TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

PUKAT Khawatir Perpanjangan Jabatan Kades Tingkatkan Risiko Korupsi

Tidak ada urgensi perpanjangan masa jabatan kepala desa

Ilustrasi Korupsi. (IDN Times/Aditya Pratama)

Yogyakarta, IDN Times - Peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi Universitas Gadjah Mada (Pukat UGM), Zaenur Rohman menyebut usulan perpanjangan masa jabatan kepala desa harus ditolak. Perpanjangan masa jabatan berpotensi tingkatkan risiko korupsi di desa.

"Menurut saya, usulan perpanjangan masa jabatan kepala desa harus ditolak, karena meningkatkan risiko korupsi yang dilakukan oleh kepala desa maupun aparat pemerintah desa. Adagiumnya power tends to corrupt, absolut corrupt absolutely. Jadi, kekusaan itu cenderung korup, sedangkan kekuasaan yang absolut itu absolut korupsinya," ucap Zaenur, Rabu (25/1/2023).

Masa jabatan kepala desa saat ini selama 6 tahun, dan bisa dipilih maksimal untuk tiga periode atau total 18 tahun. Sementara, beberapa waktu terakhir muncul usulan perpanjangan masa jabatan. Pertama masa jabatan 9 tahun dengan jabatan maksimal 2 periode, sehingga total 18 tahun. Serta usulan kedua, 9 tahun dengan batas maksimal 3 periode atau maksimal 27 tahun.

1. Berisiko menggerus demokrasi desa

Ilustrasi Pemilu (IDN Times/Arief Rahmat)

Zaenur menilai masa jabatan kepala desa yang berlaku saat ini dinilai sudah tepat. Bahkan masa jabatan dinilai lebih longgar dibanding pejabat lain, seperti Presiden atau kepala daerah, dengan masa jabatan 5 tahun dan maksimal 2 periode. 

Perpanjangan masa jabatan kepala desa juga berisiko menggerus demokrasi di desa, yang selama ini telah berlangsung. Demokrasi di desa yang telah ada bahkan sebelum Indonesia merdeka, seharusnya dijaga, dan lebih ditingkatkan lagi.

"Sehingga, demokrasi itu hidup di desa agar pemerintahan desa itu adalah pemerintah yang dikehendaki oleh rakyat desa dan juga pemerintahan yang berusaha untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat desa. Bukan pemerintahan yang semakin absolut dipegang oleh seorang kepala desa yang menjabat sekian lama," ungkap Zaenur.

Baca Juga: UGM Gagas Program Penurunan Kemiskinan di DIY melalui KKN Mahasiswa

2. Dasar usulan perpanjangan masa jabatan kepala desa tidak kuat

Silaturahmi nasional Apdesi di Istora Senayan (Youtube.com/Sekretariat Presiden)

Zaenur juga melihat dasar usulan perpanjangan masa jabatan kepala desa tidak kuat. Setidaknya dia menyebut ada dua alasan oleh pihak-pihak yang mengusulkan perpanjangan masa jabatan kepala desa, untuk efisiensi dari sisi biaya penyelenggaraan pemilihan kepala desa, maupun menghindari adanya konflik sosial yang terlalu sering terjadi karena adanya pemilihan kepala desa setiap 6 tahun.

"Ini tidak tepat, karena memang demokrasi itu membutuhkan biaya dan biaya itu dikeluarkan untuk memperoleh pemimpin terbaik yang dikehendaki oleh masyarakat desa. Biaya untuk melakukan pemilihan kepala desa itu tidak akan besar kalau kekuasaan absolut dipegang oleh kepala desa, karena telah terlalu lama menjabat, sehingga yang akan dirugikan adalah rakyat," ujar Zaenur.

Usulan perpanjangan masa jabatan kepala desa ini juga ada yang beralasan untuk menekan biaya politik calon kepala desa, untuk membeli suara yang pada akhirnya akan melahirkan korupsi di desa. "Jadi ada yang mengatakan kalau masa jabatan kepala desa diperpanjang sampai 9 tahun maka akan menghilangkan korupsi di desa. Menurut saya ini keliru, jika sejak awal kepala desanya sudah menggunakan uang, maka ketika sudah menjabat akan digunakan untuk mengembalikan modal," ujarnya.

Lebih lagi jika masa jabatan 9 tahun, maka setiap tahunnya akan semakin digunakan kepala desa yang sejak awal menggunakan politik uang untuk mengembalikan modal, plus memupuk kembali modal yang akan digunakan untuk pertarungan berikutnya. "Yang harus dilakukan itu adalah memberantas politik uangnya, bukan memperpanajng masa jabatan kepala desanya," kata Zaenur.

Baca Juga: Gegara Kenaikan BBM, Kunjungan Wisata ke Dlingo saat Imlek Turun

Berita Terkini Lainnya