Makna Pakaian Prajurit Keraton Jogja, Sarat Simbol Kehormatan

Pakaian prajurit Keraton Jogja memiliki sejarah panjang. Tak hanya sekadar busana, setiap jenis pakaian yang dikenakan prajurit mempunyai simbol kehormatan, mulai dari warna sampai motif.
Tentunya pakaian prajurit Keraton Jogja mengalami perubahan fungsi dari masa ke masa. Jika dulu dipakai untuk berperang, sekarang lebih dikenal sebagai bagian dari warisan budaya. Namun terlepas dari perubahan fungsinya, makna pakaian prajurit Keraton Jogja tetap sama.
Yuk, belajar tentang filosofi di balik warna dan motif pakaian prajurit Keraton Jogja. Setiap detailnya mengandung nilai historis yang tak ternilai.
1. Sejarah pakaian prajurit Keraton Jogja

Dikutip laman Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat, pakaian prajurit Keraton Jogja sudah dikenal sejak era Pangeran Mangkubumi. Kala itu, prajurit Kasultanan Yogyakarta mengenakan seragam—yang masih dilestarikan sampai sekarang—untuk berperang melawan VOC. Pakaian prajurit bahkan juga dipakai Pangeran Mangkubumi.
Ciri-ciri seragam perang prajurit Keraton pada masa itu, digambarkan berupa baju sikepan, celana, dan bebed. Prajurit juga mengenakan udheng, atau ikat kepala, serta sabuk. Mereka biasa membawa sebilah keris yang diselipkan dalam sabuk, sedangkan baju sikepan biasa dipakai saat membawa senjata.
Sementara itu, Pangeran Mangkubumi mengenakan pakaian prajurit berwarna putih, ikat kepala berbahan linen halus yang disulam dengan benang emas. Dua keris juga diselipkan di pakaian perangnya. Detail pakaian prajurit Kasultanan Jogja juga dipengaruhi oleh kebudayaan Islam.
2. Jenis pakaian prajurit Keraton Jogja

Ada 10 jenis seragam prajurit Keraton Jogja yang dilestarikan sampai sekarang. Semuanya memiliki desain, fungsi, dan filosofi berbeda. Perbedaan itu turut mempengaruhi tugas prajurit Keraton Jogja. Ini detailnya.
- Pakaian prajurit Wirabraja
Tugas: Prajurit garis depan.
Detail seragam: Sikepan dan celana berwarna merah, lengkap dengan panji-panji dan topi merah berbentuk lombokan. - Pakaian prajurit Dhaeng
Tugas: Prajurit pilihan dengan tugas mengawal.
Detail seragam: Baju dan celana panjang putih, dada strip merah, topi mancungan warna hitam dengan bulu ayam merah putih. - Pakaian prajurit Patangpuluh
Tugas: Prajurit medan pertempuran.
Detail seragam: Baju lurik kemiri, celana pendek warna merah di luar celana panjang putih, kain ikat kepala warna wulung, ikat pinggang dalam warna merah, ikat pinggang warna hitam, rompi merah, dan tutup kepala hitam. - Pakaian prajurit Jagakarya
Tugas: Prajurit yang mengamankan pelaksanaan pemerintahan.
Detail seragam: Beskap lurik merah, rompi krem atau kuning emas, sayak lurik, lonthong merah, kamus hitam, celana panji lurik, destar wulung, dan topi hitam tempelengan yang mirip perahu terbalik. - Pakaian prajurit Prawiratama
Tugas: Prajurit utama yang melawan pasukan penjajah.
Detail seragam: Beskap hitam, baju dalam merah sayak putih, lothong hitam, celana atas merah, celana bawah putih, destar wulung, dan topi berbentuk mete warna hitam. - Pakaian prajurit Nyutra
Tugas: Prajurit pribadi raja.
Detail seragam: Rompi dan celana panji-panji warna hitam atau merah, kampuh biru tua dan berwarna putih di bagian tengah, topi kuluk dan udeng giling hitam atau merah, tergantung jenis prajurit Nyutra. - Pakaian prajurit Ketanggung
Tugas: Prajurit penjaga lingkungan Keraton dan pengawal raja.
Detail seragam: Sikepan lurik khas ketanggung, celana pendek hitam di luar celana panjang putih, dan topi mancungan hitam lengkap dengan hiasan bulu ayam. - Pakaian prajurit Bugis
Tugas: Prajurit pengawal gunungan di upacara Gerebeg.
Detail seragam: Baju berbentuk kurung atau jas tutup, celana panjang hitam, dan topi hitam. - Pakaian prajurit Surakarsa
Tugas: Prajurit pengawal putra mahkota Keraton.
Detail seragam: Baju sikepan, rangkepan, dan celana putih, kain batik model supit urang, lothong merah, kamus hitam, dan blankon wulung. - Pakaian prajurit Mantrijero
Tugas: Prajurit yang berwewenang memutuskan kebijakan di lingkungan Keraton.
Detail seragam: Jas terbuka dan celana lurik berwarna hitam putih, lengkap dengan topi songkok hitam.
3. Makna warna pakaian prajurit Keraton Jogja

Makna warna seragam prajurit Keraton Jogja pada dasarnya mengikuti simbolik Jawa, yaitu macapat dan mancawarna. Artinya, segala sesuatu dalam kehidupan terbagi menjadi empat bagian yang tersebar sesuai arah mata angin.
Keempatnya digambarkan dalam empat warna: hitam, merah, kuning, dan putih. Hitam terletak di utara, merah di selatan, putih di timur, dan kuning di barat. Masing-masing warna simbol mata angin tergambar dalam pakaian prajurit. Berikut makna warna pakaian prajurit Keraton Jogja.
- Pakaian prajurit warna hitam
Makna: Keabadian dan kekuatan. - Pakaian prajurit warna wulung (hitam keunguan)
Makna: Memiliki makna seperti hitam, simbol keabadian dan kekuatan. - Pakaian prajurit warna biru
Makna: Teduh dan ayom. - Pakaian prajurit warna merah
Makna: Keberanian dan nafsu, seperti nafsu bercita-cita hidup sejahtera dan nafsu memiliki harga diri. - Pakaian prajurit warna kuning
Makna: Keluhuran, ketentraman, dan ketuhanan. - Pakaian prajurit warna emas
Makna: Kemuliaan dan keagungan, serta cita-cita menikmati keindahan. - Pakaian prajurit warna putih
Makna: Kebersihan dan kesucian, artinya manusia memiliki jiwa bersih, serta bisa membedakan hal baik dan buruk.
4. Makna motif pakaian prajurit Keraton Jogja

Selain warna, motif pakaian prajurit Keraton Yogyakarta juga sarat makna mendalam. Dari total 10 pakaian prajurit, ada tiga jenis motif kain yang dipakai. Ketiga motif ini adalah kain batik, lurik, dan cindhe.
Kain motif batik biasa dikenakan oleh Prajurit Bugis dan Surakarsa. Secara simbolik, kain batik melambangkan adanya hirarki di Kasultanan Yogyakarta, namun secara detail, makna motif pakaian batik sangat kaya, mengingat ragam hias batik begitu banyak.
Sementara itu, kain lurik lebih sering dipakai oleh prajurit Keraton Jogja. Biasanya, motif ini dikenakan sebagai baju luar oleh Prajurit Jagakarta, Ketanggung, dan Mantrijero. Karena pemakaiannya untuk sehari-hari, makna yang terkandung dalam kain lurik pun tidak sebesar batik.
Motif lurik melambangkan nilai-nilai dasar kemanusiaan, seperti kesederhanaan, kesetiaan, dan kejujuran. Selain itu, motif lurik juga mengandung makna mendalam bagi prajurit, yaitu kesetiaan kepada raja. Ditambah simbol kesatuan antar prajurit.
Terakhir, pakaian motif cindhe biasa digunakan oleh Prajurit Ketanggung, Patangpuluh, dan Prajurit Mantrijero. Motif cindhe memiliki makna teknis sebagai aksen kain polos dan batik prajurit. Namun secara mendalam, makna motif cindhe yang didominasi merah menggambarkan keberanian prajurit.
Pakaian prajurit Keraton Yogyakarta bukan sekadar warisan budaya, tetapi juga mengajarkan nilai kemanusiaan. Hingga sekarang, pakaian prajurit tersebut masih dilestarikan, serta aktif dipakai abdi dalem Keraton Jogja di upacara adat.