Tradisi Jenang Lemu, Bubur Khas dalam Momen Kelahiran

- Tradisi Jenang Lemu menjadi bagian momen kelahiran dengan sajian khas berupa bubur, sayur krecek, dan lauk telur sebagai wujud doa orangtua.
- Jenang lemu mencerminkan pola hidup masyarakat Jawa yang mengedepankan rasa saling bersaudara tanpa memandang status sosial.
- Pelaksanaan tradisi ini umumnya bertepatan dengan hari lahir sang bayi, diikuti oleh undangan warga sekitar untuk berdoa bersama dan menikmati sajian sebagai ungkapan syukur.
Tradisi Jenang Lemu masih lestari di tengah masyarakat Jogja. Tradisi ini menjadi bagian pada momen kelahiran. Terdapat sajian khas yang jadi menu utama berupa bubur dilengkapi sayur krecek dan lauk telur. Ini sebagai wujud doa dan harapan dari orangtua yang baru memiliki anak.
Dilansir laman resmi Kapanewon Pleret Bantul, jenang lemu adalah warisan budaya yang memiliki nilai-nilai kebaikan spiritual, hingga sosial. Masyarakat percaya bahwa sajian khas ini membawa berkah, dan sebagai simbol perlindungan bagi bayi.
Nah, apa makna dan bagaimana tahapannya? Simak terus, ya.
1.Makna di balik semangkuk Jenang Lemu

Tak sekadar sesaji dalam pelaksanaan tradisi lahirnya bayi, jenang lemu juga punya makna mendalam yang mencerminkan pola hidup masyarakat Jawa. Dilansir laman resmi Kalurahan Trirenggo, jenang atau bubur merupakan makanan khas yang unik sebab tak terikat oleh kasta sosial. Semua kalangan dari bangsawan hingga biasa dapat menikmati sajian ini.
Keistimewaan ini menunjukkan bahwa kuliner masa lalu juga bisa melebur dengan rakyat biasa. Ini mencerminkan rasa saling bersaudara. Bahannya pun mudah ditemukan seperti beras, santan, dan gula merah. Bahan yang dibutuhkan ada sekitar rumah, ini juga menunjukkan tentang kemandirian dalam mempertahankan tradisi lokal.
Dari semangkuk jenang lemu menyiratkan pentingnya harmonisasi dan akrab antara satu dengan lainnya tanpa memandang status sosial semata. Sebagai bagian dari tradisi lahiran, sajian ini termasuk bentuk penghormatan terhadap warisan budaya yang berupa makanan tradisional.
2.Waktu dan tata pelaksanaannya

Tradisi ini umumnya dilakukan bertepatan dengan hari lahirnya sang bayi. Namun, ada juga yang melaksanakannya satu hari setelah sang ibu melahirkan. Ini dipengaruhi oleh beragam faktor seperti kondisi finansial keluarga, memastikan kesehatan ibu dan bayinya baik dan stabil dulu, maupun ada pihak keluarga yang masih dalam perjalanan menjenguk saudara yang baru saja melahirkan dan ingin terlibat dalam prosesinya.
Pada hari pelaksanaannya, keluarga dari sang bayi juga mengundang warga sekitar rumahnya untuk datang berdoa bersama dan menikmati sajian ini sebagai ungkapan syukur lahirnya buah hati. Namun, sekarang juga ada yang memilih cara lain yaitu langsung membagikan makanan kepada saudara, kerabat, dan tetangga tanpa mengadakan acara.
Terlepas dari perbedaan tersebut, inti dari tradisi ini tetap sama yaitu wujud syukur dan doa agar kelak bayinya sehat, tumbuh cerdas, dan diiringi kebaikan.
3.Jadi momen silaturahmi

Meski zaman sekarang pelaksanaannya lebih sederhana, namun tetap bernilai budaya istimewa. Tradisi ini sekaligus sebagai ajang silaturahmi antarkeluarga dan warga sekitarnya. Berkumpul dalam suasana gembira penuh keakraban.
Saling bersyukur dan mendoakan bayi yang baru lahir agar menjadi kebanggan keluarga dan bangsa. Ajaran baiknya juga masih terasa seperti mengingatkan manusia senantiasa bersyukur dalam hidupnya. Ini mencerminkan budaya Jawa, kebahagiaan satu keluarga juga jadi kebahagiaan yang lainnya.
Adanya pelaksanaan tersebut juga sebagai sarana menjaga tali persaudaraan, dan terus berbuat baik kepada lingkungan. Warga yang hadir bisa semakin mempererat hubungan baiknya, menciptakan harmoni indah dalam kehidupan bermasyarakat.
Di sisi lain, dengan mempertahankan tradisi ini juga wujud tindakan mencintai budaya sendiri. Inilah yang perlu dilakukan generasi sekarang sehingga warisan nenek moyang tidak hilang karena ada perubahan zaman.
Sajian bubur khas dalam tradisi kelahiran bayi adalah simbol rasa syukur, kebersamaan yang menyenangkan, dan keterhubungan manusia dengan Tuhan. Semoga tradisi jenang lemu terus hidup di tengah kemajuan zaman, dan kesibukan masyarakat karena jadi pengingat hal-hal yang memberi dampak baik untuk diri dan sekitarnya.