TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

ORI Beberkan Laporan Pungutan Liar di Sekolah-sekolah di Yogyakarta

Ada beberapa penyebab mengapa pungutan liar ada

IDN/Nindias Khalika

Yogyakarta, IDN Times - Ombudsman Republik Indonesia (ORI) Daerah Istimewa Yogyakarta masih menemukan praktik pungutan liar di sekolah jenjang pendidikan dasar dan menengah di DIY.

Berdasarkan data laporan ORI DIY tahun 2017, pungutan liar ada dan berulang kali terjadi di sekolah negeri jenjang dasar (SD dan SMP) serta sekolah jenjang pendidikan menengah umum maupun kejuruan baik negeri ataupun swasta. Pada tahun 2018, laporan dan investigasi mandiri ORI DIY pun menemukan pungutan liar masih terjadi di beberapa SD, SMP, dan SMA. 

Baca Juga: DIY Kekeh Terapkan Kuota Jalur Prestasi PPDB 5 Persen

1. 10 sekolah yang melakukan pungutan

IDN Times/Ardiansyah Fajar

Data laporan ORI DIY tahun 2017 menunjukkan ada 10 sekolah jenjang pendidikan menengah yang melakukan pungutan. Kesepuluh sekolah itu adalah SMKN 1 Pundong, SMKN 2 Kota Yogyakarta, SMAN 1 Prambanan, SMAN Babarsari, SMAN 1 Bambanglipuro, SMAN 1 Sewon, SMAN Tirtonirmolo, SMKN 1 Kasihan, SMKN 2 Kasihan, dan SMKN 3 Kasihan.

Tahun 2018, beberapa sekolah jenjang pendidikan dasar dan menengah juga melakukan praktik pungutan liar menurut laporan dan investigasi ORI DIY.

"Di antaranya SMPN 4 Nganglik, SDN Brajan di Bantul, SDN Kertirejo di Sleman, SMAN 1 Jetis Bantul, dan SMPN 4 Banguntapan Bantul. Untuk SMPN 4 Banguntapan itu tidak ada laporan. Itu atas prakarsa sendiri," kata Budhi Masthuri, Kepala ORI Perwakilan DIY.

Ia mengatakan kasus pungutan liar di beberapa sekolah yang dilaporkan tahun 2018 akhirnya selesai, salah satunya dengan cara pengembalian uang yang dipungut.

"Sebagian besar permasalahannya sudah selesai. Bentuk penyelesaiannya antara lain pengembalian pungutan seperti di SMPN 4 Ngaglik," jelasnya.

2. Aturan telah dibuat

IDN Times/Nindias Khalika

Budhi mengatakan pemerintah Yogyakarta sudah membuat kebijakan unit cost untuk menghitung kebutuhan biaya pendidikan di sekolah bagi seorang siswa tiap tahunnya.

“Penghitungan ini bertujuan sebagai pertimbangan dalam menentukan besaran dana partisipasi masyarakat yang diperlukan untuk menambah kekurangan dana yang bersumber dari BOS, dana APBD, BOSDA, dan lain-lain,” katanya saat jumpa pers pada Senin (24/6).

Selain itu, pemerintah Yogyakarta juga menerbitkan Perda No. 10 Tahun 2013 tentang Pedoman Pendanan Pendidikan. Peraturan ini, menurut Budhi, dibuat salah satunya untuk mengendalikan pungutan yang dilakukan sekolah.

“Tapi, instrumen tersebut tampaknya tidak cukup efektif mengurangi intensitas pungutan,” jelasnya.

3. Penyebab terjadinya pungli

IDN Times/Nindias Khalika

Budhi lantas menerangkan ketidakmampuan pihak sekolah dalam membedakan dengan tegas antara pungutan dan sumbangan menjadi penyebab mengapa praktik di atas masih terjadi.

Sekolah di bawah Kementerian Agama, kata Budhi, juga belum memberikan perhatian terhadap keberadaan regulasi di tingkat lokal, tak terkecuali peraturan daerah sebagai instrumen untuk menghentikan pungutan.

Ia menjelaskan pemangku kebijakan, khususnya Dinas Pendidikan, dalam hal ini tidak cukup optimal dalam melakukan sosialisasi, diseminasi, internalisasi, dan pengawasan Perda No. 10 Tahun 2013 dan aturan lain untuk mencegah pungutan.

“Penyebab lain juga ekspektasi sebagian orang tua terhadap sekolah agar memenuhi kualitas pendidikan maksimal mendorong terjadinya pungutan. Selain itu, jumlah guru yang belum memenuhi standar dan penambahannya terkendala formasi sehingga membuat bertambahnya beban anggaran untuk membayar guru honorer dari pungutan,” katanya.

4. Pengawasan dan sosialisasi dibutuhkan

IDN Times/Daruwaskita

Budhi pun mengatakan bahwa pengawasan terhadap pengaturan sumbangan pembangunan sekolah negeri dan swasta jenjang pendidikan dasar serta menengah mesti dilakukan. Aturan teknis tentang definisi, item, mekanisme, serta landasan normatif sumbangan sukarela pun harus dibuat.

Di samping itu, kewenangan Dinas Pendidikan dan Kantor Kementerian Agama di Yogyakarta dalam hal pengawasan dan evaluasi mesti dipertegas. Sosialisasi dan internalisasi berbagai aturan terkait pengumpulan dana partisipasi pendidikan juga harus dilakukan. Bagi sekolah yang melanggar maka ia wajib menerima hukuman yang efektif.

Baca Juga: Mendikbud: Era Sekolah Favorit Sudah Selesai

Berita Terkini Lainnya