Menilik Etika dalam Tradisi Mudik Lebaran di Masyarakat Jawa

Mudik Lebaran adalah tradisi masyarakat Indonesia. Dalam Bahasa Jawa mudik adalah singkatan dari mulih disik, atau dalam Bahasa Betawi adalah udik yang artinya kampung.
Dilansir laman Pusat Studi Sosial Asia Tenggara Universitas Gajah Mada, mudik diyakini memberi banyak manfaat untuk menyambung silaturahmi, melakukan ziarah ke makam leluhur, mencari ketenangan, hingga menunjukkan eksistensi sebagai manusia kota.
Ditinjau dari fungsi dan tujuan mudik, mari menilik etika dalam tradisi Lebaran bagi masyarakat Jawa.
1.Menyambung silaturahmi dan merayakan Idulfitri di kampung halaman

Salah satu tujuan mudik adalah untuk menyambung silaturahmi dengan keluarga dan kerabat lainnya di kampung halaman. Lebaran jadi momen berharga untuk menguatkan hubungan persaudaraan. Tradisi ini selaras dengan prinsip budaya Jawa yaitu menjaga keharmonisan.
Franz Magnis Suseno dalam bukunya Etika Jawa: Sebuah Analisa Falsafi tentang Kebijaksanaan Hidup Jawa, menjelaskan manusia hendaknya bersikap baik, saling membahagiakan, dan tidak saling mengganggu. Dalam konteks mudik, ini diharapkan agar seseorang menjaga sikap dan tutur kata saat silaturahmi.
2.Ziarah makam sebagai pengingat asal-usul

Masyarakat juga menyempatkan waktu berziarah ke makam keluarga dan leluhur. Ziarah menjadi bagian tradisi Jawa sebagai bentuk penghormatan kepada pendahulu dengan melakukan doa bersama. Kegiatan ini mencerminkan sikap eling, yaitu kesadaran untuk mengingat asal-usul seseorang.
Ziarah jadi momen refleksi diri bagi perantau. Saat berkunjung dan berdoa di makam, mereka diingatkan akan perjalanan hidupnya, sehingga menguatkan komitmennya untuk terus menerapkan nilai-nilai budaya daerah asalnya.
Tradisi ini mengajarkan sikap dalam istilah Jawa yaitu sing eling lan waspada, artinya selalu ingat dan berhati-hati. Di tengah modernisasi kehidupan kota di tempat merantau, akar budaya dan nilai-nilai luhur perlu terus dijaga.
3. Mudik jadi sarana menemukan ketenangan diri

Kota memang serba cepat, tekanan pekerjaan hingga ekonomi kerap membuat perantau stres. Oleh karena itu, mudik juga mereka jadikan kesempatan rileks, menemukan kembali ketenangan dan kedamaian di pedesaan, serta mengisi energi positif dari setiap momen kebersamaan dengan orang-orang yang dirindukan.
Menikmati udara segar di desa, berbagi cerita nostalgia semasa sekolah, berfungsi sebagai terapi alami dari tekanan hidup di kota. Suasana kampung halaman membantu seseorang lebih nyaman dan mengembalikan senyum bahagianya.
Dalam pandangan Jawa, kebahagiaan gak selalu diukur dari materi maupun status sosial yang dimiliki, namun pada kesejahteraan batinnya. Seseorang yang memiliki kesempatan bertemu langsung dengan keluarga, akan membantunya seimbang kembali. Mudik mengajarkan di tengah kesibukan, terdapat momen manusia istirahat sejenak dan kembali menjalani esensi hidup secara sadar, maka ketenangan bisa dirasakan.
4.Antara rekreasi, berbagi rezeki, dan kerendahan hati

Selain berfungsi sebagai ajang silaturahmi, mudik juga memiliki dimensi lain yaitu sebagai sarana rekreasi, hiburan, hingga berbagi rezeki dari hasil merantau. Perjalanan pulang kampung pada momen libur Lebaran jadi kesempatan untuk menikmati suasana baru, menjelajah tempat hiburan ala pedesaan.
Mudik juga sebagai ajang menunjukkan keberhasilan selama di perantauan. Banyak juga yang memanfaatkan momen ini untuk berbagi rezeki kepada kerabat di kampung. Dalam etika Jawa, perbuatan ini hendaknya dilakukan tanpa pamrih, yaitu sepi ing pamrih, artinya bebas dari kepentingan pribadi yang sifatnya egois. Maka, dianjurkan untuk tidak berbuat sesuatu karena ingin mendapat pengakuan adanya peningkatan status sosial sehingga dapat pujian. Tidak pula disertai kesombongan diri dengan kepandaian yang dimiliki. Kebijaksanaan hidup Jawa mengajarkan agar seseorang tetap rendah hati dalam menggunakan kelebihannya.
Mudik Lebaran mencerminkan nilai budaya yang mengajarkan tentang etika ciri khas orang Jawa. Harapannya, perjalanan pulang kampung pada hari yang fitri dapat memperkuat makna silaturahmi dan kebersamaan sambil menjaga kelestarian budaya.