TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Epidemiolog UGM Nilai Hasil Tes Acak Pemudik Tak Bisa Jadi Patokan

Tes dilakukan acak dan tidak disebutkan alat yang digunakan

Ilustrasi petugas polisi menghalau pemudik. (ANTARA FOTO/ Fakhri Hermansyah)

Sleman, IDN Times - Ahli epidemiologi Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Bayu Satria Wiratama menilai data tes COVID-19 terhadap pemudik lebaran di pos penyekatan, belum dapat menunjukkan gambaran angka sebenarnya. Bayu berpendapat hal itu disebabkan tes dilakukan secara acak dan tidak disebutkan alat tes yang digunakan.

"Belum tentu (angka sebenarnya) karena untuk menggambarkan kondisi sebenarnya perlu kaidah yang benar dalam mengambil sampel secara acak," ujar Bayu Satria melalui keterangan tertulisnya, Selasa (11/5/2021). 

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian sekaligus Ketua Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional Airlangga Hartarto menyebutkan dari 6.742 pemudik yang dites di pos penyekatan, tercatat sekitar 4.123 pemudik yang terkonfirmasi positif COVID-19. Dari data tersebut diketahui bahwa lebih dari 60 persen pemudik terkonfirmasi positif. 

Baca Juga: Sri Sultan Minta Warga Yogyakarta Batasi Bepergian saat Lebaran 

1. Pengambilan sampel acak harus sesuai aturan

Petugas medis melakukan rapid tes antigen COVID-19 kepada calon penumpang Kereta Api (KA) di Stasiun Pasar Senen, Jakarta, Senin (21/12/2020) (ANTARA FOTO/Galih Pradipta)

Bayu berpendapat jika tes secara acak menggunakan tes rapid antigen, swab PCR atau Genose C-19 maka angka terkonfirmasi positif sebesar itu menunjukkan hal yang cukup mengkhawatirkan. Namun menurutnya tes acak tersebut tidak bisa menjadi dasar untuk mengatakan secara keseluruhan kondisi gambaran pemudik yang terpapar COVID-19.

"Untuk mencapai gambaran sebenarnya perlu sistematika pengambilan sampel acak yang sesuai kaidah," terangnya.

 

2. Komunikasi pemerintah dinilai tak bagus, picu pemudik nekat pulang

Sejumlah kendaraan terjebak kemacetan saat akan melintas di posko penyekatan mudik di Kedungwaringin, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Minggu (9/5/2021). (ANTARA FOTO/ Fakhri Hermansyah)

Ia sepakat dengan kebijakan pelarangan mudik yang dilakukan oleh pemerintah mengantisipasi adanya gelombang kedua pandemik dan kekhawatiran naiknya kasus COVID-19 seperti yang terjadi di India.

"Larangan mudik susah dilakukan apalagi tanpa penjelasan dan komunikasi yang bagus dari pemerintah. Misalnya kenapa mudik dilarang tapi berwisata boleh?," katanya.

 

Berita Terkini Lainnya