TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

UNY Beri Sultan Gelar Doktor Honoris Causa 

Sultan berjasa di bidang pendidikan berkarakter budaya

Sri Sultan Hamengku Buwono X. (ANTARA FOTO/Andreas Fitri Atmoko)

IDN TIMES Sleman – Gubernur DIY Sultan Hamengku Buwono X akan menerima penghargaan gelar Doktor Honoris Causa dari Universitas Negeri Yogyakarta besok Kamis, (5/9) pagi.

Gelar tersebut diberikan untuk bidang manajemen pendidikan karakter berbasis budaya. Pemberian gelar atas usulan dua promotor dari UNY, yaitu Guru Besar Bahasa dan Sastra Suminto A. Suyuti dan Guru Besar Manajemen Pendidikan Sugiyono.

“Ini terkait kebijakan pengelolaan. Sebagai Sultan punya keistimewaan bagaimana menjadikan pendidikan di DIY tak lepas dari budaya,” kata Rektor UNY Sutrisna Wibawa di Ruang Senat Utama UNY, Selasa, (3/9). 

Lewat pemberian gelar tersebut, Sutrisna ingin pendidikan karakter berbasis budaya diterapkan di seluruh Indonesia. Mengingat setiap daerah mempunyai budaya dan adat istiadat masing-masing yang disatukan melalui Bahasa Indonesia sebagai alat komunikasi budaya. “Jadi budaya itu sebagai keragaman. Bukan perbedaan,” kata Sutrisna.

Baca Juga: Ratusan Sastrawan Ikuti Festival Sastra Yogyakarta (JOGLITFEST)

1. Sultan penerima gelar Doktor Honoris Causa ke-5 dari UNY

IDN Times/Tunggul Kumoro

Sebelum Sultan sudah ada empat orang tokoh yang menerima gelar Doktor Honoris Causa dengan berbagai bidang. Yang pertama adalah perupa almarhum Amri Yahya, motivator Ary Ginandjar Agustian, penyair Taufik Ismail, serta Darsono di bidang manajemen pendidikan tinggi dan kewirausahaan.

“Ary Ginandjar juga bidang pendidikan karakter, tapi berbasis ESQ (emotional spiritual quotient). Kalau Sultan berbasis budaya,” kata Sutrisna.

 

2. Gelar diberikan kepada Sultan selaku gubernur, bukan raja

IDNTimes/Holy Kartika

Meskipun berdasarkan UU Keistimewaan DIY memposisikan Raja Kasultanan Ngayogyakarta sekaligus menjadi Gubernur DIY tanpa mekanisme pemilihan, pemberian gelar dari UNY tersebut diberikan kepada Sultan sebagai gubernur. Bukan sebagai raja.

“Memang tak bisa dipisahkan. Tapi saya yakin Sultan bisa memilah-milah antara urusan gubernur dan kasultanan,” kata Suminto.

Lantaran dualisme itu pula, inspirasi nilai-nilai budaya yang disimpan dan berkembang di keraton akan mempengaruhi sepak terjang Sultan sebagai gubernur.

“Sebagai gubernur, Sultan tak pernah memberi perintah. Seperti instruksi rektor kepada saya. Sultan benar-benar memegang kejawaannya,” kata Suminto.

Justru hal itu menjadi keunikannya. Bupati, walikota, dan kepala dinas yang dibawahinya harus bisa membaca isyarat-isyarat yang disampaikan Sultan yang benar-benar dikelola berbasis budaya.

 

3. Anggota Senat UNY menyetujui secara bulat

indopendftaranpenerimaanonline.web.id

Proses penetapan Sultan sebagai penerima gelar tersebut berawal dari usulan dua promotor, Suminto dan Sugiyono. Kemudian nama Sultan dikaji oleh tim yang bersumber dari karya-karyanya, seperti pidato, riwayat hidup, juga sumber-sumber dari pemerintahan daerah, seperti peraturan gubernur, peraturan daerah.

“Regulasi-regulasi itu menjadi bukti Sultan telah membuat langkah konkret,” kata Sutrisna.

Sementara terkait naskah pidato yang dibaca Sultan yang tidak menutup kemungkinan dibuat oleh bagian protokol, menurut Sutrisna sudah dilakukan triangulasi atau pengecekan.

“Ya, mungkin saja dibuat oleh protokol. Tapi kan gagasannya dari Sultan. Ada juga pidato yang disampaikan tanpa teks,” kata Sutrisna saat ditemui IDN Times usai konferensi pers.

Barulah kemudian tim mengajukan nama Sultan ke Sidang Senat UNY. Ada dua tahapan persidangan yang dilalui, yaitu siding komisi yang membidangi akademik. Kemudian siding pleno yang meliputi seluruh anggota senat.

“Setiap tahapan tak ada yang menolak. Secara bulat menyetujui usulan Sultan sebagai penerima gelar,” kata Sutrisna.

 

Baca Juga: Sultan Hamengku Buwono IX, Kisah tentang Dukungan sang Raja pada NKRI

Berita Terkini Lainnya