- Parang Rusak Barong ukuran lebih dari 10 cm hingga tak terbatas hanya boleh dikenakan oleh raja dan putra mahkota
- Parang Barong berukuran 10-12 cm digunakan oleh putra mahkota, permaisuri, Kanjeng Panembahan dan istri utamanya, Kajeng Gusti Pangeran Adipati dan istri utamanya, putra sulung sultan dan istri utamanya, putra-putri sultan dari permaisuri, dan patih.
- Parang gendreh dengan ukuran 8 cm boleh dipakai oleh istri sultan atau ampeyan dalem, istri putra mahkota, putra-putri dari putra mahkota, Pangeran Sentana, para pangeran dan istri utamanya.
- Parang Klithik ukuran 4 cm ke bawah diizinkan dipakai untuk putra ampeyan Dalem, dan garwa ampeyan atau selir putra mahkota, cucu, cicit atau buyut, canggah, dan wareng.
Sejarah dan Makna Motif Batik Parang, Siapa yang Boleh Memakai?

- Sejarah batik parang berasal dari Kerajaan Mataram dan digunakan secara eksklusif oleh bangsawan dan keluarga kerajaan sebagai simbol status dan kekuasaan.
- Makna motif batik parang adalah kekuatan, semangat juang, dan keseimbangan dalam kehidupan, serta diciptakan oleh Panembahan Senapati saat melihat gerakan ombak Laut Selatan.
- Jenis batik motif parang seperti parang kancing ceplok kupu, parang rusak, dan parang klitik ditetapkan sebagai batik awisan oleh Keraton Yogyakarta karena memiliki kekuatan spiritual dan makna filsafat tinggi.
Pernahkah kamu bertanya-tanya, kapan dan dari mana seni batik yang indah ini berasal? Ya, batik memiliki sejarah panjang Indonesia, di mana kain bergambar tersebut telah diwariskan secara turun-temurun, bahkan sudah ada sejak zaman kerajaan-kerajaan kuno, lho. Proses membatik yang unik dengan malam panas beserta motifnya yang kaya menjadi saksi bisu kekayaan budaya sampai akhirnya menjadikannya salah satu warisan budaya tak benda UNESCO.
Nah, dari sekian banyak motif yang ada, salah satu yang melegenda dan menyimpan kisah mendalam, khususnya di Keraton Jogja, adalah motif batik parang. Bukan sebarang motif, dulunya bahkan punya kedudukan yang sakral dan hanya boleh dikenakan oleh keluarga keraton. Penasaran apa makna tersembunyi di balik motif dan bagaimana awal kemunculannya? Yuk, kita telusuri lebih lanjut tentang motif batik parang berikut ini!
1. Sejarah batik parang dan kemunculannya di era Kerajaan Mataram

Dilansir dari laman jogjaprov.go.id, batik mulai di Jawa mulai dikembangkan pada masa Kerajaan Mataram. Tak terkecuali di Kasultanan Yogyakarta dan Kasunanan Surakarta, yang terpecah akibat perjanjian Giyanti. Kedua kerajaan ini menjadikan batik sebagai bahan pakaian dari raja dan keluarganya. Meski begitu, seiring berkembangnya zaman, batik kini bisa dipakai oleh berbagai kalangan.
Sedangkan dari laman sonobudoyo.jogjaprov.go.id disebutkan bahwa keberadaan Batik Parang dapat ditemukan sejak Kesultanan Mataram pada abad ke-16. Pada masa itu, motif ini digunakan secara eksklusif oleh bangsawan dan keluarga kerajaan sebagai simbol status dan kekuasaan. Tak cuma itu, batik parang biasanya digunakan sebagai busana resmi yang disandingkan dengan kebaya atau kain panjang.
2. Asal nama dan makna motif batik parang

Nah, kata "parang" berasal dari bahasa Jawa yang artinya "pedang". Makna motif batik parang adalah kekuatan, semangat juang dan keberanian. Motif dengan pola garis miring menyerupai ombak atau huruf 'S' yang tidak terputus tersebut bukan sekadar gambar.
Ini adalah lambang keseimbangan dan harmoni dalam kehidupan. Dari laman sonobudoyo juga dijelaskan bahwa dari motif parang ada pesan tentang keseimbangan dalam berbagai aspek kehidupan. Mulai dari pekerjaan, keluarga, maupun hubungan sosial, dan itu merupakan kunci untuk mencapai kebahagiaan dan kedamaian.
Hal ini juga dapat dilihat dari proses pembuatannya yang tergolong rumit. Polanya yang teratur dan berulang, membuat perajin perlu cermat dan kreatif sehingga batik parang dapat menjadi simbol dari dedikasi dan keahlian.
Ada pemaknaan lain dari motif batik Parang. Menurut laman kratonjogja.id, motif parang diciptakan oleh Panembahan Senapati kala melihat gerakan ombak Laut Selatan yang menerpa karang di tepi pantai. Karena itu, pola garis lengkungnya kemudian diartikan sebagai ombak lautan yang menjadi tenaga pusat alam. Hal ini dimaksud sebagai kedudukan raja dan komposisi miring pada motif ini juga menjadi lambang kekuasaan, kebesaran, kewibawaan, dan kecepatan gerak.
3. Jenis batik motif parang dan alasannya menjadi batik awisan

Nah, ada beberapa jenis motif batik parang yang ada saat ini seperti parang kancing ceplok kupu, parang rusak, parang klitik, dan lain-lain. Di antara jenis-jenis tersebut, ada beberapa yang ditetapkan sebagai batik awisan oleh Keraton Yogyakarta. Hal ini karena Sultan yang sedang bertahta memang memiliki kewenangan untuk menetapkan motif batik tertentu.
Pengertian batik awisan adalah motif batik tertentu yang pemakaiannya diatur oleh keraton karena terikat dengan aturan-aturan tertentu dan tidak semua orang dapat memakainya. Bukan tanpa alasan, batik motif awisan dipercaya memiliki kekuatan spiritual maupun makna filsafat yang tinggi sehingga hanya orang terpilih yang dapat memakainya.
Parang Rusak, merupakan motif pertama yang dijadikan sebagai pola larangan oleh Sri Sultan Hamengku Buwono I pada 1785. Selanjutnya Sri Sultan Hamengku Buwono VIII yang bertakhta pada 1921-1939 kian menegaskan motif parang dan variasinya menjadi batik larangan di Keraton Yogyakarta. Larangan ini bahkan secara khusus tertuang dalam “Rijksblad van Djokjakarta” tahun 1927 yang berisi Pranatan Dalem Bab Jenenge Panganggo Keprabon Ing Keraton Nagari Yogyakarta.
4. Peraturan dan siapa saja yang boleh mengenakan batik motif awisan

Ada peraturan dan ketentuan mengenai siapa saja hingga cara pakai batik motif awisan di Keraton Yogyakarta, khususnya penggunaan batik larangan dalam nyamping atau bebet dan kampuh atau dodot. Dikutip dari laman kratonjogja.id, berikut peraturan pemakaian nyamping atau bebet:
Sedangkan aturan penggunaan motif parang untuk kamput atau dodot yaitu:
- Motif Parang Barong dikenakan oleh sultan, permaisuri dan istri utama, putra mahkota, putri sulung sultan, Kanjeng Panembahan, Kanjeng Gusti Pangeran Adipati, putra sulung sultan dan istri utamanya.
- Kampuh Gendreh dipakai oleh putra-putri sultan dari permaisuri dan garwa ampeyan, istri atau garwa ampeyan, putra-putri dari putra mahkota, Pangeran Sentono, istri utama para pangeran, dan patih.
- Bebet Prajuritan atau kain batik untuk kelengkapan busana keprajuritan, yang boleh mengenakan sama dengan ketentuan pemakaian kampuh.
- Kampuh Parang Rusak Klithik dipakai untuk istri dan garwa ampeyan putra mahkota.
Menarik kan membahas tentang seluk beluk motif batik parang hingga alasan kenapa menjadi batik awisan di Keraton Yogyakarta.? Jadi makin paham ya, kalau motif batik pun sarat akan makna dan filosofi!


















