Tantangan Indonesia dalam Menangkis Konten Daring Berbahaya
Adanya kenaikan aduan konten berbahaya daring sejak 2021
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Yogyakarta, IDN Times – Media sosial selama ini digadang-gadang menjadi jembatan bagi mereka yang berjauhan supaya merasa lebih dekat. Media sosial juga memudahkan manusia untuk mendapatkan dan membagikan informasi apa pun kepada sesama. Sayangnya, kemudahan ini justru menjadi bumerang bagi penggunanya.
Contoh masalah yang dihadapi manusia dari media sosial adalah berita bohong dan konten berbahaya. Dua masalah tersebut lebih sering tertuju pada kelompok marginal seperti kelompok minoritas agama, seksual dan gender, juga aktivis politik. Kelompok-kelompok tadi kerap diberi label lebih rendah dan kurang bermoral.
Tantangan yang dihadapi oleh masyarakat dalam menangkis konten berbahaya tak main-main. Dipaparkan dalam Forum Group Discussion (FGD) Social Media 4 Peace in Indonesia "Addressing Gaps in Regulating Harmful Content Online" pada Selasa (28/06/2022) lalu, ada berbagai aspek yang membuat penanganan konten berbahaya di Indonesia masih kurang sejalan dengan standar di level internasional.
Baca Juga: Pakar Politik UGM Angkat Bicara tentang Ketentuan Pencalonan PresidenÂ
1. Meningkatnya pengguna media sosial diikuti oleh meningkatnya aduan laporan berbahaya
“Saat ini pengguna internet, media sosial di Indonesia, jumlahnya semakin meningkat. Di tahun 2021 data menunjukkan sudah 191 juta pengguna media sosial, itu 69 persen dari jumlah populasi di Indonesia. Naik 12 persen dari tahun sebelumnya,” kata peneliti Center of Digital Society (CfDS) Universitas Gadjah Mada (UGM), Faiz Rahman.
Sayangnya, lanjut Faiz, ini bukan hanya tanda masyarakat semakin mampu mengoptimalkan media sosial untuk berkomunikasi, tapi juga sejalan dengan kenaikan jumlah aduan terhadap konten berbahaya, baik melalui pemerintah dan yang diproses secara pidana. Bahkan pada tahun 2021, Kominfo sudah memblokir 500 ribu konten berbahaya.
Baca Juga: Pakar UGM: Jokowi Akomodasi Parpol Pendukung dalam Reshuffle