunjukan Penjabat Kepala Daerah. Sehingga, aktivitas penyelenggaraan pemerintahan daerah akan tetap berjalan. 

Baca Juga: SSA Siap Jadi Venue Liga 1, Pemkab Bantul Masih Wait-and-See

1. Kasus masih tinggi

Ilustrasi Tes Usap/PCR Test. IDN Times/Hana Adi Perdana

Merujuk pada data yang diumumkan pemerintah, lebih dari sepekan terakhir jumlah penambahan kasus positif corona sampai 3000 kasus. Pada beberapa hari, di pekan yang sama, bahkan menyentuh angka 4 ribuan. Menurut Anang, peningkatan jumlah kasus positif belakangan ini sudah sangat mengkhawatirkan.

"Di tengah napas pemerintah yang terkesan terengah-engah menghadapi pandemik COVID-19 ini, perhelatan Pilkada justru tetap akan dilaksanakan pada akhir tahun ini. DPR dan Pemerintah ngotot pelaksanaan Pilkada tetap dilaksanakan dalam suasana pandemik yang belum terkendali," ungkapnya melalui keterangan tertulis pada Selasa (22/9/2020).

2. Ada beberapa alasan Pilkada harus ditunda

Ilustrasi (IDN Times/Mardya Shakti)

Beberapa saat terakhir, sudah ada beberapa elemen masyarakat dan pihak lain yang menyuarakan agar pelaksanaan Pilkada bisa ditunda. Diantaranya NU, Muhammadiyah maupun Komnas HAM. Namun, desakan ini tidak diindahkan oleh para pengambil kebijakan.

Menurut Anang, pelaksanaan Pilkada yang dipaksakan tetap pada tanggal 9 Desember 2020 harus ditolak. Ada 5 alasan yang membuat Pilkada ini harus ditolak. Pertama, pelaksanaan Pilkada di tengah pandemik sangat rawan dan potensial menambah jumlah kasus positif COVID-19.

Kedua, penanganan pandemik COVID-19 membutuhkan banyak biaya/anggaran, alangkah bijaknya kalau anggaran penyelenggaraan Pilkada dialihkan untuk penanggulangan pandemik COVID-19.

Ketiga, penundaan pelaksanaan Pilkada tidak akan mengganggu pelayanan publik di pemerintahan daerah. Hal ini karena di daerah yang sudah berakhir masa jabatan kepala daerahnya sudah ditunjuk Penjabat Kepala Daerah.

Keempat, sudah banyak penyelenggara dan peserta Pilkada yang sudah positif terkena COVID-19. Diantaranya Ketua KPU Pusat, KPU Daerah, dan beberapa peserta Pilkada. Tidak menutup kemungkinan jumlah ini akan bertambah.

"(Kelima) tidak ada jaminan protokol kesehatan akan dijalankan dengan ketat, meskipun komitmen ini sudah ditegaskan oleh Pemerintah, DPR, dan KPU atau KPUD. Pelaksanaan Pilkada sangat potensial menghadirkan massa baik dalam jumlah besar maupun kecil," terangnya.

Baca Juga: Pakar UGM: Indonesia Jadi Episentrum COVID-19 Jika Tak Segera Berubah

Berita Terkini Lainnya