TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Mengapa hanya Perppu Solusi Tepat Bagi KPK? 

Hari ini UU KPK hasil revisi mulai berlaku 

Ilustrasi KPK. (ANTARA FOTO/Muhammad Aditya)

Yogyakarta, IDN Times – Hari ini, 17 Oktober 2019, UU Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hasil revisi mulai diberlakukan secara efektif, menyusul pengesahan UU oleh DPR RI pada 17 September 2019 lalu.

Penerbitan peraturan pemerintah pengganti undang-undang KPK oleh Presiden dinilai elemen masyarakat sipil yang tergabung dalam Aliansi Jogja Anti Korupsi (AJAK) menjadi satu-satunya solusi yang tepat dan efektif untuk membatalkan pemberlakukan UU KPK baru.

Lantas mengapa perppu dipilih ketimbang judicial review maupun legislative review?

Baca Juga: Sebelum UU Baru Berlaku, KPK Gelar 21 OTT Sepanjang 2019

1. Syarat kegentingan yang memaksa dinilai sudah terpenuhi

IDN Times/Pito Agustin Rudiana

Anggota AJAK, Dian Ravi Alphatio menyatakan tidak ada alternatif atau solusi lain yang bisa dilakukan selain penerbitan perppu. Perppu yang dimaksud adalah perppu untuk menganulir pemberlakuan UU KPK hasil revisi yang dinilai melemahkan KPK dan penegakan hukum tindak pidana korupsi.

“(Penerbitan perppu) itu cara konstitusional,” kata Alphatio.

AJAK menyatakan penerbitan perppu diatur didalam Pasal 22 ayat (1) UUD 1945 serta Pasal 1 angka 4 UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang menegaskan perppu dapat diterbitkan oleh Presiden jika terdapat kegentingan yang memaksa. Tolak ukurnya dijelaskan pada Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 138/PUU-VII/2009 yang memuat tiga syarat Presiden bisa mengeluarkan perppu. Meliputi kebutuhan mendesak, menyelesaikan masalah hukum, terjadinya kekosongan hukum dan kekosongan hukum itu tidak bisa dengan diselesaikan dengan cara formal.

“Syarat kegentingan itu sudah terpenuhi saat ini,” kata Alphatio. Hal ini dibuktikan dengan penolakan besar-besaran secara serentak oleh elemen-elemen masyarakat sipil. 

2. Perppu untuk membuktikan komitmen Presiden memberantas korupsi

IDN Times/Pito Agustin Rudiana

Peneliti Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta Zainurrahman, perppu merupakan bentuk komitmen pemberantasan korupsi yang pernah didengungkan Presiden Joko Widodo ketika menjabat maupun dalam kampanye pemilihan presiden 2019 lalu.

“Selama ini Presiden kan mengatakan punya komitmen. Tapi kan hanya dalam bentuk janji-janji,” kata Zain kepada IDN Times, Rabu (16/10).

Salah satu upaya untuk membuktikan komitmen tersebut adalah pernyataan Presiden untuk mempertimbangkan menerbitkan perppu.

“Inilah saatnya pada 18 Oktober 2019 besok Presiden harus mengeluarkan perppu,” tegas Zain.

3. Tanpa perppu, KPK tak bisa melakukan operasi tangkap tangan

ANTARA FOTO/ADITYA PRADANA PUTRA kompas.com

Mengapa KPK lumpuh setelah UU KPK hasil revisi diundangkan? Menurut Zainurrahman, lantaran kewenangan KPK dibatasi. Kewenangan yang dimaksud adalah melakukan penyadapan, penangkapan, dan penggeledahan. Mengingat Dewan Pengawas yang mempunyai otoritas terhadap KPK untuk menjalankan kewenangannya belum dibentuk.

“Kapan Dewan Pengawas dibentuk juga belum jelas,” kata Zain.

Di sisi lain, bak buah simalakama, meskipun Dewan Pengawas sudah dibentuk, independensi KPK akan hilang. Lantaran yang memilih Dewan Pengawas adalah Presiden.

Dampak dari independensi yang hilang adalah KPK akan kesulitan melakukan penegakan hukum dalam aspek penindakan atas kasus-kasus tindak pidana korupsi. KPK tak bisa melakukan operasi tangkap tangan (OTT), juga tak bisa melakukan penuntutan. Lantaran penuntutan harus didahului koordinasi dengan lembaga penegak hukum lain, dalam hal ini kejaksaan.

“Kondisi-kondisi itulah yang membuat KPK lumpuh. Artinya, kondisi genting,” kata Zain.

4. Presiden bisa mengeluarkan perppu tanpa batas waktu

IDN Times/Pito Agustin Rudiana

Perppu KPK bisa dikeluarkan Presiden setelah UU KPK hasil revisi diundangkan atau diberlakukan pada 17 Oktober 2019.

“Presiden bisa langsung mengeluarkan perppu. Jadi KPK tak harus mandeg dalam penindakan,” kata Zain.

Tak ada batas waktu hingga kapan perppu itu bisa diterbitkan usai UU diundangkan. “Tapi semakin lama perppu diterbitkan, KPK keburu lumpuh,” kata Zain.

5. Judicial review menjadi pilihan terakhir jika Presiden tak punya komitmen

IDN Times/Pito Agustin Rudiana

Uji formil dan materiil atau judicial review  (JR) atas UU KPK yang direvisi ke Mahkamah Konstitusi (MK) ditegaskan Zain adalah pilihan langkah paling akhir.

“Itu pun kalau Presiden tak punya komitmen memberantas korupsi. Dan JR bukan pilihan paling baik,” kata Zain.

Hal ini dikarenakan MK atas produk UU yang diajukan untuk judicial review adalah ihwal konstitusitasnya. Artinya, JR sekedar untuk mengukur apakah pasal-pasal dalam UU KPK hasil revisi itu bertentangan dengan konstitusi ataukah tidak.

Padahal tidak semua pasal yang membatasi kewenangan KPK melalui UU KPK hasil revisi tersebut bertentangan dengan konstitusi. Mengingat ada pengaturan-pengaturan yang merupakan open legal policy yang diserahkan pada pembentuk UU, yaitu pemerintah dan DPR.

“Jadi judicial review bukan solusi paling tepat,” tegas Zain.

Baca Juga: Staf Protokol Walkot Medan Nyaris Tabrak Penyidik KPK Saat OTT

Berita Terkini Lainnya