Alimatul: Prinsip Negosiasi Suami Istri Itu Ibarat Sepasang Kaki
Yang terpenting negosiasi, bukan dominasi
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Sleman, IDN Times – Terpilih menjadi satu dari 15 komisioner Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) Periode 2020-2024, Alimatul Qibtiyah telah mengantongi dua persoalan sebagai pekerjaan rumah. Pertama, masih kentalnya paradigma patriarki dalam masyarakat yang memposisikan laki-laki lebih utama dan unggul ketimbang perempuan. Kedua, meningkatnya konservativisme.
“Meski (konservativisme) kecil, tapi kayaknya tersistematis ya,” kata Alimatul ketika ditemui IDN Times di Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta, Selasa (26/11) sore.
Apabila dibiarkan, dua PR besar itu akan semakin kuat memposisikan perempuan sebagai makhluk nomor dua, membatasi peran perempuan, pembagian resource yang tidak adil, serta dipengaruhi pemahaman agama tekstual yang konservatif.
Sementara melalui buku hasil riset dan disertasinya yang diterbitkan 2019 dengan judul Feminisme Muslim di Indonesia, menurut Alim, Indonesia telah mempunyai konsep sendiri tentang muslim feminis. Lewat konsep itu, Alim yakin saatnya mengekspor feminisme muslim tentang pemahaman muslim feminis di Indonesia.
“Sehingga Indonesia sebagai the biggest mouslem country in the world bisa jadi rujukan tentang bagaimana menangani isu-isu perempuan. Tanpa harus menghilangkan nilai agama dan budaya yang ada,” papar Alim yakin.
Lewat konsep itu, Alim yakin akan merampungkan dua PR besar itu. Seperti apakah sih feminisme muslim hasil risetnya?
Baca Juga: Alimatul: Perlu Bahasa Agama untuk Memahamkan RUU PKS
1. Feminisme muslim di Indonesia versi Alim
Menurut arti secara umum, bagi Alim, feminis adalah menyadari ada persoalan perempuan dan ada usaha menyelesaikan persoalan itu agar kehidupan perempuan menjadi lebih baik. Sedangkan feminis muslim versi Indonesia adalah seorang laki-laki dan perempuan menyadari ada persoalan ketidakadilan gender dalam masyarakat dan mencoba mengubah penafsiran-penafsiran yang misoginis yang bersumber dari penafsiran teks keagamaan. Dan berusaha menciptakan keluarga sakinah, mawadah, warahmah, dan demokratis.
“Agak lucu memang definisinya. Dan itu tak saya temukan di Amerika,” kata Alim yang memperdalam studi tentang perempuan di University of Northern Iowa, Amerika Serikat, selama dua tahun.
Hal itu sesuai dengan prinsip pernikahan dalam Islam yang menjadi pilar-pilar feminisme muslim di Indonesia, yaitu berpasangan, janji yang kokoh, saling memberi kebaikan antar pasangan, dan musyawarah.
Baca Juga: Mengenal Alimatul, Komisioner Komnas Perempuan dari Yogyakarta