Masih Ingat HP CDMA? Ini Alasan Kenapa CDMA Kalah Sama GSM

- Ekosistem CDMA tertutup, sulit beradaptasi dengan kartu SIM GSM yang praktis
- Pilihan ponsel CDMA terbatas dan kurang canggih dibandingkan GSM
- CDMA kalah saing di tingkat global, sulit untuk roaming internasional
Kalau kita flashback ke era tahun 2000-an, saat ponsel masih didominasi oleh keypad dan ringtone polifonik, ada persaingan sengit di dunia telekomunikasi Indonesia. Kamu mungkin masih ingat dengan merek-merek legendaris seperti Flexi, Esia, atau StarOne. Mereka adalah para jagoan dari teknologi CDMA yang terkenal dengan perang tarif telepon dan SMS super murah, menjadi pesaing berat bagi pemain GSM.
Tapi, coba perhatikan sekarang. Para jagoan itu seolah lenyap tanpa jejak, dan teknologi GSM keluar sebagai yang populer dan kita gunakan hingga hari ini. Pernah kepikiran nggak, kenapa teknologi yang dulu begitu populer dan hemat di kantong itu akhirnya gagal total? Simak artikel ini sampai tuntas, yuk!
1. Ekosistemnya tertutup

Kelemahan paling mendasar yang membuat pengguna CDMA bersedih adalah soal fleksibilitasnya. Berbeda dengan GSM yang punya kartu SIM praktis, nomor CDMA pada awalnya harus "disuntik" atau diprogram langsung ke dalam hardware ponsel. Ini berarti nomormu terkunci di satu perangkat. Kalau mau ganti ponsel baru atau ponselmu rusak, kamu harus repot-repot pergi ke galeri operator untuk memindahkan nomormu.
Untuk mengatasi masalah ini, CDMA sebenarnya sempat mengeluarkan kartu RUIM yang fungsinya mirip kartu SIM. Sayangnya, inovasi ini sudah terbilang telat. Ekosistem kartu SIM GSM sudah terlalu besar dan dominan, dan citra CDMA sebagai teknologi yang "ribet" dan tidak fleksibel sudah terlanjur melekat kuat di benak konsumen. Akibatnya, RUIM gagal menjadi standar dan tidak mampu menyaingi kepraktisan SIM card.
2. Pilihan HP-nya terbatas

Karena GSM merupakan standar yang dianut oleh sebagian besar dunia, para raksasa produsen ponsel seperti Nokia, Sony Ericsson, hingga Samsung lebih memprioritaskan produksi untuk pasar GSM ini. Mereka menggelontorkan sumber daya besar untuk riset dan inovasi, sehingga model-model ponsel GSM selalu lebih beragam, canggih, dan cepat rilis di pasaran.
Akibatnya, pilihan ponsel untuk pengguna CDMA jadi sangat terbatas. Sering kali, model yang tersedia adalah ponsel-ponsel basic atau ‘kentang’ yang fiturnya tidak secanggih versi GSM-nya. Di zaman ketika ponsel juga menjadi bagian dari gaya hidup, keterbatasan pilihan yang sering kali kurang menarik ini membuat CDMA semakin ditinggalkan oleh konsumen yang menginginkan kebebasan memilih perangkat terbaik.
3. Kalah saing di tingkat global

Persaingan antara CDMA dan GSM ternyata sangat sengit. Dalam pertarungan ini, GSM berhasil menjadi standar yang diadopsi oleh hampir seluruh dunia, terutama di pasar raksasa seperti Eropa dan Asia. Hal ini menciptakan sebuah ekosistem global yang sangat kuat dan terintegrasi untuk para produsen maupun operator.
Sementara itu, CDMA hanya berhasil menjadi pemain dominan di beberapa negara saja, seperti Amerika Utara dan Korea Selatan. Karena statusnya sebagai “minoritas” di tingkat global, ekosistem CDMA menjadi terbatas. Salah satu dampak paling terasa bagi pengguna adalah sulitnya roaming internasional. Di saat pengguna GSM bisa dengan mudah menggunakan ponselnya di luar negeri, pengguna CDMA sering kali gigit jari karena teknologinya tidak didukung di banyak negara.
4. Tidak bisa mengikuti inovasi terbaru

Ketika tren telekomunikasi mulai bergeser dari sekadar telepon dan SMS ke layanan internet mobile, jaringan GSM menunjukkan laju inovasi yang lebih cepat. Jalur evolusi teknologinya sangat jelas dan terstruktur, mulai dari GPRS, EDGE, hingga ke 3G (WCDMA/HSPA). Raksasa industri global beramai-ramai mendukung dan berinvestasi di jalur ini, membuatnya berkembang pesat.
Di sisi lain, meskipun CDMA punya teknologi data andalannya sendiri yaitu EV-DO, pengembangannya terasa lebih lambat. Karena ekosistemnya yang lebih kecil, investasi dan riset untuk teknologi data CDMA tidak sebesar di kubu GSM. Alhasil, saat perang kecepatan internet mobile dimulai, operator GSM bisa menawarkan layanan yang lebih konsisten dan cepat beradaptasi, membuat CDMA semakin tertinggal dalam hal inovasi layanan data.
Meskipun CDMA sempat unggul dengan tarif murah, ketidakpraktisan sistem nomor, pilihan ponsel yang terbatas, dan kegagalannya menjadi standar global membuat ekosistemnya sulit berkembang. Puncaknya, ketika seluruh dunia beralih ke 4G LTE yang merupakan evolusi dari jalur GSM, CDMA pun secara teknis tertinggal. Kalau kamu sendiri, apakah sempat merasakan kejayaan CDMA juga?