Majelis Pekerja Buruh di Jogja Tolak Iuran Tapera: Memberatkan Pekerja

Yogyakarta, IDN Times - Majelis Pekerja Buruh Indonesia Daerah Istimewa Yogyakarta (MPBI DIY) menolak Peraturan Pemerintah nomor 21 tahun 2024 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2020, tentang Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera). Potongan gaji dinilai bakal memberatkan pekerja.
"Kami MPBI DIY menolak Peraturan Pemerintah nomor 21 tahun 2024 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2020 tentang Tabungan Perumahan Rakyat. Menolak besaran iuran Tapera yangencapai total 3 persen," ujar Koordinator MPBI DIY, Irsad Ade Irawan, Selasa (28/5/2024).
1. Membangun sistem pengamanan iuran Tapera

Irsad menyebut MPBI DIY menuntut pemerintah agar terlebih dahulu membangun sistem pengamanan iuran Tapera agar tidak menjadi kasus Jiwasraya yang lain. Pihaknya pun meminta pemerintah memperbanyak pembangunan perumahan rakyat di DIY dengan DP 0 persen, dan cicilan maksimal Rp500 ribu/bulan.
"Pemerintah menyempurnakan program jaminan perumahan rakyat dan naikkan upah buruh 50 persen, turunkan harga rumah 50 persen," ujar Irsad.
2. Potongan atau iuran seharusnya bersifat suka rela

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 21 tahun 2024 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2020 tentang Tabungan Perumahan Rakyat, setiap pekerja akan diwajibkan membayar iuran Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera), berlaku untuk pegawai berstatus ASN maupun pegawai swasta. Beberapa hal pokok yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2024 ini mengatur ketentuan, di antaranya kewenangan pengaturan kepesertaan Tapera oleh Kementerian terkait, serta pemisahan sumber dana antara dana Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) dari dana Tapera.
Dana yang dikembalikan kepada peserta Tapera ketika masa kepesertaannya berakhir, berupa sejumlah simpanan pokok berikut dengan hasil pemupukannya. "Mengikuti program Tapera yang pada dasarnya potong gaji dan atau iuran, seharusnya bersifat sukarela. Sasarannya adalah buruh yang memang kesulitan memiliki rumah," ujar Irsad.
3. Potongan iuran beratkan pekerja

Irsad menyebut penambahan iuran atau potongan gaji untuk program Tapera, akan memberatkan buruh. Lantaran upah buruh telah dipotong untuk program jaminan kesehatan nasional dan Jamsostek/Ketenagakerjaan.
Diungkapkan Irsad, potongan untuk iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, BPJS Ketenagakerjaan, jaminan hari tua atau dana pensiun mencapai 4 persen dari upah. Di dalam Pasal 15 PP 21/2024, potongan gaji untuk iuran sebesar 2,5 persen dari upah, jika ditotal maka pekerja/buruh akan mengalami pemotongan upah kurang lebih 6,5 persen.
"Para pekerja/mandiri malahan harus menanggung sendiri seluruh iuran Tapera. Lebih berat dari pekerja/buruh formal yang mendapatkan bantuan iuran 0,5 persen dari pengusaha/pemberi kerja," ujar Irsad.
Irsad mengatakan sesungguhnya, Tapera yang ditetapkan sebesar 3 persen dari gaji, dimana 0,5 persen ditanggung oleh pemberi kerja atau perusahaan dan sisa 2,5 persen ditanggung oleh pekerja/buruh akan memberatkan pengusaha. Hal tersebut tidak lepas karena pengusaha telah pula membantu iuran BPJS Ketenagakerjaan dan kesehatan.
Irsad menambahkan selain masalah iuran, pemerintah harus bisa menjelaskan iuran Tapera tidak akan raib seperti kasus Jiwasraya. Kepatuhan terhadap kaidah tata kelola diperlukan agar tak terjadi masalah di kemudian hari, seperti kasus gagal bayar PT Asuransi Jiwasraya. "Tapera prinsipnya sama dengan lembaga keuangan yang lain. Tetap harus menerapkan kaidah-kaidah governance yang sudah ditetapkan," ucap Irsad.