TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Prof. Koentjoro: Jokowi Mainkan Peran Bapak Gibran, Bukan Presiden

Cawe-cawe Jokowi merusak demokrasi

Guru Besar Psikologi Universitas Gadjah Mada (UGM), Prof. Koentjoro. (IDN Times/Herlambang Jati Kusumo)

Intinya Sih...

  • Jokowi disorot karena cawe-cawe dan merusak demokrasi dalam Pemilu 2024.
  • Prof. Koentjoro menilai Jokowi memposisikan diri sebagai ayah dari Cawapres Gibran, bukan sebagai presiden.
  • Menurut Prof. Koentjoro, banyak orang terlena dengan kebaikan Jokowi dan pembenaran yang dilakukan telah melanggar etika.

Sleman, IDN Times - Presiden Joko "Jokowi" Widodo menjadi sorotan dalam proses Pemilu 2024, karena cawe-cawe dan merusak demokrasi. Guru Besar Psikologi Universitas Gadjah Mada (UGM), Prof. Koentjoro, mengatakan Jokowi memposisikan diri bukan sebagai presiden namun sebagai orang tua Calon Wakil Presiden (Cawapres), Gibran Rakabuming Raka.

"Coba lihat kemarin Pemilu 2024, Prabowo-Gibran nyaris gak kampanye, yang Jokowi cawe-cawe yang merusak demokrasi," ungkap Prof. Koentjoro di acara diskusi bertajuk 'Matinya Demokrasi dan Agenda Gerakan Rakyat' yang digelar di selasar Fisipol UGM, Kamis (28/3/2024).

1. Jokowi memainkan peran sebagai orang tua Gibran

Presiden Joko "Jokowi" Widodo di JIExpo Kemayoran, Jakarta, Kamis (15/2/2024). (IDN Times/Muhammad Ilman Nafi'an)

Prof. Koentjoro mengatakan memang awalnya Jokowi melaksanakan tugas presiden dengan baik, namun dia menyebut ada ketersinggungan di Jokowi. Pertama karena dikatakan petugas partai, dikatakan Jokowi bukan apa-apa tanpa dukungan PDIP, dan keinginan presiden 3 periode ditolak.

"Akhirnya yang terjadi saat ini Jokowi bukan memerankan sebagai presiden, tetapi memerankan sebagai bapaknya Gibran. Kalau Jokowi berperan sebagai presiden saya bela, tapi kalau ia memerankan bapaknya Gibran saya tolak," ungkap Prof. Koentjoro.

2. Banyak orang terlena dan baru sadar

Presiden Joko Widodo berkunjung ke Pasar Salakan, Kabupaten Banggai Kepulauan, Sulawesi Tengah, Selasa (26/3/2024). (YouTube/Sekretariat Presiden)

Prof. Koentjoro menyebut banyak orang terlena dan terbuat dengan kebaikan-kebaikan Jokowi. Akhirnya yang terjadi pembenaran-pembenaran, dan banyak orang baru sadar beberapa waktu terakhir. 

"Rekayasa yang dilakukan itu adalah pembodohan-pembodohan, rekayasa yang dilakukan sudah melanggar etika. Dan etika ini dikatakan tidak ada hukum yang tertulis. Emangnya seluruh hukum harus tertulis?" kata dia.

Baca Juga: JJ Amstrong Pesimistis MK Kabulkan Gugatan Anies dan Ganjar

Berita Terkini Lainnya