Pemerintah Diminta Lebih Serius Beri Ruang Bagi Penghayat Kepercayaan
Penghayat kepercayaan perlu pendampingan
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Yogyakarta, IDN Times –Pemerintah dan masyarakat mesti lebih serius lagi memberi ruang kepada para penghayat kepercayaan. Direktur Center for Religious and Cross-cultural Studies (CRCS), Samsul Maarif atau yang akrab disapa Anchu mengatakan baik dari pemerintah sebagai pengambil kebijakan, maupun masyarakat di tingkat bawah harus sadar dan bisa menerima hidup berdampingan.
Menurutnya mulai banyak masyarakat yang bisa terbuka dengan para penghayat, namun diakuinya tidak sedikit yang belum menunjukkan penerimaan.
1. Pelayanan pendidikan penghayat kepercayaan tak otomatis berjalan di lapangan
Menurut Anchu, sapaab akrab Samsul Maarif mengatakan jika melihat kebijakan dengan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memberi pilihan penghayat di KTP bersifat deklaratif, tetapi tidak mengatur secara konkret. Keputusan MK tersebut juga khusus berbicara tentang administrasi kependudukan, yang memang sudah ditindaklanjuti, tapi tindak lanjut itu menjadi membedakan dua KTP.
Menurut Anchu, ada banyak harapan lain para penghayat, untuk mendapat pengakuan. Banyak penghayat juga masih meragukan komitmen pemerintah negara untuk menjalankan mandat negara melihat semua warga negara setara. Banyak kekhawatiran trauma masa lalu, yang membuat masyarakat memilih tidak mengganti kolom agama menjadi kepercayaan di KTP.
“Dulu dibayangkan estimasinya yang mengubah KTP berganti menjadi penghayat sekitar 2 juta, setelah putusan MK. Namun, sampai sekarang baru 2.300. Dari situ kita pelajari, karena KTP tidak berdampak otomatis membantu kemudahan layanan lainnya,” ucap Anchu.
Ia melihat Kementerian yang ada belum sejalan, memiliki komitmen memberi fasilitas pada para penghayat. Hal itu, membuat banyak penghayat tidak menegaskan diri sebagai penghayat. Seperti untuk pernikahan, hak mendapat pendidikan penghayat kepercayaan masih terdapat kendala.
Anchu menyebut untuk pendidikan bagi penghayat kepercayaan di sekolah masih ditemukan kesulitan. Kebijakan yang telah dikeluarkan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi untuk pelayanan pendidikan penghayat kepercayaan tidak secara otomatis berjalan di lapangan.
“Banyak negosiasi, perjuangan yang harus dilakukan. Ada yang berhasil, tidak sedikit yang gagal juga. Banyak penolakan dari sekolah, dengan banyak macam alasan. Jika ada penyuluh untuk penghayat kepercayaan itu, sifatnya memang kerja volunter, tidak ada anggaran khusus. Penyuluh itu terkadang harus mengajar lintas kecamatan, bahkan kabupaten. Itu menunjukkan bagi penghayat ketidakseriusan negara,” kata Anchu.
Dikatakannya untuk menjalankan pendidikan bagi para penghayat ini juga, perlu tindak lanjut dari pemerintah daerah. Pasalnya, tidak jarang di tingkat Pemda tidak bisa memberi fasilitas pendidikan bagi para penghayat.
Baca Juga: Baru 78 Anggota Penghayat Kepercayaan di Bantul yang Mengurus Adminduk
Baca Juga: 7 Jajanan Kaki Lima Kotabaru Mulai dari Pukis Sampai Siomai, Enaknya!