Omnibus Law, Kelahiran RUU Sapu Jagat Demi Pertumbuhan Ekonomi (1)
Warga negara dijadikan konsumen
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Yogyakarta, IDN Times – Namanya omnibus law. Sebagian orang di Indonesia memplesetkannya menjadi Gedebus Law. Sebuah ungkapan nyinyir atas isi rancangan produk undang-undang yang dianggap sebagian orang adalah gedebus alias omong kosong. Sebagian lagi memberi julukan RUU Cilaka. Kepanjangan dari RUU Cipta Lapangan Kerja.
Alih-alih mendukung kesejahteraan buruh, isi RUU itu dinilai justru banyak merugikan kaum buruh di berbagai sektor. Belakangan namanya diganti dengan RUU Cipta Kerja usai sebutan RUU Cilaka yang marak di laman-laman media memberi kesan negatif. Ada pula yang menyebutnya sebagai UU Sapu Jagat karena banyak hal yang diatur.
Baca Juga: Omnibus Law Harus Diimplementasikan dengan Penuh Kehati-hatian
1. Omnibus law mengatur bejibun aturan
Istilah Omnibus, menurut Direktur Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta Oce Madril, berasal dari bahasa Latin. Istilah yang muncul pada 1820 itu menggambarkan semacam kendaraan boks yang ditarik kuda. Biasanya satu boks memuat 2-3 penumpang. Kali ini bisa diisi banyak orang karena boksnya dibuat panjang. Demikianlah gambaran ringkas Omnibus Law. Satu produk hukum yang memuat sebejibun regulasi, banyak aturan.
Ada belasan topik yang masuk di dalamnya. Persoalan lingkungan hidup, pers, pertanian, perkebunan, pertambangan, administrasi, perizinan, ketenagakerjaan, dan banyak lagi. Harus didekati dengan banyak perspektif karena banyak yang diatur.
“Boleh jadi penyusunnya lupa apa saja yang diatur,” kata Oce dalam diskusi bertema “Omnibus Law dan Korupsi Legislasi” di Kantor Pukat UGM, 26 Februari 2020 lalu.
Lantaran disusun masing-masing sektor, tak menutup kemungkinan regulasi antar sektor itu saling bertabrakan. “Mestinya saling terintegrasi,” kata Oce.
Ide omnibus law sudah lama untuk diterapkan di Indonesia. Oce adalah salah satu akademisi yang pernah diajak ikut serta mendiskusikan beberapa ide awal. Setelah itu, tak diajak lagi.
“Mungkin beda paradigma sehingga dinilai tak banyak manfaat mengundang saya,” kata Oce.
Baca Juga: Tak Hanya Buruh, Omnibus Law Memberi Dampak bagi Semua (2)