Kisah di Balik Badai Literasi, Seni Instalasi Karya Onno di UGM
Dipajang di pameran Alumni Arsitektur UGM
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Sleman, IDN Times – Lulusan Departemen Teknik Arsitektur dan Perencanaan (dulu Teknik Arsitektur) Universitas Gadjah Mada (UGM) Angkatan 1994, Retno Mayasari (50), tak menyangka menekuni dunia fashion dan seni instalasi. Selepas kuliah, dia masih berada di jalurnya, bekerja cukup lama sebagai konsultan arsitektur di sebuah penerbitan nasional. Kemudian berdikari mendirikan perusahaan kontraktor. Sayang, lingkungan kerja tak mendukung kesehatannya stabil.
Ia mudah sesak napas. Diduga karena kebiasaan dia tidak menggunakan masker ketika masuk ke ruang workshop. Dokter mendiagnosis kapasitas udara yang masuk dan ke luar parunya tinggal 56 persen.
“Kalau ngobrol gampang mengkis-mengkis (terengah-engah)," kata Onno, panggilan akrabnya saat ditemui IDN Times di sela Pameran Karya Kreatif Alumni Arsitektur UGM bertema Week of Art, Architecture and Urbanism (WA+U, dibaca watu) di Pusat Kebudayaan Koesnadi Hardjasoemantri (PKKH) UGM, Rabu (18/12) lalu.
Ia pun mulai melirik dunia fashion dan membuat karya seni instalasi tiga dimensi. Karya berjudul Badai Literasi yang dipajang di lantai pertama Gedung PKKH UGM adalah karya yang diikutkan dalam pameran untuk pertama kalinya. Ia mencoba mengkritik dampak buruk teknologi yang dinilai memporak-porandakan otak manusia. Sederet kisah unik mewarnai persiapan pembuatan karya seni instalasinya.
Baca Juga: Dies Natalis UGM ke-70, Alumni Arsitektur UGM Gelar Pameran
1. Prihatin anak memilih gawai ketimbang buku
Ide soal Badai Literasi dipicu kekesalan pada kedua anaknya yang ketagihan bermain ponsel pintar. Entah untuk bermain game, atau pun berselancar. Sebelumya, mereka suka membaca buku. Tiap kali diajak ke toko buku pasti pulang membawa buku.
“Saya ngomel pada suami, kenapa anak-anak dibeliin handphone,” kata Onno mengenang kisahnya.
Tak hanya buah hatinya, anak-anak yang lain juga tergila-gila dengan gawai. Daya imajinasi yang dilatih ketika membaca buku menurun ketika hanya melihat visual gambar pada gawai. Kemampuan otak pun tak dioptimalkan untuk mencari referensi lain.
Baca Juga: Mengintip Kreasi Lulusan Arsitektur yang Gak Sebatas Jadi Arsitek