Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Daftar 10 Pusaka Keraton Jogja, Beserta Nama Kehormatannya

Keraton Jogja (instagram.com/kratonjogja)
Keraton Jogja (instagram.com/kratonjogja)
Intinya sih...
  • Pusaka Keraton Jogja salah satunya adakah keris. Namun, keris bukan sekadar alat perang bagi orang Jawa. Ada ratusan keris di Keraton Jogja, yang paling penting adalah Keris paling penting adalah Kangjeng Kyai Ageng Kopek dan Kangjeng Kiai Joko Piturun.
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Keraton Jogja sudah berusia ratusan tahun. Sebagai salah satu pusat kebudayaan di Pulau Jawa, Keraton Jogja memiliki koleksi dengan nilai budaya yang tinggi. Benda itu bentuknya beraneka macamnya, mulai dari keris, tombak, sampai kereta.

Sampai saat ini benda-benda tersebut masih terawat dan tersimpan di Keraton Jogja. Uniknya, pusaka-pusaka ini bahkan memiliki nama dan gelar kehormatan laiknya manusia.

1. Regalia

Regalia adalah sebutan pusaka Keraton Jogja yang melambangkan sifat yang wajib dimiliki Sultan atau kepala negara. Regalia bisa disebut kanjeng kiai upacara yang hanya muncul di upacara besar saja. Misalnya upacara garebeg dan Jumenengan Dalem atau penobatan.

Regalia terdiri dari beberapa benda, yaitu:

  • Banyak atau angsa yang melambangkan kewaspadaan dan kesucian

  • Dhalang atau kiang yang melambangkan kegesitan atau kecepat dalam mengambil keputusan.

  • Sawung atau ayam jantan yang melambangkan keberanian

  • Galing atau merak yang melambangkan kewibawaan atau keindahan

  • Hardawalika atau naga yang melambangkan kekuatan dan tanggung jawab

  • Kutuk atau kotak uang yang melambangkan kedermawanan

  • Kacu Mas atau saputangan yang melambangkan sikap pemaaf

  • Kandil atau lampu minyak yang melambangkan pencerahan

Ada juga dua pusaka lain yaitu kecohan atau tempat meludah yang menjadi perlambang kehati-hatian dalam bertutur dan cepuri atau tempat keperluan makan sirih yang melambang kesiap-siagaan. Total terdapat sepuluh regalia yang wajib ada saat Sri Sultan menyelenggarakan upacara besar.

2. Keris

Ilustrasi laki-laki berpakaian adat Jawa dengan keris (unsplash.com/@agto)
Ilustrasi laki-laki berpakaian adat Jawa dengan keris (unsplash.com/@agto)

Keris untuk orang Jawa bukan sekadar alat perang, melainkan perlengkap busana yang menyimbolkan status bagi seorang laki-laki.

Dilansir laman kratonjogja.id, Sultan Agung bahkan memerintahkan pemuda Mataram atau Jawa untuk untuk memiliki keris atau yang disebut curiga, wisma atau rumah, turangga atau kuda, wanita atau istri, dan kukila yaitu burung.

Ada ratusan keris yang ada di Keraton Jogja. Keris paling penting adalah Kangjeng Kyai Ageng Kopek, hanya bisa dikenakan Sri Sultan yang bertahta. Kamu juga perlu tahu tentang keris Kangjeng Kiai Joko Piturun yang diberikan Sri Sultan hanya kepada seseorang yang beliau tunjuk sebagai pewaris tahta kerajaannya.

3. Tombak

Potret bregada kraton jogja (kratonjogja.id)
Potret bregada kraton jogja (kratonjogja.id)

Tombak, senjata panjang dengan mata runcing di salah satu sudutnya biasanya digunakan dengan cara dilempar kepada sasaran. Tombak Keraton Jogja memiliki mata yang bentuknya beraneka ragam.

Menurut laman kebudyaan.kemdikbud.go.id, di antara bentuknya yaitu mirip cakra, seperti kudi, dan lain sebagainya. Salah satu tombak yang penting keberadaannya adalah Kanjeng Kiai Ageng Plered. Konon keberadaannya sudah ada sejak Panembahan Senopati saat Keraton Mataram-Islam.

Salah satu abdi dalem keraton yang dipercaya memegang senjata tombak adalah Bregada Prajurit Bugis. Tombaknya bernama Kanjeng Kiai Trisula dengan bentuk ujungnya dinamakan Trisula. Ada juga Bregada Prajurit Surakarsa yang tombak pusakanya diberi nama Kanjeng Kiai Nenggala dengan mata ujungnya diberi nama Banyak Angrem.

4. Ampilan

5. Panji-panji

Potret bregada kraton jogja (kratonjogja.id)
Potret bregada kraton jogja (kratonjogja.id)

Panji-panji adalah bendera yang dijadikan simbol dalam Keraton Jogja yang disebut Kanjeng Kiai Tunggul Wulung. Sebutan ini berasal dari warnanya yang biru tua atau dalam Bahasa Jawa disebut wulung. Menurut laman kebudayaan.kemdikbud.go.id, ada yang menyebut kain untuk panji-panji berasal dari potongan kiswah Kakbah.

Kemudian di bagian tengah, tertera tulisan Arab berisi kutipan Surah Al Kautsar, Asma’ul Husna, dan Syahadat. Pada zaman dulu, saat terjadi wabah atau penyakit, Kanjeng Kiai Tunggul Wulung akan dikeluarkan dari keraton untuk dibawa keliling kota dengan iringan doa, dan di perempatan jalan tertentu akan diserukan adzan. Tujuannya adalah untuk memohon kesembuhan dan keselamatan rakyat.

Selain Kanjeng Kiai Tunggul Wulung, ada panji bernama Wulandari yang dibawa oleh Bregada Bugis. Dikutip laman kratonjogja.jd, bentuknya empat persegi panjang dengan warna dasar hitam, di bagian tengah terdapat lingkaran berwarna kuning emas. Wulandari diambil dari kata wulan yang artinya bulan, sedangkan dadari berarti mekar, muncul atau timbul. Filosofinya agar pasukan ini selalu memberi penerangan dalam gelap.

6. Gamelan

Ilustrasi pria Jawa bermain gamelan (pixabay.com/@nico_boersen)
Ilustrasi pria Jawa bermain gamelan (pixabay.com/@nico_boersen)

Buat Keraton Yogyakarta, gamelan bukan sekadar alat musik tradisional, melainkan pusaka. Ada 18 perangkat gamelan pusaka di Keraton Jogja yang masing-masing memiliki nama kehormatan.

Menurut laman kebudayaan.kemdikbud.go.id, ada tiga perangkat gamelan yang tertua. Yaitu Kanjeng Kiai Gunturlau berawal dari Keraton Majapahit yang diwariskan turun temurun kepada Kesultanan Demak, Pajang, Mataram Islam, dan akhirnya ke Keraton Jogja.

Kemudian Kanjeng Kiai Nagawilaga yang dibuat pada masa pemerintahan Sri Sultan Hamengku Buwana I. Dan terakhir Kanjeng Kiai Nagawilaga adalah gamelan sekati atau yang keluar saat upacara Sekaten untuk diletakkan di Pagongan di halaman Masjid Agung.

7. Pelana kuda

Kanjeng Kyai Cekathak adalah pusaka Keraton Yogyakarta yang berbentuk pelana kuda. Dulunya, pelana ini dipasangkan kepada kuda putih kesayangan Sri Sultan Hamengku Buwono I, bernama Kyai Mirdha Sari.

Kini saat Kanjeng Kiai Cekathak muncul dalam prosesi upacara adat, hanya dipasangkan pada kuda dan tidak ditunggangi.

9. Kitab

Pusaka Keraton Yogyakarta juga ada yang berupa naskah. Naskah ini tak sekadar tulisan tangan, tapi dihias dengan cat air, prada, hingga tumbuhan warna-warni. Ada tiga naskah yang masuk dalam kategori pusaka, yaitu Kanjeng Kiai Alquran, Kanjeng Kiai Bharatayuda, dan Kanjeng Kiai Suryaraja.

Dikutip laman budaya-indonesia.org, Kanjeng Kiai Alquran adalah hasil gubahan Ki Atmo Perwito yang ditulis tahun 1212 H atau 1797 M yang terdiri 574 halaman. Isinya adalah seluruh ayat dan surat yang terdapat dalam Mushaf Usmani yang menjadi standar cakupan dan pembacaan Al Qur'an. Sedangkan Kanjeng Kiai Bharatayuda adalah naskah yang berisikan kisah antara Pandawa dan Kurawa.

9. Enceh

upacara adat Nguras Enceh (kebudayaan.kemdikbud.go.id)
upacara adat Nguras Enceh (kebudayaan.kemdikbud.go.id)

Enceh atau kong adalah tempayan air yang diletakkan di halaman makam Sultan Agung di Imogiri. Ada empat enceh yang masing-masing bernama Nyai Siyem, Kiai Mendhung, Kiai Danumaya, dan Nyai Danumurti.

Sebagai pusaka penting, untuk pengurasannya harus disertai prosesi yang disebut nguras enceh tiap satu tahun sekali saat bulan Sura.

Air di keempat tempayan tersebut dikuras, dan diganti dengan air yang baru. Biasanya, acara ini dihadiri ribuan pengunjung yang datang dari berbagai daerah di Indonesia.

10. Kereta kuda

koleksi Museum Kereta Keraton Yogyakarta (instagram.com/wahanarata)
koleksi Museum Kereta Keraton Yogyakarta (instagram.com/wahanarata)

Pusaka terakhir berbentuk kereta yang saat ini berada di Museum Wahanarata. Museum ini untuk menyimpan kereta milik kasultanan, sedangkan Museum Pura Pakualamanan untuk penyimpanan milik pakualaman.

Setidaknya ada 23 kereta yang dimiliki Keraton Jogja dan hanya dikeluarkan saat upacara tertentu. Namun semuanya dapat dilihat umum saat datang ke museum.

Kereta pusaka yang tertua disebut Kanjeng Nyai Jimat yang dibuat pada 1750 di Belanda. Berdasar catatan, kereta ini adalah hadiah dari Gubernur Jenderal VOC Jacob Mussel (1750-1761) untuk Sri Sultan Hamengku Buwono I, setelah perjanjian Giyanti pada tahun 1755. Dan kereta ini menemani Sri Sultan HB I sampai Sri Sultan HB III.

Itu dia rangkaian pusaka Keraton Jogja beserta sejarah dan maknanya yang mendalam. Ini adalah bukti kalau sampai saat ini, Keraton masih menjaga peninggalan leluhur.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Febriana Sintasari
EditorFebriana Sintasari
Follow Us