Kampanye Unik Lawan COVID-19 lewat Bahasa Daerah
Jaga tong pe diri deng tong pe keluarga dari virus corona
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Yogyakarta, IDN Times – Ada yang paham dengan pesan yang disampaikan dengan bahasa ini?
“Jaga tong pe diri deng tong pe keluarga dari virus corona (Covid-19) dengan: 1. Rajin cuci tangan pake sabong; 2. Jang talalu pegang muka (idog, mulu, mata) kalo tangan tara bersih; 3. Jaga jarak deng orang laeng minimal 1 meter; 4. Pake masker kalo flu atau tutup deng siku bagian dalam saat bersin dan babatuk/kukehe; 5. Jang dulu kaluar rumah, kecuali ada keperluan sangat penting.”
Atau yang ini?
“Jaga awake dewek lan kaluwarga sekang virus corona (Covid-19) nganggo cara: 1. Sing sregep wisuh tangan nganggo sabun nganti bersih lan sering ya; 2. Aja cokan ngemek-ngemek rai (irung, cangkem, mata) apamaning angger tangane kotor; 3. Angger lagi dopokan aja perek-perek, nek bisa njaga jarak sing adohe paling ora 1 meter. Karo batire lan wong liyo; 4. Aja kelalen nganggo masker angger lagi flu pilek. Nek watuk kudu ditutupi nganggo tangan, nek wahing ya tutupi nganggo bagian njero lengen; 5. Neng umah baen. Aja lunga maring endi-endi angger oraa penting baanget mbokan. Mbekayune, kakange kuwi kabeh dieling-eling ya..”
Dua pesan berbahasa Maluku Utara dan Banyumasan itu bagian dari 42 pesan berbahasa daerah yang diproduksi Jaringan Pegiat Literasi Digital (Japelidi). Isinya adalah tips-tips agar masyarakat terhindar dari penularan COVID-19 yang disebabkan virus corona (SARS-CoV-2).
“Dengan bahasa daerah, masyarakat mudah didekati dan dihargai,” kata Koordinator Japelidi Novi Kurnia saat dihubungi IDN Times, 26 Maret 2020.
Mengingat seruan physical distancing alias jaga jarak fisik yang disampaikan pemerintah maupun pegiat-pegiat kemanusiaan yang umumnya menggunakan bahasa Indonesia, sehingga kurang menggapai seluruh lapisan masyarakat yang terdiri dari banyak suku dan bahasa. Terutama di desa-desa yang biasa menggelar cara kumpul-kumpul dan terhadap warga yang lanjut usia.
“Kalau pakai bahasa daerah akan mudah dipahami,” imbuh Ketua Program Magister Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (Fisipol) Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta itu.
Baca Juga: Kisah Kru Hercules Pengangkut Alkes: Memupus Was-was ke Tiongkok (1)
1. Mencegah publik tersesat gara-gara hoaks tentang COVID-19
Anggota Japelidi sendiri antara lain dari kalangan akademisi dan jurnalis yang tersebar di 78 kampus. Ada 177 anggota yang tercatat dalam grup media sosial dan 163 orang di antaranya terkonfirmasi untuk bergerak melakukan literasi di tengah pandemi COVID-19.
Lewat grup medsos itu, mereka memetakan persoalan literasi masyarakat digital yang ternyata sering disesatkan kabar bohong atau hoaks. Ada hoaks yang menyebut kalau mengonsumsi obat X akan sembuh dari COVID-19, kalau meminum ramuan Z akan bikin kebal dari virus, ada juga doa penangkal virus corona.
“Kami sarikan informasi yang dipercaya kepada masyarakat. Ada edukasi soal COVID-19 biar tak terjebak pusaran hoaks yang ada,” papar Novi.
Mengingat hoaks yang bertebaran menyangkut kesehatan seseorang. Jika orang mengikuti informasi yang menyesatkan akan membahayakan kesehatannya.
“Kalau hoaks politik kan paling yang kena imbas citra politisi atau partai politiknya,” kata Novi.
Baca Juga: Takut Tertular Corona, Warga Ramai-ramai Isolasi Kampung