TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

BPS Usulkan Pembenahan Data Untuk Turunkan Angka Kemiskinan

Penerima bantuan banyak yang tidak tepat sasaran

Ilustrasi warga miskin. Dok. IDN Times

Yogyakarta, IDN Times - Kemiskinan masih menjadi pekerjaan rumah yang cukup pelik bagi Daerah Istimewa Yogyakarta. Pasalnya, selama ini angka penurunan kemiskinan DIY dinilai kalangan DPRD DIY masih belum signifikan.

Hal itu mendasari disusunnya rancangan peraturan daerah (Raperda) Inisiatif tentang Penanggulangan Kemiskinan untuk dapat menurunkan angka kemiskinan yang masih sangat tinggi di Yogyakarta. Fenomena ini dinilai cukup ironis, karena Yogyakarta merupakan daerah istimewa berlabel kota pelajar dan kota wisata, namun di satu sisi angka kemiskinan tertinggi di Indonesia.

“Masa sebagai daerah istimewa tidak ada sentuhan istimewa terkait pengentasan kemiskinan? Padahal di satu sisi, DIY memiliki sumber dana yang tidak dimiliki provinsi lain, danais (dana keistimewaan), misalnya,” ujar Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) DIY, Johanes de Britto Priyono, Rabu (26/6).

Baca Juga: Dinas Sosial Bantul: 600 Rumah Tangga Miskin Tergolong Mampu

1. Pengentasan kemiskinan dihadapi dengan gagasan out of the box

IDNTimes/Holy Kartika

Upaya menurunkan angka kemiskinan dengan target 7 persen pada 2022, kata Priyono, tidak mudah untuk dicapai. Pengentasan kemiskinan bukan hanya program DIY, tetapi sudah menjadi program nasional.

“Maka didasari dari itu, bagaimana bisa berpikir out of the box agar program pengentasan kemiskinan ini bisa dapat dijalankan. Artinya, pengentasan kemiskinan itu ada program nasionalnya, namun parameter dan program yang dilakukan tiap daerah masih belum signifikan,” jelas Priyono.

2. Program bantuan banyak yang tidak tepat sasaran

IDN Times/Ardiansyah Fajar

Priyono mengungkapkan tantangan dalam upaya mengentaskan kemiskinan cukup berat, terutama dalam persoalan data. Data masyarakat kurang mampu sebagai acuan penyaluran bantuan dinilai banyak tidak tepat sasaran.

“Di tengah masyarakat sebenarnya tahu, kalau pada level kesejahteraan rendah, ada orang yang harusnya mendapat bantuan, malah tidak dibantu. Sementara orang dengan kesejahteraan pada level atas atau mampu, malah mendapatkan bantuan,” ungkap Priyono.

Secara makro, BPS memiliki tolok ukur yang dapat menjadi penentu seseorang dikatakan pantas atau tidak pantas mendapatkan bantuan dari pemerintah. Priyono menyebutkan kesalahan terjadi selama ini yakni banyak bantuan yang disalurkan tidak tepat sasaran.

“Disebut dengan inclusion error dan exclusion error. Inclusion error yakni orang tidak pantas dapat bantuan, malah dapat. Sedangkan exclusion error, orang yang pantas dapat bantuan, justru tidak mendapat bantuan,” jelas Priyono.

Baca Juga: Disdik Jateng: Siswa Kurang Mampu Dipermudah Masuk Sekolah Favorit

Berita Terkini Lainnya