Peringati Malapetaka 15 Januari, Mahasiswa Demo Tolak Omnibus Law
Aturan rezim tidak berpihak kepada rakyat
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Sleman, IDN Times – Belasan mahasiswa dari berbagai kampus yang bergabung dalam Cakrawala Mahasiswa Yogyakarta, Federasi Mahasiswa Kerakyatan, serta Pusat Perjuangan Mahasiswa untuk Pembebasan Nasional Kota Yogyakarta memperingati peristiwa Malapetaka Lima Belas Januari (Malari), Rabu, (15/1) menjelang sore. Mereka beraliansi menggelar aksi di Bunderan Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta.
Peristiwa Malari ketika itu berawal dari gerakan demonstrasi menentang modal asing masa rezim Orde Baru, terutama produk dari Jepang yang membanjiri Indonesia. Seperti produk kendaraan maupun barang elektronik. Puncaknya ketika Perdana Menteri Jepang Tanaka Kakuei datang ke Indonesia pada 14 Januari 1974. Ribuan massa menyambut dengan melakukan pembakaran ketika Tanaka bertemu dengan Presiden Soeharto pada 15 Januari 1974.
Sementara kondisi Indonesia saat ini dinilai Koordinator Aksi, Haji Lebong tak jauh beda dengan masa Orde Baru. Perang dagang antara Amerika dengan Cina berdampak pemerosotan ekonomi di beberapa negara, termasuk Indonesia.
“Indonesia masih bergantung pada asing. Pemerosotan ekonomi dan kemiskinan yang meluas tidak bisa dihindarkan,” kata Haji.
Baca Juga: Fakta-Fakta Omnibus Law, Solusi Jokowi Genjot Investasi
1. Mewaspadai peraturan sapu jagat, Omnibus Law
Upaya pemerintah Indonesia untuk meredakan ketegangan salah satunya membuat produk rancangan undang-undang yang disebut dengan Omnibus Law. Yaitu satu peraturan yang dapat mencabut beberapa peraturan sekaligus. Tak heran ada yang mengistilahkannya dengan peraturan sapu jagat.
Ada 82 produk undang-undang yang terdiri dari 1.194 pasal yang dicabut. Menurut Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD pada 13 Januari 2020, draf RUU tersebut akan segera diserahkan kepada DPR untuk dibahas bersama.