Sultan HB X Ajak Warga Kerja Nyata Pasca-Pesta Demokrasi
- Gubernur DIY dan ribuan warga menghadiri acara 'Jogja Pandu Peradaban Nusantara' di JEC sebagai bentuk syukur atas lancarnya berbagai acara besar di DIY.
- Sri Sultan HB X menyoroti kedewasaan masyarakat dalam berpolitik, komitmen yang terbangun melalui momentum Jogja Nyawiji Ing Pesta Demokrasi, dan peran aparat dalam menjaga kondusifitas.
- Sultan mengaitkan filosofi Hamemayu Hayuning Bawana dengan kehidupan nyata, pentingnya transformasi nilai moral budaya, dan contoh implementasinya dalam reformasi birokrasi di Pemda DIY.
Yogyakarta, IDN Times – Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Sri Sultan Hamengku Buwono X, bersama ribuan warga menghadiri acara 'Jogja Pandu Peradaban Nusantara Menuju Hamemayu Hayuning Bawana' di Jogja Expo Center (JEC), Sabtu (18/1/2025). Kegiatan ini digelar sebagai bentuk rasa syukur atas lancarnya berbagai acara besar di DIY.
Dalam budaya Jawa, rasa syukur salah satunya diwujudkan melalui hasil bumi sebagai simbol anugerah alam yang memberikan penghidupan. “Rasa syukur itu juga kian bermakna, karena hajat nasional pesta demokrasi, mulai dari Pilpres dan Pemilihan Legislatif Serentak, dilanjutkan dengan Pilkada Serentak, dapat berjalan kondusif di DIY,” kata Sri Sultan HB X.
1.Kematangan berpolitik masyarakat
Sri Sultan HB X meyakini bahwa kedewasaan masyarakat dalam berpolitik merupakan hasil dari teladan kepemimpinan di berbagai tingkat. Hal ini juga didukung oleh komitmen yang terbangun melalui momentum Jogja Nyawiji Ing Pesta Demokrasi pada 28 Oktober 2023, dan Jogja Nyawiji Awasi Pemilihan 2024 pada 11 Oktober 2024.
“Di sisi lain, aparat menunaikan tugasnya dengan penuh adab, menjadi tiang penyangga harmoni dan ketertiban. Tiada aksi represif, aparat berkolaborasi dengan masyarakat, untuk menjaga situasi tetap kondusif. Tiada anarkisme yang membakar, tiada pula butir kerikil yang melayang, di tengah hiruk-pikuk perbedaan pandangan,” ujar Sri Sultan HB X.
Ia juga menyoroti DIY sebagai kota pendidikan dan pariwisata yang terbuka bagi pendatang dari berbagai daerah dan mancanegara. Semangat inklusivitas ini mendorong akulturasi yang memperkaya nilai-nilai istimewa Yogyakarta sebagai identitasnya. Harapannya, predikat Jogja Istimewa semakin bermakna seiring harmoni budaya yang terus berkembang.
“Satu pesan saya, terkhusus bagi perantau, bahwa untuk memberi sumbangsih dan menjadi wong Jogja, tidaklah harus lahir di Jogja dan atau memiliki darah keturunan Jawa. Sudah semestinya, keistimewaan Jogja adalah untuk Indonesia. Bahwa menjadi Jogja, adalah menjadi Indonesia,” tutupnya.
2.Pascapesta demokrasi
Sri Sultan HB X mengatakan pascapesta demokrasi, tibalah saatnya kehidupan menemukan wujud sejati. Kini, waktu bukan lagi untuk selebrasi, atau malah untuk melanjutkan ketegangan di ruang maya. Sudah seharusnya, waktu menjadi milik kerja nyata dan kolaborasi berbudaya, dalam pengabdian kepada masyarakat, bangsa, dan negara.
Beresonansi dengan tema, dalam filosofi Hamemayu Hayuning Bawana terkandung kewajiban Tri Satya Brata. “Pertama, rahayuning bawana kapurba waskitaning manungsa, bahwa kesejahteraan dunia, tergantung pada manusia yang memiliki ketajaman rasa, serta bagaimana manusia menjalin harmoni dengan alam,” kata Sri Sultan HB X.
Kedua, darmaning manungsa mahanani rahayuning negara, bahwasanya tugas manusia adalah menjaga keselamatan negara. Ketiga, rahayuning manungsa dumadi karana kamanungsane, bahwa keselamatan manusia adalah oleh kemanusiaannya sendiri.
“Sehingga dapat dimengerti, pada hakikatnya, makna yang tersandang dalam Hamemayu Hayuning Bawana, adalah misi mulia manusia, untuk senantiasa menjadikan perbuatan baik kepada sesama dan alam lingkungannya, sebagai bukti bahwa ia benar-benar hidup, dengan perannya masing-masing, walau sekecil apapun,” ungkap Sri Sultan HB X.
3.Singgung soal kebudayaan
Sultan menyebut Ki Hajar Dewantara menyatakan kebudayaan sebagai hasil budi manusia yang beradab, lahir dari perjuangan, serta buah interaksi dengan alam, zaman, kodrat, dan masyarakat, sehingga menunjukkan sifatnya yang dinamis. Sutan Takdir Alisjahbana, mengartikulasi pentingnya sifat progresif, untuk membangun Kebudayaan Nasional Indonesia yang modern dan maju, agar sejajar dengan bangsa lain dalam sains, teknologi, dan ekonomi.
“Apabila dikaitkan dengan cita-cita Pandu Nusantara hari ini, maka nilai moral Hamemayu Hayuning Bawana memang harus senantiasa ditransformasi, agar tetap menjadi sebuah budaya hidup atau living tradition. Bahwa budaya bukan sekedar kata benda, tetapi menjadi kata kerja aktif-produktif di era modern, melalui pendekatan teknokratis, sistematis, dan berkelanjutan,” ujar Sultan.
Sultan mencontohkan di lingkup Pemda DIY, budaya organisasi dan reformasi birokrasi didesain, untuk menciptakan tata kelola pemerintahan yang lebih efektif dan efisien. Tujuannya adalah, menghadirkan layanan publik yang adaptif, inovatif, dan berorientasi pada pencapaian hasil nyata bagi masyarakat.
Salah satu contoh terkini adalah penggabungan beberapa bagian dari Biro Tata Pemerintahan dan Biro Pemberdayaan Masyarakat menjadi Dinas Pemberdayaan Masyarakat, Kalurahan, Kependudukan, dan Pencatatan Sipil. “Saya berharap, penyesuaian kelembagaan ini dapat mempercepat terwujudnya Reformasi Kalurahan secara tuntas dan menyeluruh,” ungkapnya.
Kalurahan bukan sekadar menjadi entitas administratif, tetapi sebuah ruang kehidupan yang memberdayakan, mengayomi, dan menjadi fondasi, dari sebuah peradaban yang lebih luhur, untuk memerangi segala bentuk kemiskinan, keterbelakangan, dan kesenjangan.
“Dengan didukung penyelenggara negara yang bekerja cerdas dan berkeadilan; pengajar dan pelajar yang inovatif dan ikhlas berlandaskan keilmuan; rohaniawan yang mengamalkan kesalehan ritual dan kesalehan publik; wirausahawan yang inovatif, dan warga yang kreatif, maka Insyaallah, cita-cita luhur Jogja Pandu Peradaban Nusantara Menuju Hamemayu Hayuning Bawana, dapat dicapai,” tutup Sultan.