TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Pakar UGM: Pemerintah Harus Belajar Tangani COVID-19 dari Hong Kong 

Juga Taiwan dan Korea Selatan

Prof Erwan Agus Purwanto. Dok: fisipol.ugm.ac.id

Sleman, IDN Times - Pakar Kebijakan Publik Universitas Gadjah Mada (UGM), Prof Erwan Agus Purwanto menilai pemerintah Indonesia mengalami keterlambatan dalam merespons COVID-19. Dia menyebutkan, dari awal semestinya pemerintah belajar dari kasus virus corona sebelumnya, seperti SARS maupun MERS.

Erwan menjelaskan, sebenarnya pemerintah memiliki jeda waktu untuk mempersiapkan penanganan yang memadai sejak kasus pertama COVID-19 muncul di Wuhan pada Desember 2019.

Baca Juga: LBH Yogyakarta: Alihkan Dana Proyek Strategis Nasional untuk COVID-19

1. Pandemi COVID-19 termasuk bentuk bencana baru

Warga menggunakan masker untuk mencegah penularan virus corona saat melihat lowongan pekerjaan di West Coast New Area di Qingdao, Provinsi Shandong, Tiongkok, pada 8 April 2020. ANTARA FOTO/China Daily via REUTERS

Erwan mengatakan bahwa pandemi COVID-19 merupakan bentuk bencana baru, yang mana belum ada preseden guna menangani krisis ini sebelumnya. Meski begitu, Indonesia harus belajar dengan cepat dalam menangani wabah COVID-19 di tanah air.

“Dalam kondisi ini pemerintah perlu jadi fast learner,” terangnya pada Jumat (10/4).

2. Semestinya belajar dari beberapa negara yang sukses tangani COVID-19

Seorang pengemudi diperiksa uji COVID-19 pada klinik 'drive-thru’ di Seoul, Korea Selatan, pada 3 Maret 2020. ANTARA FOTO/Yonhap via REUTERS

Menurut Erwan, dalam melakukan penanganan terhadap COVID-19, pemerintah dapat belajar dari sejumlah negara yang dinilai berhasil dalam mengendalikan penyebaran wabah COVID-19. Seperti halnya belajar dari penanganan yang dilakukan Hong Kong, Taiwan, dan Korea Selatan.

“Ada semacam best practice dari negara-negara yang dianggap sukses dalam menangani virus corona,” katanya.

3. Kebijakan mudik masih dianggap setengah hati

IDN Times/Holy Kartika

Erwan menjelaskan, kebijakan untuk sekadar memberi imbauan agar masyarakat tidak mudik masih dianggap setengah hati. Dia menilai ada dua hal yang masih menjadi pertimbangan pemerintah, di mana di satu sisi pemerintah ingin  menyelamatkan warga negaranya dari wabah COVID-19. Di sisi lain, pemerintah juga ingin menyelamatkan perekonomian masyarakat.

“Kalau lockdown implikasinya itu sangat luar biasa, ekonomi bisa kolaps. Karenanya, pemerintah berikan koridor bagaimana bisa tetap selamat dengan pembatasan sosial, namun masih memberi ruang gerak bagi masyarakat," ungkapnya.

Baca Juga: Hore, Tiga Pasien Lagi di DIY yang Sembuh dari Corona

Berita Terkini Lainnya