2.335 Keluarga di Bantul Tinggal Di Zona Bahaya Tanah Longsor
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Bantul, IDN Times - Sebanyak 2.335 keluarga di Kabupaten Bantul tinggal di daerah yang termasuk zona merah atau bahaya bencana tanah longsor.
Keterangan Kepala Pelaksana BPBD Kaupaten Bantul, Dwi Daryanto, saat ini alat deteksi tanah longsor baru tersedia 10 buah, padahal dibutuhkan sekitar 100 alat untuk mengurangi terjadinya korban jiwa.
Baca Juga: BMKG Paparkan Alasan Mengapa Suhu Udara Semakin Panas
1. Potensi hujan dengan intensitas lebat akan terjadi bulan Januari dan Februari 2020
Kepala Pelaksana BPBD Kaupaten Bantul, Dwi Daryanto mengatakan 2.335 keluarga yang tinggal pada zona merah tanah longsor ini harus meningkatkan kewaspadaan. Berdasarkan prediksi yang dikeluarkan oleh Badan Metereologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), musim hujan dengan curah tinggi akan terjadi pada bulan Januari hingga Februari 2020 yang akan datang.
"Ribuan warga yang tinggal di zona rawan longsor tinggal di 15 desa yang tersebar di Kecamatan Piyungan, Dlingo, Imogiri, Pleret dan Pundong," katanya, Kamis (24/10).
2. Alat pendeteksi dini baru dipasang di 10 lokasi
Untuk antisipasi bencana tanah longsor dibutuhkan alat Early Warning Sistem atau EWS , namun saat ini alat baru terpasang di 10 titik. .
"Dengan luasnya zona merah tanah longsor maka kebutuhan alat pendeteksi dini tanah longsor masih kurang banyak," tuturnya.
3. Butuh 100 alat pendeteksi dini tanah longsor
Sebanyak 10 alat pendeteksi dini tanah longsor yang ada, tidak semuanya menggunakan teknologi canggih. Padahal menurut Dwi Daryanto idealnya alat pendeteksi harus dipasang di 100 titik. Keterbatasan anggaran yang dimilki menjadi kendala pengadaan alat deteksi.
"Ya memang butuh anggaran yang tak sedikit sehingga berbagai pihak yang mencoba membantu warga memasang alat pendeteksi tanah longsor sangat disambut baik," katanya.
Baca Juga: 4 Kiat Sederhana Menjaga Kesehatan Saat Suhu Panas Menyerang