Salah satu warga Padukuhan Ngablak, Murdani yang sepakat menjual tanahnya namun akhir membatalkan kembali penjualan tanahnya. (IDN Times/Daruwaskita)
Salah satu warga Padukuhan Ngablak, Murdani, mengatakan sebelum sosialisasi pembangunan pabrik pengolahan sampah, sekitar enam bulan yang lalu dirinya bersama sejumlah tetangga didatangi makelar tanah yang berniat untuk membeli tanah namun belum diketahui peruntukannya.
"Saat itu saya sepakat menjual tanah seluas 1.000 meter persegi dengan harga per meter persegi Rp 400 ribu namun sampai saat ini uang juga tidak diberikan meski saya sudah tanda tangan persetujuannya," ujarnya.
Murdani mengaku kaget ketika ada sosialisasi pembangunan pabrik pengolahan sampah ataupun perluasan lahan untuk pembuangan sampah sekitar dua bulan yang lalu setelah ada sosialisasi dari Kalurahan.
"Ternyata sudah lebih dahulu makelar tanah berkeliaran mengincar tanah milik warga," ungkapnya.
Lebih jauh Murdani mengaku bersama warga lainnya sepakat jika Pemda DIY ingin membangun pabrik pengolahan sampah masih bisa menggunakan lahan disisi timur TPST yang luasnya lebih dari enam hektar dan jauh dari pemukiman sehingga dampaknya tidak dirasakan oleh masyarakat dan tanah tersebut sudah dibeli oleh Pemda DIY.
"Kan sudah ada lahan dan milik sendiri, kenapa harus beli lahan milik warga yang sudah tinggali turun temurun dan diminta angkat kaki," terangnya.
"Di lahan yang mau dibeli Pemda DIY itu juga ada mata air yang sehari-hari digunakan warga untuk kebutuhan sehari-hari. Kalau nanti dibeli Pemda DIY maka sumber air warga akan mati karena pasti ditutup," tambahnya lagi.