Tradisi Buka Puasa Bubur Sayur Lodeh Kembali Digelar Warga Bantul 

Takjil bubur sayur lodeh tradisi sejak ratusan tahun

Bantul, IDN Times - Tradisi buka puasa dengan bubur sayur lodeh kembali digelar di Masjid Masjid Sabilurrosya'ad, Padukuhan Kauman, Kalurahan Wijirejo, Kapanewon Pandak, Kabupaten Bantul. Kegiatan itu sempat terhenti pada 2020 lalu akibat pandemik COVID-19.

Padahal berbuka puasa dengan bubur sayur lodeh tersebut merupakan tradisi yang sudah digelar ratusan tahun. Kegiatan kembali digelar dengan menerapkan protokol kesehatan yang ketat dan hanya diikuti oleh santri atau jemaah masjid dalam jumlah terbatas.

 

1. Tradisi berbuka dengan menu bubur sayur lodeh dibawa oleh Panembahan Bodho

Tradisi Buka Puasa Bubur Sayur Lodeh Kembali Digelar Warga Bantul Ketua Takmir Masjid Sabilurrosya'ad Haryadi.IDN Times/Daruwaskita

Ketua Takmir Masjid Sabilurrosya'ad, Haryadi, mengatakan tradisi menyajikan berbuka puasa dengan bubur sayur lodeh telah berlangsung ratusan tahun semenjak masjid berdiri. Tradisi berbuka dengan bubur sayur lodeh tersebut pertama kali dilakukan oleh Panembahan Bodho yang bernama asli Adipati Trenggono.

Panembahan Bodho disebut merupakan murid terakhir dari Sunan Kalijaga. Dikisahkan Panembahan Bodho menolak jabatan sebagai Adipati di Sidoarjo dan memilih menyebarkan agama Islam. 

"Menurut leluhur, Panembahan Bodho mendirikan masjid yang akrab oleh warga disebut Masjid Kauman karena berada di Padukuhan Kauman, Kalurahan Wijirejo, Kapanewon Pandak, Kabupaten Bantul pada tahun 1570 atau abad ke 16. Di Kauman Penembahan Bodho menyiarkan Islam melalui akulturasi budaya yakni memakai sarana takjil bubur sayur lodeh," katanya saat ditemui di kompleks Masjid Sabilurrosya'ad, Rabu (15/4/2021).

Baca Juga: 10 Momen Lucu Buka Puasa, Ada yang Siapkan Menu Puding Teri 

2. Menu bubur sayur lodeh merupakan akulturasi budaya Gujarat India disesuaikan lidah Jawa

Tradisi Buka Puasa Bubur Sayur Lodeh Kembali Digelar Warga Bantul Bubur sayur lodeh takjil berbuka warisan Panembahan Bodho. IDN Times/Daruwaskita

Akulturasi budaya yang dilakukan Penambahan Bodho tampak dari cara menyajikan bubur. Bubur yang merupakan makanan khas Gujarat, India diadopsi dengan sayur lodeh khas masakan orang Jawa.

"Dipilihnya bubur sayur lodeh karena makanan ini bisa lebih tahan panas dan lauk sebagai pelengkap bubur sayur lodeh di antaranya tempe atau tahu. Namun saat hari Jumat kadang lauknya diganti dengan daging ayam," katanya.

3. Makna di balik takjil bubur sayur lodeh

Tradisi Buka Puasa Bubur Sayur Lodeh Kembali Digelar Warga Bantul Proses pembuatan bubur sayur lodeh takjil warisan Panembahan Bodho. IDN Times/Daruwaskita

Pemilihan bubur sayur lodeh sebagai menu berbuka puasa selama bulan Ramadan di Masjid Sabilurrosya'ad memiliki banyak makna. Mengingat kata bubur sendiri berasal dari kata bibirin yang berarti kebagusan.

"Filosofi bubur kan halus ya dan halus itu bagus. Jadi maksudnya mungkin agama Islam akan sangat diterima masyarakat jika masuknya dengan cara yang halus dan tanpa kekerasan," kata pria yang sehari-hari bekerja sebagai perangkat desa di Kalurahan Wijirejo ini.

"Selain itu, mengapa dipilih bubur mungkin pada saat itu orang Jawa kesulitan makan, sehingga bagaimana nasi yang hanya satu kilogram bisa dibuat jadi banyak porsi atau beber. Nah caranya dibuat bubur ini biar semua kebagian makan," ujarnya.

Haryadi menjelaskan untuk bahan-bahan pembuatan bubur sayur ini berasal dari warga sekitar. Bahkan yang mengolah juga warga sekitar, sehingga biaya membuat menu tersebut tidak terlalu memakan biaya.

"Semua bahan dari masyarakat, seperti beras, kelapa dan sayur mayur untuk membuat lodeh. Selain sayur kadang ada warga yang menyumbang ayam atau bahan makanan lainnya, jadi lauknya tidak hanya sayur saja," katanya.

 

4. Pada masa pendemik, santri atau jemaah yang berbuka dengan menu bubur sayur lodeh dibatasi

Tradisi Buka Puasa Bubur Sayur Lodeh Kembali Digelar Warga Bantul Dengan prokes yang ketat santri berbuka puasa dengan menu bubur sayur lodeh. IDN Times/Daruwaskita

Terkait teknis berbuka puasa di masa pandemik, Haryadi mengaku hanya menyediakan 100 porsi saja. Semua itu untuk menjaga jarak ketika jemaah datang dan hendak berbuka puasa di Masjid.

"Kalau makannya (bubur lodeh) tetap di sini (Masjid) tapi jaraknya diatur, terus kalau datang harus pakai masker dan pakai dulu hand sanitizer," ujarnya.

"Untuk porsinya, rata-rata 100 porsi setiap hari karena menerapkan prokes. Karena normalnya 500 (porsi) lebih kalau tanpa prokes," katanya.

Topik:

  • Febriana Sintasari

Berita Terkini Lainnya