Ini Bahaya Erupsi Efusif Merapi Versi Kepala Pusat Studi Bencana UGM
Merapi sudah erupsi sejak 4 Januari 2021
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Sleman, IDN Times - Gunung Merapi menjadi salah satu gunung api paling aktif di dunia. Keberadaannya yang mencakup beberapa daerah di DI Yogyakarta dan Jawa Tengah, membuat masyarakat dan pemerintah setempat harus selalu sigap jika sewaktu-waktu gunung api ini erupsi.
Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG), menyatakan pada 4 Januari 2021, Gunung Merapi telah memasuki fase erupsi baru. Ancaman yang ada berupa erupsi dengan tipe efusif (probabilitas 40 persen). Fase erupsi efusif ini ditandai dengan keluarnya magma atau lava pijar ke permukaan bumi secara perlahan atau meleleh tanpa disertai ledakan.
Kepala Pusat Studi Bencana (PSBA) Universitas Gadjah Mada (UGM) , Dr. Agung Harijoko menjelaskan erupsi dengan tipe efusif ini memiliki dua kemungkinan, pertama membentuk aliran lava dan kedua membentuk kubah lava. Menurut Agung, pada saat erupsi efusif, Merapi biasanya membentuk kubah lava.
"Kubah lava akan menumpuk di puncak, perkembangannya tergantung ada berapa meter kubik per hari. Kemudian kubah lava ini bisa stabil dan tidak stabil tergantung kondisi puncak," kata Agung Harijoko pada Rabu (21/1/2021).
Baca Juga: Tunggu PTKM Selesai, Pemulangan Pengungsi Merapi Akan Dikaji Lagi
1. Kubah lava yang tidak stabil bisa runtuh
Agung menambahkan ketika kondisi kubah lava berdiri pada tempat yang tidak stabil, maka akan runtuh. Hal ini pun yang terjadi pada Gunung Merapi saat ini, di mana kubah lava berdiri di tempat yang tidak stabil, yakni di lereng arah Barat Daya. Hal ini cukup berbeda jika dibandingkan dengan Gunung Kelud 2007 lalu, di mana kubah lava tumbuh di lokasi yang stabil, yakni di danau kawah.
"Dengan pertumbuhan yang sekarang (Merapi) kita setiap hari bisa melihat guguran. Kenapa gugur? Ya karena kondisi di sana mungkin tidak bisa menahan, agak ke tepi lereng. Bahaya yang mungkin mengikuti itu, jika yang runtuh dalam jumlah besar, karena kalau dalam jumlah kecil akan membentuk awan panas," katanya.
Baca Juga: Luncuran Awan Panas Merapi 1,8 Km, BPPTKG: Masih Kategori Pendek