Kisah Pelukis Ki Joko Wasis, Lukisannya Pernah Dibayar Rp2 Ribu 

Melukis sukarela menjadi sebuah terapi olah rasa

Kawasan Alun Alun Kidul (Alkid) Kota Yogyakarta, kembali menjadi tempat berkumpul warga. Seakan tak pernah sepi, Alkid di tengah masa kenormalan baru membuat banyak orang mencari rezeki,

Salah satunya dilakukan oleh seorang pelukis jalanan bernama Ki Joko Wasis. Menariknya, pria berusia 60 tahun ini menawarkan kemampuannya melukis wajah dengan bayaran sukarela kepada setiap pengunjung Alkid.

Baca Juga: Tempat Nasi Gratis Jogja, Siapa pun Dapat Menaruh dan Ambil Makanan

1. Ternyata bukan pelukis biasa karena sudah melukis di berbagai wilayah Indonesia

Kisah Pelukis Ki Joko Wasis, Lukisannya Pernah Dibayar Rp2 Ribu IDN Times/Rijalu Ahimsa

Ki Joko Wasis mengaku mulai melukis di kawasan Alkid sejak delapan bulan lalu. Menariknya dirinya ternyata bukan pelukis biasa. Ia pernah diminta melukis Bupati Lampung, hingga melakukan aksi melukis wajah Presiden Jokowi di depan istana negara.

"Biasanya ngelukis di Bundaran Hotel Indonesia, masuk istana. Terus juga di Surabaya, di Lampung, Bupati Lampung yang minta gambar besar, tapi karena itu biaya besar yang order juga harus berani bayar tinggi kan, tapi sekarang sudah jarang akhirnya balik kampung lah ini," ungkapnya saat IDN Times temui di kawasan Alkid pada Kamis (16/7/2020).

Dirinya mengaku sudah lelah berkeliling berbagai wilayah Indonesia, kini laki-laki yang mengaku asli Yogyakarta ini tinggal di kawasan Sagan. 

2. Melukis secara sukarela merupakan bagian dari terapi olah rasa

Kisah Pelukis Ki Joko Wasis, Lukisannya Pernah Dibayar Rp2 Ribu IDN Times/Rijalu Ahimsa

Ki Joko Wasis bercerita mulai melukis sejak SD, hingga pernah mengenyam pendidikan seni di Sekolah Menengah Seni Rupa (SMSR) Yogyakarta. 

Kegiatan melukis dengan bayaran sukarela yang dilakoni Ki Joko Wasis seperti saat ini, ia anggap sebagai bentuk terapi olah rasa.

"Karena ini kita ada keinginan, ini bagian dari terapi saja menggambar itu. Kita berbagi karya lebih banyak daripada kita patok harga, dan konsep itu sebenarnya juga konsep budaya, budaya olah rasa" 

Dirinya menjelaskan, konsep melukis sukarela ini merupakan konsep budaya yang dianalogikan seperti tabib-tabib di Jawa yang mengobati orang tanpa pernah mematok harga sehingga orang yang diobati ikhlas memberi karena melakukan olah rasa.

3. Pandemik corona menjadi tantangan bagi pelukis jalanan

Kisah Pelukis Ki Joko Wasis, Lukisannya Pernah Dibayar Rp2 Ribu IDN Times/Rijalu Ahimsa

Ki Joko Wasis yang mampu melukis sketsa wajah dalam waktu 10 hingga 15 menit ini dapat ditemui di kawasan Alkid mulai pukul 4 sore hingga 8 malam. Setelah itu dirinya menuju ke Pasar Senthir untuk kembali menawarkan jasanya hingga malam hari. 

Dalam sehari di kenormalan baru ini, Ki Joko Wasis mengaku bisa melukis hingga 5 orang. Sedangkan sebelum pandemik COVID, dirinya mampu menghasilkan lukisan hingga 10 sampai 15 orang.

Dirinya juga bercerita, selama masa pandemik dan penutupan beberapa tempat termasuk di antaranya Alkid, banyak pelukis jalanan beralih mencari pekerjaan lain.

Baca Juga: Sapardi Djoko Damono hanya Butuh 15 Menit Membuat Puisi Aku Ingin

4. Lukisannya pernah dibayar hanya Rp2 ribu

Kisah Pelukis Ki Joko Wasis, Lukisannya Pernah Dibayar Rp2 Ribu Ki Joko Wasis memamerkan hasil sketsa wajah teman-temannya - IDN Times/Rijalu Ahimsa

Ki Joko Wasis menceritakan kisah menarik saat ada anak kecil yang datang kepadanya untuk minta dilukis, namun anak itu hanya mampu membayar Rp2 ribu saja. Dirinya pun menerima.

Menariknya beberapa saat kemudian datang lima anak lainnya yang meminta dilukis, smeuanya hanya membawa Rp2 ribu untuk membayar Ki Joko Wasis.

"Ini kan lucu kalau kita bicara masalah nilai uang, aduh Rp2 ribu, tapi ada peristiwa gitu lho. Dia bawa teman-temannya, oh aku digambar gini-gini Rp2 ribu lho," ucapnya.

5. Melukis sukarela sebagai sebuah barometer penghargaan karya seni

Kisah Pelukis Ki Joko Wasis, Lukisannya Pernah Dibayar Rp2 Ribu IDN Times/Rijalu Ahimsa

Dengan menjadi pelukis sketsa sularela, Ki Joko Wasis mengaku bisa melihat bagaimana karakter setiap orang dalam menghargai sebuah seni. 

"Jadi orang menilai sebuah karya itu kita bisa membaca, wah dia itu pengamat, oh dia itu orang iseng-iseng, oh dia itu tahu seni dia kadang bayar Rp100 ribu. Nah di sini kita bisa lihat kan mungkin itu barometer bahwa perkembangan pemahaman tentang dunia seni khususnya masyarakat masih beragam. Kayak di Lampung itu, ya daripada bayar lukisan mahal lebih baik beli mebel gitu kan, nah itu bisa untuk barometer," ungkapnya.

Dirinya juga juga mengatakan bahwa sering ditentang karena sudah mencari ilmu seni susah payah namun masih mau menerima bayaran yang relatif kecil, namun dirinya merasa hal ini susah dijabarkan.

Semoga Ki Joko Wasis tetap bisa berkarya dan semakin banyak orang yang bisa mengapresiasi karya seninya dengan harga yang layak, ya.

Baca Juga: Viral, Nenek Renta Diduga Dipaksa Jualan Salak oleh Anaknya

Topik:

  • Febriana Sintasari

Berita Terkini Lainnya