TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Korban Keraton Abal-abal Bertambah Banyak, Ini Analisa Guru Besar UGM 

Jangan percaya hal yang instan 

(Dok. IDN Times/Istimewa)

Sleman, IDN Times - Guru Besar UGM, Prof Koentjoro menyebutkan ada beberapa hal yang melatarbelakangi berdirinya keraton abal-abal yang saat ini sedang marak. 

Koentjoro menyebutkan raja keraton mengalamidelusi of granduer, yang bisa meyakinkan pengikutnya. Sedangkan pengikutnya mengalami post power sindrom yang ingin mendapatkan pengakuan.

Guru Besar UGM: Korban Keraton Abal-abal Kena Post Power Sindrom

Baca Juga: Korban Janji Manis Keraton Agung Sejagat, Hadi Relakan Tanahnya Dijual

1. Raja memiliki kekuatan meyakinkan massa

Ketua Dewan Guru Besar UGM. IDN Times/Siti Umaiyah

Koentjoro menerangkan jika dilihat dari sisi psikologi, raja memiliki delusi of granduer yang memiliki kemampuan untuk meyakinkan banyak orang, sehingga massa bisa mendengarkan dan mempercayai apa yang dia ucapkan.

"Saat seseorang berkumpul dalam kelompok dengan simbol dan keyakinan tertentu, muncul hipnose. Sehingga orang dengan mudah percaya apa yang dikemukakan. Contohnya Sunda Empire tidak rasionalitas tapi akhirnya mereka percaya," terangnya pada Selasa (21/1).

2. Menginginkan sebuah pengakuan

Foto raja dan permaisuri Kerajaan Agung Sejagat turut diamankan polisi. (IDN Times/Fariz Fardianto)

Sedangkan korban atau pengikutnya, menurut Koentjoro bukan dilatarbelakangi oleh masalah ekonomi. Namun lebih kepada karena post power sindrom yaitu menginginkan pengakuan publik lewat seragam yang mereka gunakan.

"Orang tua yang dulunya punya jabatan dan anak buah, saat pensiun tidak ada yang bisa diperintah, jadi bergabungnya di situ. Lalu kurang perhatian dari anak dan keluarga, sehingga cari keluar. Kalau masalah kemiskinan menurut saya bukan buktinya mereka bisa bayar berjuta-juta," katanya.

Baca Juga: Hadiri Kirab Keraton Agung Sejagat, Sudadi Beli Seragam Rp2 juta 

Berita Terkini Lainnya