5 Cara Mengakali Algoritma Biar Kamu Tetap Jadi Diri Sendiri

- Algoritma mengendalikan apa yang kita lihat, sukai, dan pikirkan di media sosial
- Penting untuk memilih konten yang memotivasi dan mendidik diri sendiri secara sadar
- Pertimbangkan tujuan posting di media sosial, hindari ngejar like dan views demi validasi online
Di era digital, algoritma udah kayak sahabat yang kita gak pilih. Feed media sosial kamu, video yang muncul di FYP, sampai rekomendasi musik di playlist—semuanya dikendalikan sama sistem yang mendikte apa yang “harus” kamu lihat, sukai, bahkan pikirkan. Akibatnya, tanpa sadar, kita sering ikut-ikutan tren hanya supaya tetap “nyambung” dan eksis. Tapi pertanyaannya, masihkah itu kita yang asli, atau cuma versi algoritma?
Jangan salah paham—mengikuti tren itu gak masalah. Tapi kalau kamu kehilangan arah, cuma demi engagement dan validasi online, itu baru bahaya. Yang seharusnya jadi platform ekspresi diri malah berubah jadi tekanan sosial terselubung. Nah, biar kamu tetap bisa eksis tapi tetap autentik, ini lima cara cerdas mengakali algoritma tanpa kehilangan jati diri. Yuk, jadi manusia merdeka di tengah arus digital yang deras.
1. Kurasi konten yang kamu konsumsi

Algoritma bekerja berdasarkan kebiasaan kamu. Kalau kamu sering nonton video produktivitas, konten serupa akan terus bermunculan. Sebaliknya, kalau kamu kebanyakan scroll video drama atau gosip, ya itu juga yang akan kamu dapetin. Jadi, penting banget buat secara sadar memilih konten yang kamu konsumsi. Follow akun-akun yang memotivasi kamu jadi versi terbaik dari diri sendiri, bukan yang bikin kamu merasa “kurang” terus-terusan.
Coba tanyain ke diri sendiri, “Konten ini bikin aku makin ngerti diriku atau justru menjauh dari diri sendiri?” Dengan mengubah pola konsumsi, kamu juga secara otomatis “ngedidik” algoritma. Kamu yang kendalikan, bukan sebaliknya. Dan dari situ, kamu bisa bikin ruang digital yang lebih sehat dan nyambung sama value yang kamu pegang.
2. Posting dengan intensi, bukan insekuritas

Setiap kali mau upload sesuatu, tanya dulu: “Aku posting ini karena ingin berbagi atau cuma ingin validasi?” Kita semua manusia, wajar kalau sesekali pengen dapet pengakuan. Tapi kalau semua yang kamu posting cuma buat ngejar like dan views, kamu bakal capek sendiri. Lama-lama kamu bisa lupa rasanya jadi diri sendiri yang gak terkurasi.
Cobalah posting hal-hal yang memang kamu suka dan relate sama hidup kamu. Bisa aja konten itu gak viral, tapi kamu akan menarik orang-orang yang benar-benar satu frekuensi. Dan percayalah, satu komentar tulus lebih bermakna daripada seribu like dari orang yang gak ngerti kamu siapa.
3. Bikin ruang offline yang sama pentingnya

Hidup kamu gak berakhir di layar. Dunia nyata masih jauh lebih luas dari sekadar timeline. Kalau kamu mulai ngerasa tekanan buat selalu tampil “perfect” online, itu sinyal buat rehat sejenak dan reconnect sama realita. Temui teman-teman, ngobrol langsung, atau sekadar jalan-jalan tanpa bawa HP.
Ruang offline bikin kamu inget bahwa hidup itu gak perlu selalu dibagikan untuk tetap berarti. Dari situ, kamu juga jadi lebih grounded dan gak gampang kebawa arus tren digital. Ketika kamu nyaman dengan keheningan di dunia nyata, kamu gak akan panik waktu dunia maya lagi gak merespons seperti biasa.
4. Jangan takut jadi niche

Banyak orang takut jadi “beda” karena takut gak diterima. Padahal justru dengan menjadi unik, kamu bisa punya ciri khas yang bikin kamu diingat. Gak harus jadi generalis yang ikut semua tren. Kadang jadi spesialis dalam satu hal yang kamu kuasai bisa lebih kuat resonansinya.
Misalnya kamu suka baca buku klasik, masak makanan jadul, atau bahas psikologi—kenapa gak angkat itu aja? Percayalah, selalu ada audiens untuk setiap topik. Yang penting, kamu tahu kenapa kamu lakuin itu dan kamu lakuin dengan konsisten. Algoritma justru suka sama yang konsisten dan otentik.
5. Sadari kalau angka bukan segalanya

Algoritma selalu main angka. Tapi kamu? Kamu manusia, bukan statistik. Follower, like, view—itu semua bisa jadi jebakan kalau kamu pakai buat menilai nilai dirimu. Padahal, validasi yang paling penting datangnya dari diri kamu sendiri, bukan dari notifikasi. Coba lihat lagi tujuan awal kamu main media sosial. Apa karena ingin dikenal? Didengar? Diapresiasi? Semua itu valid. Tapi jangan biarkan angka mendikte cara kamu menilai diri. Fokus sama kualitas relasi, bukan kuantitas reaksi. Karena pada akhirnya, yang bertahan bukan yang paling viral, tapi yang paling jujur sama dirinya sendiri.
Kita gak bisa sepenuhnya lepas dari algoritma, tapi kita bisa belajar buat gak tunduk padanya. Jadi diri sendiri itu gak instan, apalagi di dunia yang serba cepat dan penuh distraksi. Tapi setiap kali kamu berani tampil apa adanya, kamu sedang memperjuangkan kemerdekaan yang gak bisa diberikan oleh siapa pun selain dirimu sendiri. Jadilah kreator hidupmu, bukan cuma konsumen konten. Kamu gak harus selalu jadi yang paling update, cukup jadi yang paling jujur.