Edy Wahyudi. (ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak)
Di satu lain, kata Zaenur, KPK juga akan mencermati dugaan penerimaan suap yang dilakukan oleh Edy Wahyudi menimbang modus perkara berupa pengadaan barang dan jasa.
"Jadi ini KPK perlu mendalami, apakah ada pejabat-pejabat yang mendapatkan aliran dana, suap atau gratifikasi dari proyek ini gitu ya. Mengapa pejabat sampai membuat paket-paket pekerjaan kemudian dijual, kemudian diperuntukkan untuk perusahan-perusahaan tertentu ya biasanya karena memang sudah niat untuk dijual. Nah itu belum muncul di sini ini," pungkasnya.
Sebelumnya, KPK menetapkan tiga tersangka korupsi proyek pembangunan Stadion Mandala Krida Yogyakarta oleh Pemda DIY. Mereka adalah Kepala Bidang Pendidikan Khusus Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga DIY Edy Wahyudi; Direktur Utama PT Arsigraphi Sugiharto; dan Direktur Utama PT Permata Nirwana Nusantara (PNN) sekaligus Direktur PT Duta Mas Indah (DMI) Heri Sukamto.
Perkara yang menjerat ketiganya berawal ketika Balai Pemuda dan Olahraga (BPO) di Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga DIY mengusulkan renovasi Stadion Mandala Krida pada 2012.
Usulan tersebut kemudian disetujui serta anggarannya dimasukkan dalam alokasi anggaran BPO untuk program peningkatan sarana dan prasarana olahraga.
Edy selaku PPK pada BPO di Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga Provinsi DIY diduga secara sepihak menunjuk langsung PT Arsigraphi untuk menyusun tahapan perencanaan pengadaan. Satu di antaranya terkait nilai anggaran proyek renovasi Stadion Mandala Krida.
KPK mengungkapkan dibutuhkan anggaran Rp135 miliar untuk lima tahun pengerjaan. Diduga beberapa nilai item pekerjaan di-mark up dan Edy langsung menyetujuinya tanpa didahului kajian.
Khusus untuk di tahun 2016 disiapkan anggaran senilai Rp41,8 miliar dan tahun 2017 sebanyak Rp45,4 Miliar. Salah satu item pekerjaan dalam proyek pengadaan yaitu penggunaan dan pemasangan bahan penutup atap stadion yang diduga menggunakan merek dan perusahaan yang ditentukan sepihak oleh Edy.
Pada pengadaan 2016, Heri selaku Direktur PT PNN dan PT DMI diduga melakukan pertemuan dengan beberapa anggota panitia lelang. Heri diduga meminta bantuan untuk dimenangkan dalam proses lelang tersebut.
Panitia lelang langsung menyampaikan keinginan Heri kepada Edy. Diduga Edy langsung menyetujui meskipun tanpa evaluasi penelitian kelengkapan dokumen persyaratan mengikuti lelang.
Selain itu, saat proses pelaksanaan pekerjaan diduga beberapa pekerja tidak memiliki sertifikat keahlian dan tidak termasuk pegawai resmi dari PT DMI.
Rangkaian perbuatan para tersangka diduga melanggar ketentuan di antaranya Pasal 5 huruf f, Pasal 6 huruf c, g dan h, Pasal 89 ayat (2) Perpres 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang Jasa dan perubahannya.
Akibat perbuatan para tersangka tersebut diduga timbul kerugian keuangan negara sekitar sejumlah Rp31,7 miliar. Atas perbuatannya, para tersangka disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.