EWS Buatan Peneliti UGM Bisa Deteksi Gempa Sejak 3 Hari Sebelumnya
Dan 2 minggu sebelumnya untuk gempa di atas magnitudo 6
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Sleman, IDN Times - Tim peneliti Universitas Gadjah Mada (UGM) berhasil mengembangkan sistem deteksi dini gempa bumi. Sistem yang dapat memberikan peringatan terjadinya gempa bumi 1-3 hari sebelumnya ini, juga mampu mendeteksi gempa bumi dari Sabang hingga Nusa Tenggara Timur (NTT).
Ketua tim riset Laboratorium Sistem Sensor dan Telekontrol Departemen Teknik Nuklir dan Teknik Fisika UGM, Prof. Sunarno menjelaskan, ketika nanti akan terjadi gempa besar di atas 6 SR, sistem ini juga akan memberikan peringatan 2 minggu sebelum terjadinya gempa.
“Dari EWS (early warning system) gempa algoritma yang kami kembangkan bisa tahu 1 sampai 3 hari sebelum gempa. Jika gempa besar di atas 6 SR sekitar 2 minggu sebelumnya alat ini sudah mulai memberikan peringatan,” ungkapnya pada Minggu (27/9/2020).
Baca Juga: Hanya Butuh 80 Detik, Alat Besutan UGM Bisa Deteksi COVID-19
1. Sistem akan otomatis mengirimkan informasi ke handphone
Menurut Sunarno, sistem peringatan dini ini bekerja berdasarkan perbedaan konsentrasi gas radon dan level air tanah yang merupakan anomali alam sebelum terjadinya gempa bumi. Ketika nanti akan terjadi gempa di lempengan, akan muncul fenomena paparan gas radon alam dari tanah meningkat secara signifikan. Demikian juga permukaan air tanah naik turun secara signifikan.
"Dua informasi ini dideteksi oleh alat EWS dan akan segera mengirim informasi ke handphone saya dan tim. Selama ini informasi sudah bisa didapat 2 atau 3 hari sebelum terjadi gempa di antara Aceh hingga NTT," terangnya.
Dia menjelaskan, pengembangan sistem ini sendiri terdiri dari alat EWS yang tersusun dari sejumlah komponen seperti detektor perubahan level air tanah dan gas radon, pengkondisi sinyal, kontroler, penyimpan data, sumber daya listrik. Lalu, memanfaatkan teknologi internet of things (IoT) di dalamnya.
Baca Juga: Pakar UGM: Indonesia Jadi Episentrum COVID-19 Jika Tak Segera Berubah