Mengenal Culture Shock, Ternyata Ada Fase Adaptasinya

Kamu yang sering bepergian rentan mengalaminya

Di era modern saat ini, bepergian dari satu tempat ke tempat lain terjadi dengan begitu cepat dan mudah. Namun, tak dapat dimungkiri bahwa butuh waktu bagi seseorang untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan barunya di mana bahasa, kepercayaan, nilai, dan perilaku mungkin berbeda dari budaya asal. Sering kali, hal ini menyebabkan culture shock atau gegar budaya.

Istilah culture shock tentu sudah tidak asing bagi kebanyakan orang. Namun, tema ini selalu menarik untuk dibahas karena bisa dialami setiap orang, terlebih bagi mereka yang suka bepergian jauh. Kamu juga pernah mengalaminya?

Baca Juga: 8 Cara Menerapkan Stoikisme agar Hidup Lebih Bahagia

1. Apakah sebenarnya culture shock itu?

Mengenal Culture Shock, Ternyata Ada Fase Adaptasinyailustrasi Culture Shock (pexels.com/Yan Krukov)

Istilah culture shock pertama kali diperkenalkan pada pertengahan 1950-an oleh Kalervo Oberg. Ia mendefinisikan hal ini sebagai kecemasan akibat hilangnya semua tanda dan simbol hubungan sosial yang sudah dikenal. Tanda dan simbol yang akrab di sini berarti ciri khas dari budaya di mana seseorang tinggal atau dibesarkan.

Hal ini dapat berarti hal sederhana seperti cara memberi salam, kapan harus berjabat tangan, sampai hal kompleks seperti bagaimana menyanggah pendapat lawan bicara. Kita mempelajari semua perilaku ini seiring bertambahnya usia, menganggapnya 'normal' dan mungkin universal.

Karena itu, ketika seseorang memasuki tempat atau negara asing dan sadar bahwa semua yang dia ketahui tidak ada di sana, seseorang cenderung menjadi cemas dan bahkan frustrasi. Secara sederhana, culture shock dapat dipahami sebagai keadaan terkejut dan tertekan yang dialami seseorang saat menghadapi lingkungan yang tidak dikenal.

Lebih lanjut, untuk menguasainya, seseorang harus berusaha untuk memahami budaya dari tempat tujuan. Hal ini memakan waktu yang bervariasi, tergantung individu masing-masing. Menurut psikolog Adrian Furnham, proses ini dinamakan dengan fase culture shock, yang secara umum terbagi menjadi empat fase sebagai berikut:

2. Fase pertama: Honeymoon Stage

Mengenal Culture Shock, Ternyata Ada Fase Adaptasinyailustrasi Honey Moon Stage (pexels.com/Katerina Holmes)

Fase pertama adalah perasaan khas orang-orang yang datang ke tempat baru seperti sangat bersemangat, bergembira, penuh harapan positif, dan idealisasi tentang budaya baru. Pada titik ini, perjalanan atau pindah tampaknya menjadi pilihan terbaikmu, pengalaman yang menyenangkan akan bertahan selamanya. Bahkan jika kecemasan dan stres muncul, tampaknya akan ditafsirkan secara positif.

Dalam perjalanan singkat, honeymoon stage mungkin saja akan mencakup seluruh pengalaman, karena efek culture shock di kemudian hari hanya memiliki waktu yang singkat. Sebaliknya, pada perjalanan yang lebih panjang, tahap honeymoon stage biasanya akan segera berakhir dan berlanjut ke tahap selanjutnya.

Baca Juga: 7 Aktivitas yang Membuat Waktu Luangmu Lebih Bermakna

3. Fase kedua: Crisis Stage

Mengenal Culture Shock, Ternyata Ada Fase Adaptasinyailustrasi Crisis Stage (pexels.com/MART PRODUCTION)

Seperti namanya, crisis stage merupakan puncak dari gegar budaya, dan biasanya menjadi tahap paling sulit. Fase ini dimulai dengan serangkaian masalah yang meningkat, pengalaman buruk, atau masalah serius lainnya. Pada tahap ini, biasanya seseorang akan mulai kelelahan dan frustasi karena tidak memahami gerak tubuh, isyarat dan bahasa, serta terjadinya miskomunikasi.

Perbedaan antara kedua budaya akan semakin sering terlihat dan terjadi. Karena itu, kamu biasanya akan membandingkan budaya baru dan budaya asalmu. Hal ini bisa berpuncak pada depresi, sakit, atau perasaan kerinduan untuk pulang ke rumah, ini adalah hal normal yang terjadi di fase krisis.

4. Fase ketiga: Adjustment Stage

Mengenal Culture Shock, Ternyata Ada Fase Adaptasinyailustrasi Adjustment Stage (pexels.com/Liza Summer)

Culture shock tidak akan berlangsung selamanya, karena pada dasarnya manusia memiliki kemampuan beradaptasi. Di tahap penyesuaian atau reorientasi ini, kamu akan belajar bagaimana beradaptasi dengan lingkungan budaya baru secara efektif.

Fase krisis akan perlahan mereda ketika kamu secara bertahap beradaptasi dengan lingkungan baru. Hal ini bisa dimulai dengan mengembangkan rutinitas, hadirnya orang baru yang dapat membantu untuk memahami budaya sekitar, dan belajar meningkatkan keterampilan bahasa.

Seiring berjalannya waktu, kamu akan merasa budaya baru mulai masuk akal dan respons negatif yang terjadi sebelumnya akan berkurang. Pada tahap ini juga, kamu sadar akan perbedaan antara budaya asal dan budaya baru, tetapi sudah mengerti bahwa budaya baru tidak buruk; itu hanya perlu ditafsirkan dengan pola yang berbeda. Akan ada hal-hal yang kamu sukai atau tidak, dan kamu mengetahui alasannya.

5. Fase keempat: Adaptation Stage

Mengenal Culture Shock, Ternyata Ada Fase Adaptasinyailustrasi Adaptation Stage (pexels.com/Armin Rinoldi)

Fase terakhir adalah fase adaptasi yang dicapai dengan mengembangkan penyesuaian yang stabil untuk mengatasi masalah dan menerima budaya baru. Menerima di sini tidak berarti sepenuhnya memahami budaya atau masyarakat baru, tetapi menyadari bahwa pemahaman yang seutuhnya dapat dicapai secara perlahan. 

Mencapai tahap ini membutuhkan respons yang positif terhadap gegar budaya dengan cara adaptasi yang efektif. Kamu dapat menerapkan beberapa strategi dalam fase adaptasi, hal ini bervariasi tergantung goals saat pergi ke negara tujuan. 

Jika sudah mengenal dan memahami culture shock beserta tahapannnya, maka kamu akan mengetahui bahwa hal tersebut tidak akan bertahan selamanya. Jangan takut untuk bertualang menjelajahi daerah lain, proses adaptasi akan terjadi, dan perlahan kamu akan merasa betah.

Baca Juga: 5 Trik Baca Buku tanpa Menghabiskan Banyak Waktu dari Tokoh Sukses

Marissa Yolanda Photo Community Writer Marissa Yolanda

Member IDN Times Community ini masih malu-malu menulis tentang dirinya

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Paulus Risang

Berita Terkini Lainnya