Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Cocog dan Ngelmu Titen, Panduan Bijak Orang Jawa saat Ambil Keputusan

ilustrasi orang duduk sambil mengamati (pexels.com/Maxime LEVREL)

Budaya Jawa memiliki mengandung kearifan lokal yang diwariskan nenek moyang, salah satunya mengenai sebuah prinsip yang digunakan untuk menjalani kehidupan, yaitu cocog dan ngelmu titen. Prinsip ini mengajarkan pentingnya keselarasan, tentang sesuatu perlu berjalan dengan tepat dan sesuai keadaan. Untuk itu membutuhkan kemampuan dalam membaca pola berulang, yang bisa menjadi tanda untuk mengarahkan jalan yang diambil demi kebaikan di masa depan.

Prinsip ini masih relevan diterapkan, bagaimana setiap orang perlu bijaksana mengambil keputusan, baik dalam hal asmara, bisnis, hingga relasi sosial. Lantas, seperti apa prinsip cocog dan ngelmu titen ini? Mari kita bahas. 

1. Pedoman hidup orang Jawa

ilustrasi sekelompok orang berjalan (pexels.com/Renda Eko Riyadi)

Dalam buku Falsafah Hidup Jawa, Endraswara menjelaskan prinsip cocog adalah hasil pola pikir masyarakat Jawa berlandaskan ngelmu titen, yaitu ilmu yang didapat dari pengamatan terhadap sesuatu yang terjadi berulang kali.

Hal ini menjelaskan orang Jawa gak sekadar mengandalkan intuisinya, tapi juga belajar dari pengalaman hidupnya. Prinsip ini menjadi kompas atau pedoman hidup masyarakat Jawa sehingga tak lagi terburu-buru ketika mengambil keputusan. 

2.Primbon jadi bahan rujukan untuk mendapatkan yang terbaik

ilustrasi orang sedang panen padi (pexels.com/Sorapong Chaipanya)

Salah satu penerapan prinsip cocog dan ngelmu titen dalam budaya Jawa muncul dalam primbon. Menurut jurnal Petung dalam Primbon Jawa yang ditulis Hartono, kitab primbon diwariskan secara turun-temurun dan masih digunakan oleh sebagian masyarakat Jawa sebagai pedoman berkehidupan.

Dalam kesehariannya, primbon dijadikan rujukan dalam beragam tujuan seperti menentukan jodoh yang dilihat dari aspek weton calon pengantin, saat akan membangun rumah dan pindahan, bayi lahir, hingga hari baik untuk melakukan perjalanan. Bahkan, dalam kegiatan bercocok tanam, petani juga menggunakan primbon untuk menentukan waktu menanam terbaik agar hasil panen melimpah. Selain itu, jika ingin melihat karakter seseorang bisa melalui primbon, dilihat dari hari lahir dan aspek lainnya.

Melalui primbon, masyarakat Jawa menerapkan prinsip ini secara nyata dan simbolik. Ada kepercayaan dengan belajar memahami pola-pola berulang dari masa lalu, seseorang bisa menyesuaikan diri dengan sekitar diiringi harapan mendapat yang terbaik.

3.Weton dan ilmu titen dalam hal penentuan hari baik pernikahan

ilustrasi pasangan pengatin adat (unsplash.com/firman fatthul)

Penerapan ngelmu titen yang masih dilakukan pada zaman sekarang adalah weton, yaitu perhitungan hari kelahiran seseorang yang didasarkan pada penanggalan Jawa. Weton sudah lama digunakan masyarakat Jawa untuk beragam keperluan, salah satunya adalah menentukan hari pernikahan.

Dalam jurnal Analisis Bentuk dan Makna Perhitungan Weton pada Tradisi Pernikahan Adat Jawa Masyarakat Desa Ngingit Tumpang (Kajian Antropolinguistik) yang ditulis Simamora, dkk disebutkan, bahwa perhitungan weton bertujuan untuk menentukan apakah kedua calon pengantin memiliki takdir baik atau tidak jika bersatu membangun rumah tangga.

Perhitungan ini sekaligus untuk mencari hari baik bagi calon pengantin laki-laki dan perempuan untuk melangsungkan pernikahan. Proses hitungnya dilakukan secara cermat, sehingga dilakukan oleh orang yang dianggap ahli dalam hal ini.

Meski zaman telah berubah, namun tradisi ini masih lestari di beberapa wilayah Jawa, sebagai salah satu upaya orangtua yang ingin anaknya menikah dapat hidup langgeng dan bahagia karena mendapatkan pasangan yang cocok.

Prinsip cocog dan ngelmu titen gak sekadar ramalan, tapi juga sebuah pengetahuan yang diperoleh dari pengalaman hidup para leluhur. Ilmunya berkembang dari kebiasaan yang diamati secara berkala, dicatat, direnungkan mendalam, dan diamalkan ke berbagai aspek kehidupan.

Ada banyak manfaat baik dari prinsip Jawa ini, yaitu menjadi salah satu usaha agar seseorang terhindar dari keburukan. Intinya adalah selaras, waspada, dan cermat sebelum bertindak. Belajar dan memahami tentang pola hidup masa lalu, dapat membantumu semakin bijak dan mampu merasakan harmoni kehidupan.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Febriana Sintasari
EditorFebriana Sintasari
Follow Us